Liputan6.com, Jakarta - Pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI) Andri Tedjadharma menggugat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI). Sidang gugatan tersebut bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (22/7/2024). Tak main-main, Andri Tedjadharma menggugat Kemenkeu dan Bank Indonesia senilai Rp 11 triliun.
Gugatan dilatarbelakangi penagihan dan pemaksaan pembayaran Rp 897 miliar oleh Kementerian Keuangan melalui PUPN dan KPKNL terhadap Bank Centris Internasional atau Andri Tedjadharma. Meski penagihan tersebut telah dibatalkan oleh putusan PTUN Jakarta dan PT TUN DKI Jakarta, KPKNL tetap bersikeras menyita harta pribadi Andri Tedjadharma.
Baca Juga
Harta pribadi Andri yang disita adalah lahan 3,2 hektare di Bali senilai Rp. 1 Triliun, lahan di Lembang Bandung senilai Rp 100 miliar, kantor di Jakarta Barat senilai Rp 6 miliar, dan villa di Mega Mendung, Bogor, juga senilai Rp 6 miliar.
Advertisement
Sebelumnya, kepada pihak KPKNL, Andri Tedjadharma juga sudah menegaskan bahwa harta pribadinya tidak terkait dengan persoalan BCI, dan meminta KPKNL untuk menyita harta yang relevan, yaitu lahan 452 hektar sesuai Akta 46, yakni perjanjian antara BCI dengan BI.
Akan tetapi, KPKNL melalui suratnya S-3048/KNL.0701/2023, dalam poin 2a, menyatakan menerima pengurusan piutang negara dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) tidak disertai barang jaminan.
Oleh karena itu, Andri pun menanyakan keberadaan sertifikat jaminan lahan seluas 452 hektar itu langsung ke Bank Indonesia melalui suratnya. Namun, tiga surat Andri bertanggal 25 September, 30 Oktober, dan 10 November 2023, tidak satu pun yang mendapat balasan atau jawaban dari Bank Indonesia.
Sehingga, kata Andri, proses pembuktian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara no 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST ini, menjadi penting dan menarik untuk kejelasan persoalan BLBI yang menyeret nama Bank Centris Internasional.
"Saya berharap masyarakat dapat mengikuti jalannya sidang gugatan Rp11 Triliun saya ini. Nantinya, masyarakat jadi akan mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas penyalahgunaan jaminan tanah seluas 452 hektar milik PT VIP yang telah menjadi jaminan BCI dalam perjanjian jual beli promes nasabah dengan BI pada 9 Januari 1998," kata Andri Tedjadharma dalam keterangan tertulis, Senin (22/7/2024).
Mediasi Gagal
Seperti diketahui, pada sidang mediasi yang gagal mencapai kesepakatan damai, kuasa hukum BI, Asep, dalam resume jawabannya mengatakan, pihak BI telah memberikan seluruh dokumen dalam pengalihan hak tagih BCI kepada BPPN.
Sementara pihak Kemenkeu dalam resume jawabannya tidak menyinggung soal jaminan lahan 452 hektar. Kemenkeu tetap kukuh menagih Andri untuk membayar atas kewajibannya.
"Tergugat I sepakat untuk mengakhiri perkara melalui mediasi/perdamaian hanya jika penggugat melakukan pelunasan atas kewajibannya terhadap negara," demikian Kemenkeu yang diwakili tim kuasa hukumnya, Dina Karlina A. Lubis SH MH, Ikko Aryo Wijoyono SH, dan Franklin I. A. Silalahi SH.
Advertisement
PT CIB dan PT BCI
Lebih jauh, Andri menambahkan, terkait akta No. 39 yang merupakan perjanjian BI dengan BPPN, dan menjadi dasar pemerintah (baca: BPPN, PUPN, KPKNL dan Satgas BLBI) menagih Bank Centris Internasional, sesungguhnya salah alamat.
"Akte 39 itu ternyata mengacu pada PT Centris International Bank (CIB), dengan rekening No. 523.551.000. Bukan rekening PT Bank Centris Internasional (BCI) dengan rekening No. 523.551.0016. Jadi, BPPN, PUPN, dan KPKNL, sudah salah menempatkan BCI sebagai penanggung hutang negara. Seharusnya mereka menagih ke CIB," jelas Andri.
Andri menegaskan, bukti hasil audit BPK menunjukkan bahwa Rp629 miliar dikreditkan BI ke rekening PT Centris International Bank (CIB) nomor 523.551.000. Bukan rekening BCI nomor 523.551.0016. "Penagihan harusnya dilakukan kepada CIB yang merupakan penanggung utang sebenarnya," pungkasnya.