Musim Tanam Padi di Sejumlah Wilayah Indonesia Mundur Sebulan

Pada musim tanam tahun ini, Kementan akan menggenjot para penyuluh dan petani dalam peningkatan kemampuan melalui program pelatihan.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 20 Okt 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2023, 09:00 WIB
Tanam Padi Musim Kemarau
Sari (60) menanam padi pada area persawahan kering di Desa Muara Bakti, Kampung Muara Sepak, Babelan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)
Liputan6.com, Jakarta
Kementerian Pertanian (Kementan) meminta para petani bersiap untuk menyambut musim tanam. Sebab, awal musim hujan diperkirakan terjadi November-Desember 2023.
 
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian, Dedi Nursyamsi mengatakan jadwal tanam di beberapa wilayah Indonesia bakal mengalami kemunduran 10 hingga 30 hari. 
 
Berdasarkan hasil koordinasi dengan BMKG bahwa dampak fenomena El Nino awal musim hujan 2023/2024 umumnya diperkirakan bakal terjadi pada bulan November hingga Desember 2023 mendatang. 
 
"Data BMKG musim hujan mengalami kemunduran antara satu hingga tiga dasarian. Artinya ada kemunduran jadwal tanam 10 hingga 30 hari di beberapa wilayah Indonesia," kata Dedi saat persiapan Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh Vol. 9 Tahun 2023 di Bogor, Kamis (19/10/2023).
 
Pada musim tanam padi tahun ini, Kementan akan menggenjot para penyuluh dan petani dalam peningkatan kemampuan melalui program pelatihan.
 
Hal ini agar dapat meningkatkan produktivitas padi sebagai antisipasi kekeringan di musim tanam gadu (kemarau) mendatang. 
 
"Berkali-kali disampaikan oleh Bapak Mentan bahwa musim tanam pertama ini kudu sukses meningkatkan produktivitas dan produktif padi pada musim panen di bulan Februari-Maret 2024," kata dia. 
 
Lebih lanjut dikatakan Dedi, ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau menjadi hal yang sangat penting.
 
"Berbagai pihak mengemukakan apabila usaha-usaha dalam rangka pencegahan kekurangan pangan tidak dilakukan, maka suatu negara seperti Indonesia bahkan dunia akan mengalami krisis pangan," tuturnya.
 
 
 
 

Indikasi Penyebab

Tanam Padi Musim Kemarau
Kondisi tanah yang pecah-pecah saat petani melakukan penanaman bibit padi pada area persawahan kering di Desa Muara Bakti, Kampung Muara Sepak, Babelan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)
Dedi menjelaskan, beberapa indikasi penyebab kekurangan pangan sudah terlihat dari faktor makro dan mikro. Seperti laju pertumbuhan penduduk, iklim ekstrim, krisis politik, krisis ekonomi dan keamanan, serta akses pangan. Selain itu, pangan yang tersedia dan laju pertumbuhan lahan pangan semakin mengecil.
 
"Hal lain adalah harga pangan dari waktu ke waktu akan mengalami kecenderungan naik dan krisis pangan di Indonesia bukan karena stok terbatas akan tetapi lebih karena keterbatasan akses ke pangan," terangnya. 
 
Dedi berharap strategi ketahanan pangan nasional hendaknya tidak hanya diarahkan untuk mencapai kecukupan akan pangan.
 
Tetapi juga diarahkan untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan serta peningkatan daya saing produk-produk pangan nasional. 
 
"Kinerja subsektor budidaya juga sangat penting untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor dan bahkan meningkatkan ekspor," ucapnya. 
 
 
 

Upaya

Tanam Padi Musim Kemarau
Puncak kekeringan terjadi pada September dan Oktober 2023. (merdeka.com/Imam Buhori)
Upaya ini dapat diwujudkan dengan peningkatan efisiensi melalui penerapan smart farming dan integrated farming ataupun ekstensifikasi, melalui program food estate, urban farming serta program lain dari Kementan. 
 
Dia mengatakan, upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi diarahkan pada pemenuhan sarana produksi yang lengkap. Ini untuk mendukung pelaksanaan Good Agricultural Practices (GAP) mulai dari pengolahan lahan, pemilihan benih berkualitas, pemupukan, pengelolaan OPT Terpadu sampai pada panen dan pasca panen, memerlukan kualitas dan kuantitas SDM pertanian yang memadai sebagai pelaku utama dan pelaku pendukung. 
 
"Hal ini menuntut peningkatan kinerja penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan pertanian sebagai fungsi peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pertanian melalui pendampingan efektif kepada pelaku usaha tani di lapangan" urainya. 
 
 
 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya