Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyoroti jumlah populasi penduduk yang terus meningkat, krisis iklim, serta pembatasan ekspor dan kondisi geopolitik yang tengah terjadi. Sehingga membuat banyak negara harus berkutat dengan persoalan ketahanan pangan.
Menurut dia, persoalan ketahanan pangan harus dibahas secara utuh dari hulu ke hilir, khususnya menyangkut beras yang jadi komoditas pangan utama di Tanah Air. Termasuk dari proses produksi, distribusi sampai konsumsi.
Baca Juga
Bayu menyatakan, Bulog hanya bisa menyerap gabah, bila produksinya ada. Pihaknya pun berkomitmen untuk terus memprioritaskan penyerapan gabah dalam negeri.
Advertisement
"Saat ini kami telah menyerap kurang lebih 700 ribu ton, lebih dari target yang telah ditugaskan oleh pemerintah sebesar 600 ribu ton. Kami optimis bisa menyerap lebih dari 900 ribu ton setara beras pada tahun ini. Impor hanya dilakukan bila perlu, melihat neraca beras yang ada," ujar Bayu dalam pernyataan tertulis, Kamis (13/6/2024).
Cadangan Beras Pemerintah
Adapun dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikuasai Perum Bulog saat ini sebanyak 1,8 juta ton, 30 persen berasal dari stok dalam negeri. Bayu menilai ini tentunya merupakan suatu pencapaian tersendiri, mengingat masa pengadaan dalam negeri yang singkat dikarenakan masa panen padi yang pendek sekitar 2-3 bulan.
Untuk bisa menyerap gabah dalam negeri secara maksimal, pengadaan Perum Bulog memiliki beberapa mekanisme.
"Pertama adalah membeli gabah, tunggu di gudang. Hal ini hanya bisa dilakukan di 10 sentra penggilingan padi yang dimiliki Perum Bulog, dimana kita bisa menyerap gabah dalam jumlah yang cukup banyak," terang dia.
"Pilihan kedua adalah membeli gabah dengan cara menjemput ke petani. Mekanisme ketiga adalah membeli beras asalan dari penggilingan-penggilingan padi kecil yang kita beli dan olah sehingga menghasilkan beras sesuai kemauan pasar," urainya.
Penyerapan Gabah
Meski penyerapan gabah dalam negeri sudah optimal, namun persoalan serius, terdapat pada proses produksi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencapai 22,55 juta ton.
Di sisi lain, Bulog pun mulai masuk ke ranah hulu dengan memiliki program bernama Mitra Tani. Sebab, Bayu melihat tantangan menjadi petani kian besar dan berat. Sehingga harus didampingi dan dibantu untuk bisa membantu peningkatan produktivitas.
"KPI (key performance indicator) kami adalah meningkatkan produktivitas petani melalui program ini, bukan semata-mata hanya untuk bisa mendapatkan beras. Kalau petani bisa meningkatkan produktivitasnya, maka secara makro ada peningkatan produksi beras. Saat ini sudah ada 250 hektar lahan yang dikelola dalam program ini," tuturnya.
Advertisement
Melihat Besaran Ekspor Beras Kamboja yang Dilirik BULOG
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rencana program akuisisi beras Kamboja oleh Perum BULOG.
Jokowi mengatakan, akuisisi merupakan program bisnis yang biasa dilakukan perusahaan BUMN khususnya Bulog, yang memiliki peran untuk mengamankan stok cadangan beras pemerintah (CBP).
"Itu proses bisnis yang akan dilakukan Bulog sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras negara kita dalam kondisi aman. Daripada beli lebih bagus investasi," ungkap Jokowi di Hotel Fairmont, Jakarta, dikutip Rabu (12/6/2024).
Keputusan BULOG melirik akuisisi beras Kamboja dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, tampak dilakukan dengan berbagai faktor yang menarik.
Melansir laman Phnom Phenh Post, Kamboja saat ini berada di peringkat 10 sebagai produsen beras terbesar di dunia, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor, ungkap Federasi Beras Kamboja (CRF).
Produsen Beras ASEAN
Peringkat SeaSia.co menempatkan 6 negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Vietnam, Thailand, Filipina, Myanmar dan Kamboja sebagai produsen beras dominan pada tahun 2023.
Indonesia memimpin di Asia Tenggara dan menempati peringkat keempat secara global dalam produksi beras, dengan 34 juta ton, diikuti oleh Vietnam dengan 26,94 juta ton.
"Kamboja, meskipun merupakan negara kecil, adalah produsen beras utama, mengolah hampir enam juta ton per tahun dan menduduki peringkat ke-10 secara global. Kami berterima kasih kepada pemerintah yang memimpin transformasi dari negara kekurangan pangan pada tahun 1970an-1990an menjadi negara eksportir yang signifikan," kata Presiden CRF, Chan Sokheang.
Laporan terbaru dari CRF mengungkap besaran ekspor beras Kamboja pada bulan Januari 2024, yang mencapai 46.221 ton senilai USD 32,62 juta atau sekitar Rp. 531,8 miliar.
Puluhan ribu ton beras ini diekspor melalui 32 eksportir beras Kamboja ke 42 negara di seluruh dunia.
CRF mencatat, Kamboja mengekspor hampir 600.000 ton beras yang belum digiling ke negara-negara tetangga, senilai lebih dari USD 184 juta atau Rp.2,9 triliun.
Advertisement