Liputan6.com, Jakarta - Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3 Mahfud MD buka-bukaan realisasi impor pangan yang dilakukan oleh pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mulai dari impor kedelai hingga impor beras yang dilakukan pemerintah.
Mahfud MD awalnya melayangkan pertanyaan kepada Cawapres Nomor Urut 2 Gibran Rakabuming Raka. Mahfud mengungkit pertanyaan yang dilayangkan oleh Prabowo Subianto pada kontestasi politik 2019 lalu saat berhadapan dengan Jokowi.
Mahfud MD membeberkan data impor yang dilakukan pemerintah hingga saat ini. Rinciannya ada impor kedelai 2 juta ton, impor susu 280 juta ton, impor gula pasir 4 juta ton, hingga impor beras 2,8 juta ton.
Advertisement
"Pertanyaan saya bukan itu, pertanyaannya itu dulu Pak Prabowo bertanya, katanya Pak Jokowi ndak mau impor beras," ungkap Mahfud dalam Debat Cawapres 2024, di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
"Tapi faktanya per hari ini, nih, catatan datanya harus dibaca, impor kedelai 2 juta ton, susu 280 juta ton, gula pasir 4 juta ton, beras 2,8 ton, daging sapi 168 juta ton," imbuhnya.
Dia membandingkan jutaan impor pangan ini dengan komitmen Presiden Jokowi di debat kontestasi politik 2019 lalu. Ternyata, Mahfud menilai malah terjadi peningkatan jumlah impor pangan RI.
"ini, ini hasilnya seberapa dari hasil debat dulu yang tanggal 17 juli itu, perkembangannya berapa, semakin besar nih angkanya, semakin banyak impornya, semakin terdiversifikasi juga impornya dari data ini," tegas dia.
Bos Bapanas: Kita Tidak Bangga Impor Pangan
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan opsi impor bahan pangan adalah pilihan terakhir. Meski, ada sejumlah bahan yang perlu dipenuhi stoknya, seperti beras.
Arief mengatakan, sejatinya pemenuhan stok untuk ketahanan pangan perlu didapat sebanyak-banyaknya dari produksi dalam negeri.
“Perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa kita tidak bangga melakukan importasi. Jadi ini harus diketahui oleh seluruh pihak, kita tidak bangga. Untuk ketersediaan nasional, kita harusnya memang mempersiapkan dengan baik dengan bersumber dari di dalam negeri. Jadi tetap mengutamakan produksi dalam negeri,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (20/12/2023).
Menurutnya, ketahanan pangan nasional perlu berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Caranya, dengan memaksimalkan pemanfaatan produksi dalam negeri.
Advertisement
Alternatif Terakhir
"Jadi untuk komoditas pangan yang bisa kita produksi sendiri dari dalam negeri, kita harus optimalkan. Jadi ekonominya itu jangan ada di luar negeri. Kalau bisa, kita geser ke Indonesia, tentunya di-lead oleh kementerian teknis dan kita dukung bersama-sama. Nah Badan Pangan Nasional lebih ke arah pasca panen,” paparnya.
Arief mengatakan kebijakan impor dilakukan sebagai alternatif terakhir di tengah dinamika produksi dan konsumsi yang mengalami pergeseran akibat perubahan iklim, fenomena El Nino, dan disrupsi akibat dampak pandemi. Sementara Indonesia memerlukan produksi beras yang mampu melebihi dari 1 juta hektar per bulan. Apabila tidak, diperkirakan neraca pangan akan mengalami defisit.
“Kalau kita tidak menanam sampai dengan 1 juta hektar, maka neraca pangan kita defisit. Bapak Presiden Joko Widodo telah perintahkan untuk mempersiapkan produksi dalam negeri. Sebelumnya belum optimal kita kerjakan karena kondisi kekurangan air. Tetapi setelah November dan Desember, utamanya di Desember sudah ada hujan, sudah turun di beberapa tempat. Ini memang agar secara optimal, kita bersama-sama harus mendorong untuk tanam,” kata Arief.