Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan kegiatan investasi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau tetap berjalan. Meskipun, sempat diwarnai kericuhan atas rencana pemerintah yang akan membangun kawasan Rempang Eco City, di pulau tersebut.
Menurutnya, kegiatan investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga, rencana investasi di Rempang harus tetap dilaksanakan demi meyakinkan investor.
Baca Juga
"Ini kita ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau kita tunggunya terlalu lama, emang dia (investor) mau tunggu kita. Kita butuh mereka tapi juga kita harus hargai yang di dalam," kata Menteri Investasi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/9/2023).
Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 KK (kepala keluarga) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal.
Advertisement
"Pertama, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga. Yang kedua adalah rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp120 juta. Dan yang ketiga adalah uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta," ujarnya.
Perusahaan Asal China
Nantinya, Pulau Rempang dengan luas mencapai 17.000 hektare akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.
Untuk tahap awal, kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai USD11,5 miliar atau setara Rp174 triliun sampai dengan 2080.
"Total area itu kan 17.000 (hektare) tapi dari 17.000 (hektare) lebih itu kan ada sekitar 10.000 hektare itu kawasan hutan lindung yang nggak bisa kita apa-apain. Jadi areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 (hektare) yang bisa dikelola. Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektare," ungkap Bahlil Lahadalia.
Â
Tak Boleh Pakai Kekerasan
Lanjutnya, Bahlil menekankan hak-hak masyarakat Rempangyang direlokasi ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau tetap dipenuhi. Dia juga meminta agar penanganan relokasi di lapangan harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak menggunakan kekerasan.
"Proses penanganan rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik. Dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknya lah. Kita ini kan sama-sama orang kampung," ujar Bahlil.
Warga Pulau Rempang Bentrok dengan Aparat
Sebelumnya, aparat gabungan TNI, Polri dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat masyarakat Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). Bentrokan antara aparat dan warga yang menolak penggusuran pun tidak dapat dihindari.
Aparat mulai masuk pada pukul 10.00 WIB pagi ini. Ribuan warga menunggu di Jembatan 4, Pulau Rempang, Kota Batam.
"Aparat memaksa masuk untuk melakukan pemasangan patok tata bata di Pulau Rempang," kata Bobi, seorang warga Rempang, Kamis (7/9).
Â
Advertisement
Warga Menolak
Bobi mengatakan, warga sampai saat ini masih menolak aktivitas apapun dari tim gabungan selama jaminan kampung mereka terjaga dari pengusuran belum dipastikan.
"Tim gabungan memaksa masuk, ini bentrok sudah terjadi, lima orang warga sudah dibawa ke polres," katanya.
Tidak hanya itu beberapa warga juga ditangkap aparat gabungan dan dimasukkan ke dalam mobil. Kondisi sampai saat ini masih terjadi bentrok.
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com