Alasan Kementerian ESDM Batasi Konsumen Solar Subsidi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beberkan alasan pemerintah bakal membatasi pembelian Solar subsidi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Agu 2024, 17:26 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2024, 17:26 WIB
20170105-BBM-Naik-AY1
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara soal rencana pembatasan konsumen BBM subsidi, termasuk Solar subsidi (CN 48).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara soal rencana pembatasan konsumen BBM subsidi, termasuk Solar subsidi (CN 48).

Dia membeberkan sejumlah alasan pemerintah bakal membatasi pembelian Solar subsidi. Mulai dari harga minyak dunia yang terus bergejolak hingga kemampuan pemerintah dalam memberikan anggaran kompensasi yang berasal dari kantong negara.  

"Kita lagi kaji. Sekarang yang satu, terkait dengan minyak, harga minyak dunia. Juga demand, juga kemampuan negara dalam memberikan dukungan subsidi dan kompensasi," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Pembatasan konsumen Solar subsidi ini nantinya akan diatur langsung di dalam peraturan presiden. "Kita nanti (atur) di Perpres," imbuhnya. 

Adapun siapa saja yang berhak menenggak Solar subsidi sebenarnya telah diatur dalam Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi kebijakan ini tengah dipersiapkan pemerintah. 

Revisi Perpres 191/2014 akan mengatur pengkategorian jenis kendaraan yang diperbolehkan menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) atau Solar bersubsidi, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. 

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi mengatakan, pemerintah pada dasarnya terus berkomitmen untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran. 

Menurut Jodi, revisi Perpres 191/2014 merupakan langkah untuk memastikan subsidi BBM hanya dinikmati oleh mereka yang benar-benar berhak.

"Dalam hal ini, revisi Perpres 191/2014 juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan penyaluran subsidi BBM. Revisi ini akan mengatur lebih lanjut tentang kriteria penerima subsidi, metode distribusi, dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat," jelasnya kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Langkah Strategis

20160315-Hore, Harga BBM Pertamina Turun Rp 200 Per Liter-Jakarta
Petugas mengisi BBM pada sebuah mobil di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (1/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan begitu, lanjutnya, Pertamina akan menjalankan mekanismenya dengan beberapa langkah strategis. Seperti memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM bersubsidi di SPBU secara real-time. 

"Pertamina sendiri kan sudah mengembangkan alert system yang dipantau langsung dari kantor pusat mereka, jadi setiap transaksi kepada kendaraan akan bisa termonitor langsung," imbuh Jodi. 

Implementasi kebijakan pembatasan pembelian BBM subsidi juga akan dibarengi dengan digitalisasi seluruh SPBU, untuk memastikan bahwa proses ini berjalan lancar dan efisien. 

Dengan digitalisasi ini, kata Jodi, setiap pembelian dapat dicatat dan dianalisis, sehingga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan subsidi. Jadi kata kuncinya adalah efisiensi.

"Yang jelas, tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa subsidi BBM dapat dinikmati oleh masyarakat yang paling membutuhkan sesuai dengan peraturan dan kriteria yang telah ditetapkan," ungkapnya. 


Pemerintah Siapkan BBM Baru Jenis Solar, Dapat Subsidi?

Antrean Kendaraan Jelang Pemberlakuan Kenaikan BBM di SPBU Cinere
Antrean kendaraan warga mengisi BBM Pertalite sebelum pemberlakuan harga resmi jam 14.30 kenaikan BBM pada salah satu SPBU di kawasan Cinere, Depok, Sabtu (3/9/20222). Hari ini pemerintah secara resmi menaikkan BBM Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, buka suara soal inisiasi peluncuran produk BBM jenis baru rendah sulfur, dengan spesifikasi berupa bahan bakar Solar 50 part per million (ppm).

Dadan mengatakan, udara Jakarta yang semakin berpolusi tidak lepas dari tingginya tingkat sulfur dari BBM yang kerap dipakai.

"Jadi bahan bakarnya kita itu sulfurnya tinggi. Di sulfurnya itu sampai 2.500. Padahal kalau kita ngikutin Euro 4 yang sudah di ASEAN juga diterapkan itu sulfurnya itu 50. 50 terhadap 2.500. Kita 50 kali lipat," terangnya di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Oleh karenanya, pemerintah tengah melakukan kajian pembuatan BBM jenis Solar baru agar hasil pembuangan pada kendaraan bisa lebih bersih. "Terutama di wilayah-wilayah yang secara polusinya tinggi. Dan kita ingin untuk solar ini produksinya juga dari dalam negeri," imbuhnya.

Sehingga, lanjut Dadan, pemerintah sedang menghitung besaran volume dan menyiapkan titik-titik peluncuran dari jenis BBM terbaru ini, termasuk nilai keekonomiannya. Pasalnya, semakin bagus kualitas suatu bahan bakar maka akan berpengaruh terhadap harga.

"Kalau per sekarang kan cek aja di dalam indeks-indeks harga internasional. Kalau Solar yang sulfurnya sekian, dimana-mana juga akan makin bagus harganya," kata Dadan.

Saat ditanya apakah pemerintah bakal turut memberikan subsidi kepada Solar baru tersebut, Dadan belum bisa memastikan. Namun, pemerintah berkomitmen untuk memberikan BBM berkualitas dengan harga terjangkau.

"Pemerintah berkeinginan untuk menyediakan BBM yang semakin bersih. Kan kalau pemerintah pasti dari sisi suplainya ada, dari sisi masyarakatnya juga tetap terjaga. Kemampuan untuk membelinya tetap harus bisa dipastikan," tegasnya.

 


BBM Rendah Sulfur Bakal Uji Coba di SPBU Jakarta

Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman (dok: Gagas)

Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman menjelaskan kesiapannya terkait Produk Bahan Bakar Minyak (BBM) baru rendah sulfur milik PT Pertamina (Persero).

“Oh siap, kita tadi habis koordinasi pokoknya nanti sama tim, kita support," kata Taufik kepada wartawan di GRHA Pertamina, Rabu (17/7/2024).

 Adapun, produk BBM rendah sulfur itu akan diambil dari Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Dia menyebutkan, KPI akan mengalokasikan hingga 900 ribu barel.

Selain itu rencana uji coba peluncuran produk baru ini direncanakan pada September di 3 SPBU di Jakarta. Taufik menegaskan produk baru tersebut berupa solar (diesel) dengan spesifikasi 50 ppm dan bukan jenis BBM bensin. 

"3 SPBU dulu di Jakarta. Ambil dari balongan karena Balongan sudah duluan bisa ultra low sulfur,"  ujar dia.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya