Indonesia Deflasi 4 Bulan Berturut-turut, Ini Bahayanya

dampak deflasi yang berturut-turut ini sudah imbasnya di sektor manufaktur yang eksis, aktivitas bisnis mereka terus tertekan. Kemudian, sebagian tenaga kerja akhirnya harus di "lay off" atau pemutusan kerja.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Sep 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 14:30 WIB
Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama empat bulan berturut-turut Indonesia mengalami deflasi. Indonesia mengalami deflasi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS melaporkan deflasi 0,03 persen.

Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita, menilai risiko dari deflasi yang berkelanjutan dalam empat bulan adalah penurunan tingkat konsumsi rumah tangga.

Sehingga sangat berpotesi akan menekan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini, karena kontribusi konsumsi rumah tangga sangat besar kepada pertumbuhan ekonomi nasional.

Risiko lanjutanya yakni prospek investasi untuk beberapa sektor yang terkait dengan konsumsi rumah tangga dan daya beli sehari-sehari masyarakat akan memburuk di satu sisi. Bahkan berpotensi terjadinya PHK alias gulung tikar, misalnya untuk sektor consumer good, manufaktur, terutama tekstil, dan properti.

"Prospek investasi untuk sektor-sektor ini akan menurun. Karena para investor akan berfikir panjang untuk melakukan ekspansi bisnis atau investasi baru di sektor ini, karena prospek pasarnya memburuk," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (3/9/2024).

Sementara di sisi lain, dampak deflasi yang berturut-turut ini sudah imbasnya di sektor manufaktur yang eksis, aktivitas bisnis mereka terus tertekan. Kemudian, sebagian tenaga kerja akhirnya harus di "lay off" atau pemutusan kerja.

Namun kata Ronny, jika dilihat dari positifnya yakni untuk masyarakat umumnya penurunan harga baik untuk kantong, setidaknya tidak menekan daya beli, sehingga bisa tetap memdapatkan volume barang dan jasa setara dengan empat bulan lalu, karena harga cenderung stagnan.

Tetapi minusnya seperti yang dijelaskan di atas, kurang bagus secara makro, karena berimbas langsung kepada pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, pengangguran, dan kemiskinan.

Oleh karena itu, ia menyarankan, yang harus dilakukan pemerintah, pertama, melakukan intervensi dari sisi kebijakan sosial kesejahteraan dalam berbagai bentuk dan jenis agar bisa membatu daya beli masyarakat tidak semakin turun.

Kedua, melakukan berbagai macam terobosan agar tidak terjadi perluasan PHK di satu sisi dan mendorong percepatan pembukaan lapangan kerja baru dengan menstimulasi investasi baru di sisi lain.

"Logikanya sederhana saja. Semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka, semakin banyak mayarakat yang berpendapatan, sehingga semakin banyak masyarakat yang mengosumsi barang dan jasa, lalu permintaan naik, prospek usaha dan investasi meningkat yang akan mengundang semakin banyak investasi baru, karena prospek permintaan semakin naik," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Deflasi 4 Bulan Berturut-turut Baru Pertama Kali Terjadi, Ini Penyebabnya

BI Prediksi Deflasi 0,11 Persen di Minggu Kedua Februari 2022
Warga membawa bahan makanan dengan sepeda motor saat melintas di kawasan Tangerang, Banten, Rabu (16/2/2022).Bank Indonesia (BI) memperkirakan terjadi penurunan harga komoditas atau deflasi pada Februari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) buka-bukaan soal penyebab deflasi selama empat bulan berturut-turut di sepanjang 2024. Indonesia mengalami deflasi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS melaporkan deflasi 0,03 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, Indonesia mengalami deflasi empat kali berturut-turut ini disebabkan oleh faktor melimpahnya pasokan atau supply side. Terkait dugaan fenomena pelemahan daya beli masyarakat , dia menyebut perlu ada kajian yang lebih mendalam.

"Saya tegaskan kembali bahwa fenomena deflasi 4 bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply, artinya masih terjadi di sisi penawaran. Jika hal ini (deflasi) kemudian (dipengaruhi) pada pendapatan masyarakat maka kita perlu gaji lebih lanjut untuk bisa membuktikan asumsi tersebut," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di Gedung BPS Pusat, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Dia menjelaskan, tren deflasi hingga Agustus 2024 ini didukung oleh sisi penawaran atau supply side. Yakni, andil deflasi di sumbang karena penurunan harga pangan seperti produk tanaman pangan kemudian hortikultura dan peternakan.

Kondisi ini disebabkan karena biaya produksi yang terus menurun. Penurunan biaya produksi ini berdampak pada harga di tingkat konsumen juga ikut turun.

"Nah ini juga karena seiring dengan adanya panen raya ya, sehingga pasokannya berlimpah dan akibatnya harganya juga ikut turun," beber dia.


Baru Pertama Kali Terjadi

Inflasi
Pedagang melayani pembeli di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pudji mengatakan, tren peristiwa deflasi selama empat bulan berturut-turut ini bahkan pertama kali terjadi. Dalam catatan BPS, pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia Indonesia mengalami pernah deflasi selama 7 bulan berturut-turut yaitu selama bulan Maret 1999 sampai dengan september 1999.

"Deflasi ini sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar dan penurunan harga barang beberapa jenis barang," ujar dia.

Kemudian periode deflasi lainnya yang terjadi pada tahun Desember 2008 hingga Januari 2009 selama krisis finansial global. Saat itu, deflasi terjadi karena penurunan harga minyak dunia dan juga karena permintaan domestik yang melemah.

Selanjutnya, Indonesia juga kembali mencatatkan deflasi selama 3 bulan berturut-turut yaitu sejak Juli sampai dengan September 2020. Deflasi ini dipicu oleh empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi yaitu kelompok makanan minuman dan tembakau, kelompok pakaian dan alas kaki, kelompok transportasi, serta kelompok informasi komunikasi dan jasa keuangan.

"Dengan (deflasi) 4 kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli tahun 2020 pada periode awal pandemi 2019 kemarin," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya