Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi buka kemungkinan untuk menaikan tarif batas atas (TBA) pesawat. Menyusul desakan untuk meninggikan patokan harga tiket pesawat dari pengusaha penerbangan.
Menhub menyampaikan, saat ini sudah ada beberapa maskapai penerbangan yang mengajukan kenaikan tarif batas atas pesawat ini.
Baca Juga
"Kami sedang me-review. Kalau fair-nya seharusnya kita memang mempertimbangkan itu menaikkan Tarif Batas Atas. Tapi kami biasanya sangat berhati-hati menghitung harga pokok itu berapa dan dikonsultasikan ke YLKI, beberapa pengamat, kemudian minta persetujuan Menkomarinves. Tapi ada kecenderungan untuk melakukan itu," ujarnya saat ditemui di Gedung Sarinah, Jakarta, dikutip Sabtu (30/12/2023).
Pertimbangannya, ada empat faktor utama yang membuat batas tarif pesawat melonjak. Menhub menilai kondisi ini juga terjadi di lingkup internasional, dimana industri aviasi memang tengah proses recover.
Advertisement
"Faktornya banyak, faktor utama adalah nilai leasing-nya naik, harganya naik. Kedua suku cadangnya terbatas. Ketiga avturnya mahal. Keempat adalah jumlah yang berpergian berkurang," paparnya.
"Nah, kita imbasnya di tiga. Satu leasing-nya mahal, dua suku cadang mahal dan jarang, yang ketiga avturnya naik," kata Menhub.
Operasional Mahal
Selain itu, ia melihat jumlah armada pesawat di Tanah Air masih terbatas. Ditambah berbicara soal suku cadang yang juga berjumlah minim dan kian mahal.
"Kembali ke Indonesia, maka jumlah pesawat yang ada di Indonesia berkurang. Dari 650 sekarang tinggal 400an. 400 pun dengan keadaan suku cadang terbatas, bisa berkurang lagi tahun depan," tutur Menhub.
Asosiasi Maskapai Minta Tarif Batas Atas Dihapus, Kemenhub Buka Suara
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati ikut buka suara soal usulan penghapusan tarif batas atas (TBA) angkutan pesawat. Menurutnya, hal itu perlu mempertimbangkan banyak aspek.
Adita bilang, untuk melakukan revisi TBA perlu merubah serangkaian aturan, mulai dari undang-undang hingga peraturan menteri. Apalagi, jika langkah yang dilakukan adalah menghapus TBA.
"Revisi TBA pasti harus beberapa faktor harus terpenuhi. Kita tentunya terus diskusi sama asosiasi nantinya kita tentu butuh ada surat dari asosiasi atau maskapai. Terus terang sampai saat ini belum ada surat resmi dari asosiasi. Makanya hal-hal itu, kita sebagai regulator harus tindaklanjut berdasarkan hitam diatas putih," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (13/11/2023).Dia menyebut hingga saat ini belum ada surat yang masuk ke Kemenhub dari asosiasi maskapai penerbangan. Dia juga belum membuka opsi untuk melakukan revisi TBA angkutan pesawat rerbang.
Lindungi Masyarakat
Menurut dia, hadirnya batas atas tarif itu untuk melindungi masyarakat dari sisi daya beli. Pada sisi yang lain, batasa tarif yang ditetapkan juga untuk memproteksi pendapatan maskapai.
"Belum ada. Karena kalau dibaca di UU yang ada kan tujuan batas atas dan bawah itu kan memproteksi dua pihak. Si operator sendiri dan juga masyarakat. Agar tidak terlalu turun itu merugikan maskapai, kalau terlalu tinggi bebankan masyarakat. Jadi ada koridornya itu. Nah kalau emang mau dihapus harus diskusi dulu gimana proteksi dua pihak," bebernya.
Adita menegaskan, aspek yang paling penting adalah menangkap setiap aspirasi pemangku kepentingan. Didalamnya termasuk maskapai, dan masyarakat.
"Jadi kami tugasnya menjaga keberimbangan industri, keterjangkauan masyarakat, dan bagaimana perusahaan operator sustain melayani sekaligus menjaga faktor keselamatan di penerbangan tetap terjaga. Kemudian UU ditetapkan begitu juga kan dulu pertimbangannya agar semua kepentingan terwakili," jelas Adita.
Advertisement
Butuh Kajian
Lebih lanjut, Adita mengatakan masih perlu kajian secara menyeluruh jika diperlukan adanya perubahan aturan mengenai TBA pesawat. Ada sejumlah aspek yang menjadi sorotan.
Misalnya, keterjangkaun masyarakar atas tarif yang ditetapkan hingga dampaknya kepada inflasi yang bersumber dari tarif.
"Kan itu cuma terkait mengubah Peraturan Menteri tenru kita akan kaji dulu ya dampaknya terhadap, tadi keterjangkauan masyarakat, kepada inflasi, kepada sektor lain. Karena misalnya di daerah timur dan kepulauan itu kan jadi alat produksi juga bukan cuma transportasi. Memang perlu dikaji dulu dampaknya," tuturnya.
"Kemarin mungkin kita ada skema fuel surcharge, ketika ada kenaikan Avtur diberikwn ruang untuk menerapkan kenaikan tarif temporer. Ini akan dikaji dulu, masyarakat aja keluh kesah harganya ketinggian," pungkas Adita.
Â