Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan setiap perusahaan wajib menerapkan struktur dan skala upah (SUSU) bagi para pekerjanya.
Lantas apa itu SUSU?
Baca Juga
Dilansir melalui akun resmi Instagram @kemnaker, Senin (13/11/2023), SUSU adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah, yang memuat kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.
Advertisement
Kemnaker menjelaskan, terdapat tiga alasan Perusahaan wajib membuat struktur dan skala upah. Pertama, agar perusahaan dapat memetakan bobot jabatan dengan tingkat upah yang diterima pekerja.
Kedua, bobot jabatan tersebut dapat menjadi cerminan upah yang berkeadilan di perusahaan. Ketiga, keadilan upah dapat dicapai karena penyusunan struktur dan skala upah dilakukan melalui tahapan analisa dan evaluasi jabatan serta memperhatikan informasi upah yang berlaku di pasar.
Berikut manfaat penggunaan struktur dan skala Upah (SUSU) bagi pekerja dan pengusaha:
Bagi Pekerja
- Menjamin aspek keadilan, di mana pekerja mendapatkan upah yang sesuai dengan tanggung jawab dan kualifikasinya.
- Meningkatkan kenyamanan dan motivasi kerja karena adanya peluang untuk mendapatkan upah lebih tinggi berdasarkan prestasi dan pengalaman.
- Membantu pekerja memahami proses pengembangan karier dan tahapan untuk mencapai penghasilan yang lebih tinggi seiring berjalannya waktu.
- Menciptakan suasana yang kondusif untuk peningkatan profesionalisme dan produktivitas.
Bagi Pengusaha
- Membantu perusahaan mewujudkan nilai-nilai dan tujuan filosofisnya. Ini menciptakan konsistensi dalam budaya perusahaan.
- Memudahkan perusahaan dalam mengendalikan biaya dengan menyusun pengaturan upah yang sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan.
- Menciptakan nilai upah yang kompetitif, sehingga perusahaan dapat menarik dan mempertahankan pekerja berkualitas, yang merupakan aset berharga untuk pertumbuhan bisnis jangka panjang.
- Menciptakan ketenangan dan kelangsungan berusaha, sehingga perusahaan dapat lebih kompetitif dalam industri, yang dapat menghasilkan stabilitas dan kelangsungan bisnis yang lebih baik.
Tok! UMP 2024 Resmi Naik
Upah Minimum Provinsi atau UMP 2024 dipastikan naik. Kenaikan upah minimum tersebut sesuai dengan aturan baru yang terbitkan pemerintah tentang pengupahan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Melalui aturan baru ini, maka upah minimum yang salah satunya soal upah minimum provinsi atau UMP 2024 dipastikan akan naik.
"Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk penghargaan kepada teman-teman pekerja/buruh yang telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi kita selama ini," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, dikutip Sabtu (11/11/2023).
3 Komponen Kenaikan UMP 2024
Ida menjelaskan, kepastian kenaikan upah minimum tersebut diperoleh melalui penerapan Formula Upah Minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 yang mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α).
Indeks Tertentu sebagaimana dimaksud ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata/median upah. Selain itu, hal yang menjadi pertimbangan lainnya faktor-faktor yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan.
"Dengan ketiga variabel tersebut, kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan pada suatu daerah telah terakomodir secara seimbang, sehingga Upah Minimum yang akan ditetapkan dapat menjadi salah satu solusi terhadap kepastian bekerja dan keberlangsungan usaha," katanya.
Dengan adanya ketentuan tersebut, sebut Ida, maka ada penguatan Peran Dewan Pengupahan Daerah berupa peran tambahan untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah, dalam rangka penerapan upah minimum serta struktur dan skala upah di perusahaan pada wilayahnya masing-masing.
Dampak Kenaikan UMP 2024
"Kenaikan upah minimum dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya berdampak terserapnya barang dan jasa yang diproduksi oleh pengusaha, sehingga perusahaan ikut berkembang dan mendorong terbukanya lapangan kerja baru," katanya.
Selain itu menurut Ida, dengan adanya ketentuan pengupahan sebagaimana diatur dalan PP Nomor 51 Tahun 2023 maka akan menciptakan kepastian berusaha bagi dunia usaha dan industri. Sehingga keberadaan PP ini diharapkan juga akan mewujudkan sistem pengupahan yang berkeadilan di perusahaan, salah satunya dengan penerapan struktur dan skala upah.
"Penerapan struktur dan skala upah akan memotivasi peningkatan produktivitas dan kinerja pekerja/buruh karena pekerja/buruh akan dibayar upahnya berdasarkan output kerja atau produktivitasnya," ujarnya.
Advertisement
Kenaikan Upah Minimum
Ia menambahkan, selain kepastian kenaikan upah minimum, mendorong daya beli masyarakat, serta memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan industri, PP Pengupahan yang baru diterbitkan ini juga bertujuan untuk mencegah disparitas atau kesenjangan upah antar wilayah.
"Jadi dalam hal mencegah kesenjangan atau disparitas upah minimum antar wilayah, PP Nomor 51 Tahun 2023 ini lebih baik dari pada regulasi pengupahan yang pernah ada selama ini," katanya.
Ida pun menyatakan bahwa PP yang diterbitkan pada 10 November 2023, bertepatan dengan Hari Pahlawan tersebut merupakan dasar untuk penetapan Upah Minimum tahun 2024 dan seterusnya.
"Selanjutnya kami meminta para Gubernur, Kepala Dinas yang membidangi ketenagakerjaan, serta Dewan Pengupahan Daerah agar menjalankan tugas sebagaimana amanat peraturan pemerintah ini, dan penetapan Upah Minimum Provinsi ditetapkan paling lambat tanggal 21 November dan untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota tanggal 30 November," ujarnya.
Kenaikan UMP 2024 Bakal Lebih Kecil dari Perhitungan Buruh?
Kelompok buruh menilai perhitungan kenaikan UMP 2024 masih belum sesuai perhitungan. Sehingga potensi menimbulkan kenaikan upah minimum provinsi tahun depan yang belum sesuai harapan.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mempertanyakan komponen indeks tertentu (alfa) yang jadi perhitungan kenaikan UMP 2024, selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Indeks tertentu itu kan alfa, itu masih membingungkan, soalnya perhitungannya baru dan tidak ada sebelumnya," kata Elly kepada Liputan6.com, dikutip Jumat (10/11/2023).
Elly lantas mengibaratkan, kenaikan upah akan menggunakan formula yang pernah diatur pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Dengan rumusan, inflasi plus pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu.
Sehingga, besar kecilnya UMP kelak tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi di setiap daerah, karena tidak menggunakan lagi acuan nasional. Sementara untuk menghitung Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menggunakan inflasi tingkat provinsi, dan pertumbuhan ekonomi tingkat kabupaten/kota.
"Ini sebenarnya menjadi persoalan, ada beberapa kabupaten/kota yang inflasinya tinggi tapi ada juga yang tidak memiliki inflasi. Seharusnya untuk UMK menggunakan inflasi kabupaten/kota bagi yang memiliki inflasi, tapi bagi kabupaten/kota yang tidak memiliki inflasi baru menggunakan inflasi provinsi, bukan dibuat sama rata," paparnya.
Di sisi lain, Elly menilai indeks tertentu dengan rentang 0,1-0,3 yang ditentukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengganti PP 36/2021 terlalu rendah. "Seharusnya apabila tujuan untuk mendorong daya beli rentang alfa yang ideal antara 0.5-1," paparnya.
Advertisement