Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) turut menyoroti porsi ekonomi digital di Indonesia. Termasuk salah satunya adalah fenomena berdagang online lewat media sosial atau social commerce layaknya TikTok Shop Cs.
Kepala Peneliti Ekonomi Digital dan UMKM Indef Nailul Huda menyampaikan, sejak 2019, porsi penjualan di media sosial sudah tingggi. Ini mengacu pada data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Advertisement
Baca Juga
Dalam data yang berjudul 'Media Penjualan Online', Huda merinci, penjualan melalui website sekitar 4,96 persen, melalui marketplace/platform sebesari 25,72 persen. Lalu, melalui media sosial sebesar 65,14 persen, dan melalui pesan instan sebesar 90,56 persen.
Advertisement
"Data ini data tahun 2020 yang menggambarkan kondisi tahun 2019. Sejak lama penjualan di media sosial itu ada," kata dia, dikutip Minggu (24/9/2023).
Rugikan UMKM
Ramai jadi buah bibir kalau perdagangan di media sosial ini disebut merugikan pelaku UMKM lokal. Baik secara aturan penjualan, maupun secara harga yang kalah dengah produk impor.
Maka, pemerintah didesak untuk memberikan aturan ketat soal peredaran produk impor dan eksistensi social commerce di Indonesia. Namun, langkah ini dinilai stagnan.
"Lemot dan tidak ada niat sama sekali Pemerintah revisi Permendag 50/2020," ujarnya.
Â
Bakal Pincang
Beragam desakan dari pedagang konvensional untuk menutup TikTok Shop Cs sebagai social commerce muncul di berbagai lokasi. Sebut saja di Pasar Tanah Abang Blok A yang mayoritas pedagang merugi akibat eksistensi TikTok Shop Cs.
Namun, langkah penutupan platform dinilai bukan satu-satunya cara. Senada, Huda melihat ada risiko yang lebih besar jika ada pelarangan TikTok Shop Cs atau bahkan menutupnya.
"Jika media sosial dilarang tempat jual beli barang, satu step UMKM Go Digital kita akan hilang. Pengembangan UMKM go digital akan pincang," jelasnya.
Produk Impor Dilarang Dapat Promo
Pemerintah akan merampungkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang perdagangan elektronik. Nantinya, ada batasan baru bagi tata kelola berjualan di media sosial atau social commerce seperti TikTok Shop Cs.
Kepala Peneliti Ekonomi Digital dan UMKM Indef Nailul Huda menyoroti beberapa poin yang harus masuk dalam Permendag 50/2020 hasil revisi. Tujuannya, untuk menyelamatkan produk UMKM lokal dibanding impor.
"Poin perbaikan dari saya, pertama, memasukkan detail pengaturan social commerce untuk disetarakan dengan ecommerce, mulai dari persyaratan admin hingga perpajakan," katanya kepada Liputan6.com, Minggu (24/9/2023).
Kedua, pedagang online menurutnya harus menandai (tag-ing) barang impor. Tujuannya, membedakan dengan produk-produk UMKM lokal.
"Setelah itu ada dua hal yang bisa dilakukan. (Pertama) memberikan disinsentif bagi produk impor dengan biaya admin lebih tinggi, tidak boleh dapat promo dari platform. Di sisi lain, memberikan insentif berupa promo ke produk lokal," kata dia.
Selanjutnya, penjaja harus mengalokasikan setidaknya 30 persen etalase di laman jualannya untuk menampilkan produk lokal. Cara ini dipandang bisa dijalankan.
"Produk-produk impor harus menyertakan sertifikasi produk, seperti SNI, halal, BPOM, dan sebagainya," tegas dia.
Â
Advertisement
Bukan Ekonomi Media
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui bahwa keberadaan e-commerce berbasis media sosial, seperti TikTok Shop membuat bisnis pedagang ke UMKM menjadi anjlok. Dia menilai seharusnya TikTok berperan sebagai media sosial, bukan untuk aktivitas ekonomi.
"Kita tahu itu (TikTok Shop) berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro dan juga pada pasar. Ada pasar, di beberapa pasar sudah mulai anjlok menurun karena serbuan," jelas Jokowi di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (23/9/2023).
"Mestinya ini kan dia itu (TikTok) sosial media, bukan ekonomi media," sambungnya.
Oleh sebab itu, dia memastikan Kementerian Perdagangan akan membuat regulasi yang mengatur keberadaan e-commerce berbasis media sosial, seperti TikTok Shop. Nantinya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) ini akan mengatur antara media sosial dan platform perdagangan atau ekonomi.
"Itu yang baru segera diatur. Masih berada posisi regulasinya di Kementerian Perdagangan. Yang lain-lainnya udah rampung tinggal di Kementerian Perdagangan. Kita tunggu," jelas Jokowi.
Sebagai informasi, TikTok sendiri saat ini belum mengantongi izin Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dari Kementerian Perdagangan. Selama ini, TikTok hanya memperoleh izin penyelenggara sistem elektronik (PSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.