DPR Endus Aroma Diskriminatif di Industri Rokok Elektronik

Anggota komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyebut aturan terkait tembakau dan rokok elektronik akan menguntungkan pelaku usaha rokok elektronik tertentu.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Sep 2024, 21:20 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2024, 21:20 WIB
Pemerintah Bakal Larang Penggunaan Rokok Elektrik dan Vape
Seorang pria meneteskan cairan vape atau rokok elektronik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pemerintah melalui BPOM mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia, salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta Anggota komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mencurigai ada pihak tertentu yang cawe-cawe terkait ketentuan pengaturan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang akan menguntungkan pelaku usaha rokok elektronik tertentu.

Menurut Misbakhun, ada disharmoni antara Pasal 3 dan Pasal 7 dalam RPMK. Pasal 3 ayat (1) RPMK menyebutkan bahwa ruang lingkup Permenkes mencakup Standardisasi Kemasan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa Rokok Elektronik meliputi: (i) sistem terbuka atau isi ulang cairan nikotin; (ii) sistem tertutup atau cartridge sekali pakai; dan (iii) padat.

Namun, pengaturan lebih lanjut mengenai standardisasi kemasan di Pasal 7 ayat (1) hanya mengatur untuk standardisasi kemasan rokok elektronik sistem terbuka atau isi ulang dan Pasal 7 ayat (2) mengatur kemasan sistem tertutup (cartridge).

"Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai rokok elektronik padat. Kami curiga jangan-jangan ada intervensi perusahaan rokok global yang meminta Kemenkes tidak mengatur dan tidak mengendalikan rokok elektronik padat yang merupakan produk padat impor," tegas Misbakhun dikutip Kamis (19/9/2024).

Sebelumnya, Kemenkes menerbitkan PP 28/2024 yang menuai penolakan dari berbagai stakeholders, termasuk ekosistem pertembakauan. Saat ini, Kemenkes tengah merampungkan RPMK yang juga menuai penolakan dari berbagai kalangan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Industri Rokok Elektronik

Pemerintah Bakal Larang Penggunaan Rokok Elektrik dan Vape
Seorang pria meneteskan cairan vape atau rokok elektronik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pemerintah melalui BPOM mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia, salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Diketahui, pelaku industri rokok elektronik mayoritas adalah UMKM dan bagian dari industri kreatif. Adanya aturan tersebut, kata Misbakhun, akan menyebabkan banyak usaha gulung tikar karena tak sanggup berkompetisi dengan pelaku usaha global (global player) yang padat modal.

Menurut politisi Partai Golkar itu, hilangnya pengaturan rokok elektrik jenis padat (solid), di lain sisi objek pengaturan RPMK ini hanya produk tembakau konvensional, produk tembakau iris, kantung nikotin, rokok elektronik sistem terbuka dan sistem tertutup, maka dalam konteks ini ada ketidakadilan dalam berusaha.

"Hal ini akan menyebabkan terciptanya iklim usaha yang tidak sehat bagi kalangan rokok elektronik, dikarenakan adanya diskriminasi pengaturan oleh pemerintah," tegas Misbakhun.

Misbakhun menegaskan, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia adalah amanat Konstitusi. Oleh karena itu, Misbakhun mengingatkan pemerintah yang memproduksi produk hukum harus lebih Konstitusional.

"Konstitusional dalam arti jangan sampai yang tidak diatur oleh Undang-Undang kemudian peraturan-peraturan di bawahnya itu mengatur sebuah aturan yang memang tidak ada di batang tubuh norma Undang-Undangnya," pungkas Misbakhun.


Aturan Rokok Kemenkes Ancam Kelangsungan Industri Iklan

Vape di Tengah Kenaikan Harga dan Seruan WHO
Pemerintah telah memutuskan untuk mengerek tarif cukai rokok elektrik sebesar 15% setiap tahunnya hingga 2027 mendatang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia dan Periklanan menyatakan komitmen penolakan terhadap kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi percaya, edukasi kreatif mengenai bahaya rokok jauh lebih efektif daripada kebijakan pelarangan yang sulit diimplementasikan.

Di sisi lain, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi perokok anak dan berkomitmen pada tanggung jawab sosial dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Namun, Fabianus keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024, yang melarang penempatan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak pada Media Luar-Griya. Serta batasan waktu penayangan iklan pukul 22.00-05.00 waktu setempat di Media Luargriya, sekaligus adanya aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam draft RPMK.

"AMLI menilai bahwa ketentuan ini akan sulit diimplementasikan karena kurangnya kejelasan definisi mengenai satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta potensi timbulnya pemahaman yang berbeda di masyarakat, penegak hukum, dan pelaku usaha," ujarnya, Rabu (18/9/2024).

Menurut dia, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan memperparah kondisi akibat ancaman penurunan permintaan iklan brand produk tembakau pada Media Luar-Griya.

"Implementasi zonasi radius 500 meter mustahil untuk diimplementasikan, terlebih tidak ada kejelasan terkait definisi dan metode pengukuran. Untuk itu kami tidak dapat mematuhi dan melaksanakan," tegas dia.

 


Banyak Perusahaan Terdampak

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Berdasarkan hasil survei yang melibatkan 57 perusahaan dari 29 kota dan daerah di Indonesia terkait dampak kebijakan inisiatif Kemenkes tersebut, menunjukkan 86 persen perusahaan media luar-griya diperkirakan akan terdampak oleh PP Nomor 28/2024. Terutama karena pengiklan rokok merupakan sponsor utama dalam industri ini akan dibatasi secara ketat.

Dampak dari peraturan baru ini diperkirakan akan sangat berat, dengan 44 persen perusahaan Media Luar-Griya terancam gulung tikar akibat penurunan pendapatan signifikan dari iklan sponsor rokok.

Rinciannya, 21 persen perusahaan akan kehilangan 50-75 persen dari pendapatan, sementara 23 persen lainnya akan kehilangan 75-100 persen dari pendapatan. Selain itu, 59 persen lebih dari tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, berisiko terkena pemutusan hubungan kerja.

"Dikhawatirkan dampak ini akan menyebabkan PHK massal dan potensi kebangkrutan yang dapat memperburuk kondisi ekonomi di sektor ini. Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun, dan ancaman PHK mencapai 59 persen. Mirisnya, mayoritas dari persentase tersebut merupakan pengusaha kecil dengan skala bisnis menengah ke bawah," ungkapnya.

 

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya