Bos Apindo Usul Ini Guna Perkuat Industri Asuransi Indonesia

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menuturkan, banyak perusahaan, terutama UMKM, yang masih belum menyadari manfaat asuransi untuk mengelola risiko.

oleh Arief Rahman H diperbarui 25 Jul 2024, 18:25 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2024, 18:25 WIB
Bos Apindo Usul Ini Guna Perkuat Industri Asuransi Indonesia
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menilai penetrasi asuransi di Indonesia cenderung rendah. (Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menilai penetrasi asuransi di Indonesia cenderung rendah. Maka, diperlukan kerja sama pelaku industri asuransi dan pengusaha.

Shinta mencatat sedikitnya ada 4 poin yang bisa dilakukan untuk menguatkan peran asuransi Tanah Air. Pertama, peningkatan literasi tentang pentingnya asuransi di kalangan bisnis.

"Banyak perusahaan, terutama UMKM, yang masih belum menyadari manfaat asuransi untuk mengelola risiko. Kita perlu bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya asuransi dalam menjaga bisnis sustainability," ungkap Shinta dalam IndonesiaRe Internasional Conference 2024, di Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Kedua, perlunya inovasi produk dan layanan asuransi. Dia menilai industri asuransi harus mampu menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan spesifik dari berbagai jenis sektor bisnis. Termasuk juga untuk risiko operasional, kesehatan karyawan, hingga lingkungan yang semakin relevan di tengah perubahan iklim

"Dengan produk yang tepat, asuransi dapat menjadi solusi yang efektif bagi berbagai tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha," ucapnya.

Dia mengatakan, asuransi punya peran penting dalam menjala bisnis berkelanjutan. Misalnya pada asuransi lingkungan yang membuat perusahaan bisa mengelola risiko. Alhasil, bisa turut mempromosikan bisnis yang ramah lingkungan yang berkaitan dengan isu keberlanjutan.

Ketiga, digitalisasi dan penggunaan teknologi harus menjadi fokus utama. Shinta bilang, teknologi dapat meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya dan menyediakan layanan yang lebih baik bagi nasabah. 

"Dengan memanfaatkan teknologi seperti big data dan artificial intelligence, perusahaan asuransi dapat menawarkan produk yang lebih personal  dan layanan yang lebih responsif. Di sisi lain, kerjasama antar sektor publik dan swasta sangat diperlukan dan pemerintah perlu menciptakan regulasi yang mendukung perkembangan industri asuransi dan business," paparnya.

Keempat, peran penting asuransi dalam perekonomian sekaligus menjamin tata kelola perusahaan yang baik. 

"Dengan tata kelola yang baik untuk menjaga kepercayaan publik agar tidak terjadi kasus-kasus bad corporate governance yang merugikan banyak pihak dan justru akan menjauhkan upaya-upaya untuk meningkatkan peran asuransi," pungkasnya.

 

 

Penetrasi Asuransi di Indonesia Kalah Jauh dari Malaysia-Singapura

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani. (Foto: Liputan6.com/Arief RH)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani. (Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengungkap kondisi penetrasi asuransi di Indonesia. Menurutnya, Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.

Sebut saja ada Singapura, Thailand, dan Malaysia yang menjadi perbandingannya. Di satu sisi, Shinta mencatat pertumbuhan investasi asuransi dan nilai aset industri asuransi pasca pandemi Covid-19.

Sayangnya, di sisi lain penetrasi asuransi masih menjadi tantangan karena angka yang rendah di Indonesia. Dia mengacu data ASEAN Insurance Surveillance Report 2022.

"Penetrasi asuransi di Indonesia hanya 1,4 persen dari PDB, jauh lebih rendah dari berbagai negara ASEAN seperti Singapura 12,5 persen, Thailand 3,8 persen dan Malaysia 3,8 persen," ungkap Shinta dalam IndonesiaRe International Conference 2024, di Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Selain penetrasi asuransi, dia mencatat tinfkat densitas asuransi juga masih berada di bawah target. Dalam tatanan makro terkait pendalaman dan perluasan sektor keuangan, sumber pendanaan jangka panjang dari asuransi dan dana pensiun menurun dari 11,3 persen menjadi 7,3 persen pada 2022. 

"Di sisi lain, tingkat literasi dan inklusi pada sektor asuransi masih berada di bawah lembaga jasa keuangan lainnya, meskipun telah mengalami peningkatan selama 2 tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan tingkat penetrasi dan densitas asuransi yang masih relatif rendah di Indonesia," paparnya.

Shinta menyebutkan, literasi pada sektor perasuransian hanya sebesar 31,7 persen dan inklusi sebesar 16,6 persen. Pencapaian ini masih jauh di bawah sektor perbankan dengan capaian literasi sebesar 49,9 persen dan inklusi hingga 74 persen.

Pertumbuhan Industri Asuransi

Ilustrasi Asuransi
Ilustrasi Asuransi. Photo by Vlad Deep on Unsplash

Pada kesempatan itu, Shinta memaparkan data kekuatan industri asuransi ditengah tantangan ketidakpaatian global. Asuransi jiwa dan umum tumbuh sebesar 4% secara aset hingga akhir 2022.

"Perusahaan reasuransi juga mengalami konsistensi pertumbuhan aset yang cukup baik, sebesar 12 persen secara tahunan dalam 5 tahun terakhir," ujarnya.

"Di tahun 2023, berdasarkan total investasi, industri asuransi bahkan tumbuh 101 persen dari tahun sebelumnya dan total aset juga tumbuh hingga 69 persen," tambah Shinta.

 

 

Menko Airlangga Minta Industri Asuransi Tangkap Peluang Digitalisasi

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Kemenko Perekonomian)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Kemenko Perekonomian)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto melihat peluang perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Guna menangkap peluang itu, dia meminta industri asuransi ikut terlibat.

Dia mengantongi data, sektor digital telah tumbuh 2,5 kali lipat lebih cepat dibandingkan sektor non-digital dan berkontribusi sekitar 15 persen terhadap PDB. Di kawasan ASEAN, ekonomi digital diharapkan dapat memberikan nilai tambah sebesar USD 1 triliun terhadap PDB ASEAN pada tahun 2030, dua kali lipat dengan penerapan Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital ASEAN.

Dia mengatakan, ada beberapa sektor yang bisa mencatatkan pertumbuhan cepat melalui digitalisasi. Sebut saja sektor keuangan, industri, budaya dan pariwisata, serta ekonomi kreatif, pertanian, dan sektor agrologistik.

Menurutnya, industri asuransi juga harus melakukan digitalisasi dan memanfaatkan berbagai teknologi guna menlakukan efisiensi kinerjanya.

"Transformasi digital pada industri asuransi didukung oleh AI, machine learning, analisis prediktif, dan layanan seluler memungkinkan asuransi melakukan hal tersebut dan akan terus membentuk industri ini selama bertahun-tahun yang akan datang," pintanya.

Dia menilai, secara keseluruhan, tantangan kesenjangan infrastruktur dan keamanan siber tetap penting bagi industri asuransi di Indonesia untuk mendorong transformasi yang signifikan.

"Diharapkan dengan transformasi ini akan meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan pasar, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan juga meningkatkan kontribusi. industri asuransi dalam PDB Indonesia," ungkap Menko Airlangga.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya