Aturan Impor Disebut Jadi Penyebab Industri Tekstil Gulung Tikar? Begini Penjelasan Mendag Zulkifli Hasan

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tetap memberlakukan pertimbangan teknis (pertek) untuk barang jenis tekstil dan produk tekstil (TPT).

oleh Arief Rahman H diperbarui 20 Jun 2024, 09:45 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2024, 09:45 WIB
Aturan Impor Disebut Jadi Penyebab Industri Tekstil Gulung Tikar? Begini Penjelasan Mendag Zulkifli Hasan
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menampik peraturan yang dibuatnya tidak mendukung produk lokal hingga mengakibatkan penutupan produksi.(Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menampik peraturan yang dibuatnya tidak mendukung produk lokal hingga mengakibatkan penutupan produksi.

Dia menegaskan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tetap memberlakukan pertimbangan teknis (pertek) untuk barang jenis tekstil dan produk tekstil (TPT).

Sebelumnya, pengusaha konveksi dan asosiasi tekstil menilai Permendag 8/2024 memuluskan impor produk jadi. Alhasil, penjualan produk lokal kalah saing yang juga berdampak pada penurunan produksi hingga menutup pabrik.

Mendag Zulkifli menegaskan tekstil dan produk tekstil (TPT) tetap memerlukan pertek. Meski, aturan itu untuk memuluskan sejumlah kontainer yang tertahan di pelabuhan beberapa waktu lalu.

"TPT tetap pertek, loh bagaimana? Tekstilkan gak ada perubahan, gak ada, tetap. Besi baja, tekstil, enggak ada perubahan," tegas Mendag Zulkifli di Kantor Kemendag, Jakarta, dikutip Kamis (20/6/2024).

Dia menilai, tidak ada kaitannya arus masuk barang yang sudah diatur tadi dengan bangkrutnya industri tekstil. 

"Ya enggak ada kaitannya karena kalau tekstil TPT tetap tidak ada perubahan dalam Permendag 8," kata dia.

Pengawasan

Terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan Permendag 8/2024 sejatinya mengembalikan pokok aturan ke Permendag 25/2022. Ini mengubah beberapa syarat yang diatur dalam Permendag 36/2023.

"Memang kemarin konsepnya kembali ke permendag 25 jadi gak ada pertek, tapi pengawasannya dari post border dipindah ke border. Jadi ada pengawasan. Ya enggak usah khawatir," ujarnya.

Dia mengakui, pada penerapan Permendag 36/2023 ada pertek bagi produk jadi tekstil. Namun, setelah ada kondisi puluhan ribu kontainer tertahan, syarat itu untuk sementara dipermudah.

"Dulu pertek, terus arahan presiden itu disuruh ada beberapa waktu itu kembali ke permendag 25. Pokoknya permendag prinsipnya dinamis, tapi kita lihat perkembangannya. Tapi yang jelas kemarin dari post border pindah ke border, berarti kan sudah ada pengamanan," ujar dia.

 

Pengusaha Mengeluh

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Sebelumnya diberitakan, Adapun penerbitan Permendag 8/2024 ini menuai banyak kecaman dari pelaku usaha tekstil. Pengusaha industri konveksi skala kecil dan menengah memprediksi semakin banyak Industri Kecil Menengah (IKM) akan gulung tikar jika produk impor barang jadi mulus masuk ke Indonesia. Bahkan diprediksi penutupannya bisa mencapai 70 persen hingga akhir 2024.

Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman menyoroti berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Menurutnya aturan itu malah membuka kembali keran impor pakaian jadi yang dikhawatirkan menggerus pasar industri lokal dalam negeri.

Padahal, dia sudah mulai merasakan angin segar dari berlakunya Permendag 36/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang membatasi masuknya barang jadi ke Indonesia. Aturan ini semula berlaku efektif pada 10 Maret 2024, yang selanjutnya direvisi kembali oleh pemerintah.

"Sekarang terjadi ketika ada Permendag 8/2024 ini langsung, anehnya para penjual online itu, reseller itu berhenti kerja sama dengan IKM. Ini gimana nasib kami?," tanya Nandi di Kantor Kementerian Perindustrian beberapa waktu lalu. 

 

Produksi Turun

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Dia mengatakan, sejak terbitnya aturan baru tersebut, sudah banyak rekan-rekannya pengusaha IKM tidak memproduksi pesanan. Bahkan disebutkan sudah terjadi penurunan produksi sebesar 20 persen.

Nandi turut menanggapi isu kalau isi kontainer yang tertahan di pelabuhan berisi barang-barang atau pakaian jadi. Jika demikian, dia khawatir barang-barang itu mengalahkan produk lokal di pasar dalam negeri dan menggerus IKM sektor konveksi ini hingga 70 persen pada akhir 2024.

"Mudah-mudahan isu kontainer banyak ini jangan sampai isinya jangan sampai pakaian jadi, kalau pakaian jadi yaa mungkin di akhir 2024 aja bisa 70 persen yang tutup IKM," tegas dia.

Banjir Impor Tekstil Ancam Indonesia, Industri Besar dan UMKM Sama-Sama Kena Getah

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) dengan tegas menolak penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dianggap sebagai langkah mundur bagi kebangkitan industri tekstil nasional.

IKATSI menyatakan keprihatinannya atas regulasi baru ini yang dinilai akan berdampak buruk bagi seluruh sektor industri tekstil, baik manufaktur besar maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Ketua Umum IKATSI Muhammad Shobirin F Hamid mengungkapkan bahwa Permendag 8/2024 mencerminkan ketidakselarasan kebijakan dengan upaya revitalisasi dan peningkatan daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

“Kebijakan ini tidak hanya menurunkan optimisme para pelaku industri, tetapi juga menghambat perkembangan teknologi dan inovasi yang sedang berjalan," ujarnya.

Menurut Shobirin, regulasi ini dapat mengakibatkan penurunan daya saing yang akan berdampak pada turunnya produksi dan kualitas produk tekstil Indonesia. “Pada akhirnya akan mengurangi kemampuan sektor industri TPT menyerap tenaga kerja di Indonesia,” tuturnya.

Permendag 8/2024 juga dipandang sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan industri manufaktur tekstil besar dan UMKM. Banyak pelaku usaha yang baru saja mulai pulih dan bangkit dari dampak Permendag 36/2023 yang sebelumnya juga telah membebani sektor tersebut.

“Bagi UMKM yang baru saja menata ulang strategi bisnis mereka pasca-Permendag 36/2023, kebijakan baru ini bisa menjadi pukulan telak yang mematikan," tegas Shobirin.

 

Beberapa Dampak

Menurut dia, penurunan permintaan bahan baku lokal, peningkatan biaya produksi, serta ketidakpastian regulasi menjadi beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh para pelaku industri. Hal ini menyebabkan banyak pelaku UMKM terpaksa mengurangi kapasitas produksi bahkan menghentikan operasionalnya.

“IKATSI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali penerapan Permendag 8/2024, dan membuka ruang dialog dengan para asosiasi dan perkumpulan, serta pelaku industri TPT untuk mencari solusi terbaik demi keberlanjutan dan kemajuan industri TPT nasional.

Sementara itu, Pengamat Pertekstilan yang juga Mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengemukakan bahwa regulasi Permendag 8/2024 berpotensi meningkatkan ketergantungan pada produk impor.

“Ketika industri lokal tidak mampu bersaing karena regulasi yang tidak mendukung, pasar akan lebih memilih produk impor yang lebih murah dan berkualitas, yang pada akhirnya melemahkan industri domestik," jelasnya.

Rizal juga menyarankan agar pemerintah lebih cermat dalam merumuskan kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri lokal. “Diperlukan regulasi yang proaktif dan responsif terhadap kebutuhan industri serta mampu mendorong inovasi dan daya saing,” ujar dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya