Beras SPHP Dioplos dan Dijual Mahal, Bos Bulog: Ini Masalah Besar

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa praktik pengoplosan beras sebenarnya merupakan hal yang lazim di sektor perberasan nasional. Namun, yang dilarang adalah adanya penipuan.

oleh Arief Rahman H diperbarui 19 Mar 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2024, 09:30 WIB
beras SPHP diterjunkan
Berkaca pada kasus di Malang, diduga ada unsur penipuan karena pelaku mengemas ulang beras SPHP Bulog menjadi beras premium dan dijual dengan harga mahal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi buka suara terkait adanya dugaan pengoplosan beras subsidi di Malang, Jawa Timur. Menurutnya, praktik mencampur beras bersubsidi jadi masalah besar.

Diketahui, Polresta Malang menetapkan salah satu tersangka dalam kasus pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan ( beras SPHP). Pada kasus itu, tersangka menjual kembali beras yang sudah dikemas ulang dengan label beras premium dengan harga yang lebih tinggi.

"Yang jadi masalah paling besar kalau ada oplosan begitu itu sebenarnya kalau dia menggunakan beras yang bersubsidi. Karena dengan demikian terjadi pelanggaran penggunaan beras bersubsidi," tegas Bayu dalam BICARA BUMN bertajuk 'Bicara Stok dan Harga Beras Terkini' di Media Center Kementerian BUMN, Jakarta, dikutip Selasa (19/3/2024).

Bayu mengatakan, praktik pengoplosan beras sebenarnya merupakan hal yang lazim di sektor perberasan nasional. Namun, yang dilarang adalah adanya penipuan.

Berkaca pada kasus di Malang, diduga ada unsur penipuan karena pelaku mengemas ulang beras SPHP Bulog menjadi beras premium dan dijual dengan harga mahal.

"Yang dilarang oleh undang-undang itu kalau menipu. Maksudnya menipu adalah (misalnya) saya bilang beras ini adalah beras Cianjur (merek) Kepala Murni, tapi ternyata di dalamnya dioplos. Nah itu kena undang-undang label, kena undang-undang penipuan karena dia menipu jenis beras," tuturnya.

"Tapi kalau tidak memberikan informasi itu sebenarnya praktiknya adalah praktik yang suatu hal yang sangat biasa dalam bisnis perberasan," sambung Bayu.

 

Kemas Ulang Beras Bulog

Beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP). (Dok Bulog)
Beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP). (Dok Bulog)

Diberitakan sebelumnya, Polres Malang menetapkan seorang perempuan berinisial EH (37), tahun warga Dusun Krajan, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Sebagai tersangka kasus penyalahgunaan beras Bulog.

Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih mengatakan bahwa EH ditetapkan sebagai tersangka usai dilakukan penyelidikan terkait aktivitas mengemas ulang beras Bulog dan kemudian dijual dengan merek tertentu dengan harga lebih tinggi.

"Tersangka melakukan aktivitas pengemasan kembali beras Bulog program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi dua merek tertentu dengan tujuan dijual kembali dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak," kata Imam, Senin (18/3/2024).

Imam menjelaskan, praktik mengemas ulang beras Bulog dan menjualnya kembali menjadi beras jenis premium tersebut bermula pada Oktober 2023. Saat itu, tersangka melihat harga komoditas beras terus mengalami kenaikan dan kemudian memulai usaha jual beli beras.

Usaha tersebut, lanjutnya, dilakukan di sebuah rumah atau gudang, di Jalan Kubu RT19/02 Dusun Krajan, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang. Saat itu, tersangka mempekerjakan satu orang karyawan yang saat ini berstatus saksi berinisial EAP.

"Kemudian pada Januari 2024, tersangka melihat ada peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kemudian tersangka membeli beras Bulog program SPHP," katanya.

 

Modus

Penyaluran Beras Untuk SPHP di Kota Bogor
Aktivitas pendistribusian beras untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) saat kegiatan Operasi Pasar Bulog Siaga di kawasan Mulyaharja, Bogor, Senin (4/3/2024). (merdeka.com/Arie Basuki)

Ia menambahkan, pembelian beras Bulog program SPHP tersebut tidak sesuai ketentuan dan dilakukan dari marketplace yang ada pada salah satu aplikasi tertentu. Tersangka membeli beras Bulog dari marketplace tersebut dengan harga Rp690 ribu per 50 kilogram.

"Selain itu, tersangka juga melakukan pembelian beras Bulog SPHP dari seorang laki-laki yang tidak dikenal, dengan cara langsung datang ke tempat usaha tersangka," katanya.

Pembelian beras Bulog tersebut, dilakukan tersangka secara berkala dan tidak dalam jumlah besar sekaligus. Namun, barang bukti yang disita petugas mencapai 2,1 ton termasuk sejumlah barang bukti lain seperti karung beras merek tertentu yang dijadikan wadah baru beras Bulog.

Sebagai informasi, beras Bulog atau beras program SPHP dijual dengan Herga Eceran Tertinggi (HET) Rp10.900 per kilogram atau Rp54.500 per lima kilogram. Dalam sejumlah kegiatan operasi pasar atau pasar mudah, beras Bulog dijual Rp50 ribu per lima kilogram.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya