Apindo: Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Tidak Wajib

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tapera.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 31 Mei 2024, 15:40 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2024, 14:00 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tapera.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang kebijakan iuran Tapera.

Sebagai informasi, kebijakan terbaru mengenai tarif Tapera diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2024.

Aturan tersebut menunjukkan, simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta, atau dari penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja.

“PP No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Mei 2024 lalu, kami nilai sebagai duplikasi program existing, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. Sehingga kami berpandangan TAPERA dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” kata Shinta dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jumat (31/5/2024).

Dengan itu, APINDO danKSBSI menyarakan, pemerintah baiknya lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, dimana sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 % (138 Triliun).

Karena Aset JHT sebesar 460 Triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahanbagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimalpemanfaatannya, jelas Shinta.

KSBSI: Pemerintah Dapat Maksimalkan MLT BPJS Ketenagakerjaan

Adapun, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban memaparkan bahwa pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.

“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” ujar Elly.

“Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh. Kami menganggap. Undang-Undang TAPERA bukanlah Undang-Undang yangmendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini,” jelas dia.

Dalam kesempatan itu, APINDO dan KSBSI juga mengungkapkan bahwa keduanya akan membentuk tim untuk menyusun Kertas Posisi dalam menyikapi kebijakan terbaru Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Perlu Tapera, Pekerja Bisa Beli Rumah Lewat Program BPJS Ketenagakerjaan Ini

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, saat ditemui di Kantor APINDO, Kamis (1/2/2024). (Tira/Liputan6.com)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, saat ditemui di Kantor APINDO, Kamis (1/2/2024). (Tira/Liputan6.com)

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengoptimalkan manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sebagai ganti program Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

"Rekomendasi kami adalah optimalkan apa yang sekarang dulu melalui BPJS Ketenagakerjaan MLT (MLT Perumahan Pekerja). Kemudian biar pemerintah terserah kalau mau mulai untuk ASN dan TNI/POLRI, silakan," ujar Shinta dikutip dari Antara, Jumat (31/5/2024).

Shinta menyebut, Apindo selalu mendukung pemerintah untuk memberikan kesejahteraan pekerja berupa hunian yang layak. Namun demikian, Apindo menilai bahwa program Tapera memiliki mekanisme yang sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Apindo telah melakukan inisiasi Kick Off penandatangan kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan dua Bank Himbara yakni BTN dan BNI, serta empat bank daerah seperti Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.

"Kita juga sudah sama dengan bank-bank, Bank Himbara, bank-bank daerah, dengan memberikan KPR Rp500 juta, ada uang muka Rp150 juta, ada untuk renovasi dan lain-lain. Jadi itu saya rasa memadai untuk bisa kita mulai dari situ," kata Shinta.

Apindo merekomendasikan Pemerintah memanfaatkan program yang sudah ada. Apindo juga akan menyosialisasikan dan mendorong para pekerja untuk memaksimalkan layanan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.

"Prinsipnya, kita untuk jaminan sosial ini sudah meng-cover sebagian untuk perumahan, dan ini yang kita mau terus dorong dan mau kita optimalkan supaya lebih banyak pekerja yang bisa memanfaatkan," ucapnya.

 


Diteken Jokowi

Rumah KPR
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Presiden Joko Widodo pada Senin (20/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajiban, dan memungut simpanan peserta dari pekerja.

Besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.

Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dengan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan.

Infografis Bantuan DP Rumah Pekerja Informal
Infografis Bantuan DP Rumah Pekerja Informal
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya