Peneliti Indonesia Unjuk Gigi di Tokyo, Ungkap Kunci Atasi Masalah Rokok

Faktor kunci keberhasilan untuk mengatasi masalah merokok ialah membangun strategi komunikasi yang efektif, baik langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan peran media sosial, teknologi digital, dan kolaborasi dengan figur publik.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Mei 2024, 21:20 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 21:20 WIB
Gappri
Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering.

Liputan6.com, Jakarta Konferensi The 15th Asian Conference on The Social Sciences (ACSS 2024) yang diselenggarakan oleh International Academic Forum (IAFOR) telah digelar di Tokyo pada Minggu, 26 Mei 2024. Dua peneliti dari Indonesia, Prof. Kholil dan Hifni Alifahmi pun berkesempatan menghadiri konferensi tersebut.

Pada kesempatan itu, kedua peneliti memaparkan hasil kajian mereka mengenai strategi komunikasi untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok di Indonesia dengan pendekatan pengurangan risiko.

Acara konferensi dimulai dengan presentasi panel oleh Donald E. Hall yang menyampaikan  pemaparan berjudul The Work of the University in Perilous Times membahas bagaimana peran universitas mendorong komitmen bersama untuk pemahaman interdisipliner, kesadaran diri dan empati dalam menghadapi tantangan global yang semakin tidak menentu.

Selain itu, Umberto Ansaldo juga menyampaikan pemaparan berjudul Can Today’s Universities Contribute to a Better Future? yang menekankan pentingnya keterbukaan akademik dalam penelitian, advokasi dan kolaborasi untuk memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat.

Acara berlanjut dengan sesi presentasi oral dimana Kholil menjelaskan latar belakang masalah merokok di Indonesia serta dampaknya terhadap kualitas hidup yang terancam baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial.

Alasan Orang Merokok

Kholil menyebutkan bahwa seseorang mulai merokok pada dasarnya karena dua alasan utama yakni kebiasaan atau budaya dalam keluarga dan pergaulan dengan rekan kerja, teman atau kelompok sebaya.

Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi persuasif dengan pendekatan pengurangan risiko terutama bagi perokok sebagai target audiens tersegmentasi sesuai dengan kebutuhan dan preferensi spesifik mereka.

“Dari hasil kajian tersebut, kami menemukan bahwa demografi, ekonomi, dan sosial budaya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya mengatasi masalah merokok, namun menjadi signifikan setelah melalui variabel intervening strategi komunikasi. Oleh sebab itu, strategi komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok dan upaya pengurangan risikonya” ujar Kholil.

 

 

Kontributor Terbesar

Ilustrsi rokok (Istimewa)
Ilustrsi rokok (Istimewa)

Berdasarkan analisis deskriptif, aspek kesehatan, kebijakan pemerintah, dan ekonomi merupakan kontributor terbesar terhadap strategi komunikasi dengan model pengurangan risiko ini.

Oleh karena itu, narasi pengurangan risiko yang efektif untuk masalah merokok harus didasarkan pada aspek-aspek tersebut. Strategi komunikasi ini juga menggunakan model kolaborasi HexaHelix yang melibatkan akademisi, masyarakat umum, pemerintah, pelaku usaha, media dan organisasi masyarakat untuk bersama mengatasi masalah tersebut. 

“Komitmen dan kebijakan yang tepat sasaran dari pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi, yakni membedakan strategi untuk non-perokok agar tidak mulai merokok, perokok aktif yang ingin berhenti merokok dan perokok aktif yang sulit berhenti merokok” lanjut Kholil.

Faktor kunci keberhasilan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi tersebut ialah membangun strategi komunikasi yang efektif, baik langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan peran media sosial, teknologi digital, dan kolaborasi dengan figur publik agar pesan yang disampaikan dapat tepat sasaran pada tiga target, yaitu non-perokok, perokok berhenti (quitter) dan perokok beralih (switcher).

 

 

 

Strategi Komunikasi

Petugas Bea Cukai Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal Lintas Provinsi
(Foto:Dok.Bea Cukai)

Untuk membangun strategi komunikasi tersebut, narasi harus memuat faktor kesehatan, sosial budaya dan ekonomi. Kesehatan adalah prioritas utama karena semua perokok sadar bahwa merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, dan pengobatan penyakit akibat merokok memerlukan biaya yang mahal.

Pendekatan pengurangan risiko menjadi salah satu narasi yang diperlukan untuk membantu perokok yang sulit berhenti merokok agar beralih ke produk alternatif.

Hifni, salah satu peneliti, mengatakan pemaparan hasil studi di acara ini menjadi kesempatan untuk bertukar ilmu dan pengalaman dalam mengkaji strategi komunikasi yang tepat untuk mengatasi masalah merokok.

“Segmentasi dalam strategi komunikasi berperan penting untuk menentukan narasi yang tepat agar pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audiens yang dituju. Usia, latar belakang pendidikan, budaya, dan kondisi ekonomi dari audiens juga berpengaruh.” ujar Hifni.

Kajian strategi komunikasi untuk mengatasi masalah merokok ini harapannya dapat membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan solutif. “Kami siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengembangkan strategi komunikasi persuasif-tersegmentasi dan melakukan kajian lebih lanjut.” jelas Hifni.

 

 

Infografis Rokok Kalahkan Telur dan Ayam, Tertinggi Kedua Setelah Beras
Infografis Rokok Kalahkan Telur dan Ayam, Tertinggi Kedua Setelah Beras (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya