Liputan6.com, Jakarta Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa media sosial memiliki efek negatif pada kepercayaan diri. Hal ini tidak hanya berlaku untuk perasaan orang tentang penampilan dan status sosial mereka, tetapi juga kesejahteraan finansial dan status ekonomi mereka.
Sebuah istilah baru, money dysmorphia atau “dismorfia keuangan”, bertujuan untuk menggambarkan pandangan yang menyimpang tentang keuangan seseorang dengan membandingkan situasi keuangan mereka dengan orang lain dan merasa diri mereka tidak mampu.
Survei dari Credit Karma yang dikutip dari CNBC, Sabtu (16/3/2024) menunjukkan hampir sepertiga, atau 29%, warga Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka sekarang mengalaminya
Advertisement
"Dismorfia keuangan adalah seperti versi masa kini dari Keeping Up With The Joneses" kata penasihat keuangan konsumen di Credit Karma, Courtney Alev. Keeping Up With The Joneses adalah film aksi komedi yang dirilis tahun 2016.
Tidak mengherankan, dismorfia keuangan bahkan lebih banyak terjadi di kalangan generasi muda. Credit Karma mencatat bahwa sekitar 43% dari Generasi Z dan 41% dari generasi milenial selalu perbandingan dengan orang lain dan merasa tertinggal secara finansial.
"Ini sudah menjadi masalah sejak lama, tapi media sosial telah membawanya ke tingkat yang lebih tinggi," ujar perencana keuangan bersertifikat dan pendiri Life Planning Partners di Jacksonville, Florida, Carolyn McClanahan.
Credit Karma menemukan bahwa banyak di antara mereka yang mengalami dismorfia keuangan karena memiliki tabungan di atas rata-rata, namun, mereka juga cenderung mengaku terobsesi dengan ide menjadi kaya. "Ada "distorsi antara persepsi dan kenyataan," kata Alev.
Hanya 14% Warga AS Menganggap Dirinya Kaya
Edelman Financial Engines dalam laporannya menemukan bahwa perasaan berkecukupan semakin sulit dipahami, hampir terlepas dari berapa banyak uang yang anda miliki.
Sementara itu, survei keuangan konsumen dari Federal Reserve menemukan bahwa kekayaan bersih rata-rata rumah tangga telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, naik 37% antara 2019 dan 2022.
Namun, menurut Edelman Financial Engines, hanya 14% orang Amerika yang menganggap diri mereka kaya dan batasannya semakin jauh dari jangkauan.
Faktanya, LendingClub menemukan lebih dari separuh orang Amerika yang berpenghasilan lebih dari USD 100.000 per tahun mengatakan bahwa mereka hidup dari gaji ke gaji.
Periode inflasi dan ketidakstabilan yang tinggi dan berkepanjangan telah mengikis daya beli dan kepercayaan diri sebagian besar konsumen. Instagram juga turut menjadi penyebabnya.
"Apa yang kami temukan adalah hubungan yang sangat kuat antara perasaan buruk tentang situasi keuangan anda dan seberapa banyak waktu yang anda habiskan di media sosial," ujar direktur perencanaan keuangan di Edelman Financial Engine, Isabel Barrow.
Hasil studi Edelman Financial Engines juga menunjukkan bahwa sekitar seperempat konsumen merasa kurang puas dengan jumlah uang yang mereka miliki karena media sosial.
Hal ini bahkan dapat membuat beberapa orang mengeluarkan uang secara berlebihan untuk hal-hal yang tidak penting seperti liburan, renovasi rumah, atau barang-barang mewah karena tekanan untuk mengikuti "digital Joneses".
Barrow, yang baru-baru ini menghapus akun Instagram-nya sendiri, menyarankan orang lain untuk mengurangi waktu di media sosial dan menghapus rincian pembayaran yang tersimpan secara online untuk membantu menciptakan "rintangan pembelian" yang memaksa anda untuk memikirkan keputusan pembelian.
"Terkadang anda harus membuat pagar pembatas untuk diri anda sendiri," katanya.
Kemudian, McClanahan menambahkan bahwa kondisi psikologi keuangan perlu diperhatikan.
"Ada persepsi bahwa anda harus menggambarkan diri anda sebagai orang yang sukses dan itu berarti memiliki jam tangan mahal atau mobil bagus dan itu tidak benar," katanya.
Dikatakan Anda harus memastikan bahagia. Barang-barang saja tidak akan membuat anda bahagia.
Advertisement