Waspada! Begini Modus Asing Caplok Pulau-Pulau Kecil Indonesia

KKP mengungkapkan adanya modus operandi warga asing yang mencoba menguasai pulau kecil dan pulau terluar di Indonesia

oleh Arief Rahman H diperbarui 23 Sep 2024, 17:30 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2024, 17:30 WIB
Ilustrasi pulau
Ilustrasi pulau baru dengan panjang diameter 100 meter di Jepang. (Pixabay/Schäferle)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan adanya modus operandi warga asing yang mencoba menguasai pulau kecil dan pulau terluar di Indonesia. Bahkan, beberapa dari mereka menggunakan cara-cara licik untuk mencapai tujuan tersebut.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menjelaskan bahwa awalnya pulau-pulau kecil dikelola oleh warga asing melalui skema Penanaman Modal Asing (PMA). Warga asing tersebut memperoleh izin sebagai pengusaha.

Contoh kasus ini pernah terjadi pada pencaplokan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, yang terletak di sebelah Timur Pulau Sebatik, Kalimantan Timur.

"Modusnya mirip seperti yang dulu terjadi di Sipadan dan Ligitan. Pulau tersebut dikelola oleh PMA, dengan pekerjanya adalah warga negara Indonesia (WNI). Namun, lambat laun, karyawan WNI satu per satu diberhentikan, hingga akhirnya hanya warga asing yang tersisa," kata Pung Nugroho dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta, Senin (23/9/2024).

Dengan tidak adanya lagi orang lokal yang bekerja di pulau tersebut, akhirnya pulau tersebut diklaim oleh pihak asing. "Orang asing yang menguasai pulau itu kemudian mengklaim pulau tersebut sebagai miliknya," jelasnya.

Pendataan Pulau

Ipunk, sapaan akrab Pung Nugroho, menambahkan bahwa pengelola pulau sering kali membuat data statistik terkait aset di pulau tersebut.

"Mereka mendokumentasikan data statistik, seperti jumlah pohon kelapa, jumlah batu, bahkan material yang digunakan untuk membangun infrastruktur, seperti jembatan," ungkapnya.

Pemerintah Harus HadirIpunk menegaskan pentingnya kehadiran pemerintah dalam menjaga pulau-pulau kecil dan terluar. KKP terus berupaya melakukan pengawasan di wilayah-wilayah yang rawan.

"Jika negara tidak hadir di pulau terluar, maka ada kemungkinan pulau-pulau tersebut diklaim oleh pihak asing. Oleh karena itu, KKP hadir untuk mengawasi," tegasnya.

 

KKP Segel Resor Ilegal di Pulau Maratua

Contoh ilustrasi pulau
Pernahkah terbesit untuk mengunjungi pesona Indonesia di Pulau Natuna? (Foto: Pexels.com/Arist Creathrive)

Baru-baru ini, KKP melakukan penyegelan terhadap dua resor ilegal di Pulau Maratua dan Pulau Bakungan, yang dikelola oleh warga negara asing asal Jerman, Swiss, dan Malaysia.

Sebelumnya, KKP menyegel dua resor yang dimiliki oleh warga negara asing (WNA) di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Resor tersebut dimiliki oleh WNA asal Jerman, Swiss, dan Malaysia.

Menurut Pung Nugroho, sanksi berat akan dijatuhkan, termasuk penyegelan sementara terhadap lokasi tersebut. "Pada Kamis, 19 September, kami hadir di Maratua untuk melakukan pengawasan dan tindakan. Resor tersebut dimiliki oleh warga Jerman dan Swiss, serta Malaysia," kata Pung Nugroho.

Pung Nugroho menemukan bahwa resor tersebut dibangun di Pulau Maratua dan Pulau Bakungan. Resor di Maratua dikelola oleh PT MID asal Malaysia, sementara resor di Pulau Bakungan dimiliki oleh warga Jerman dan dikelola oleh WNA asal Swiss melalui PT NMR.

"Di sana, dua pulau terluar dihubungkan dengan jembatan kayu yang mereka bangun," ungkapnya.

Pung Nugroho juga mengungkapkan bahwa resor tersebut sepenuhnya dikelola oleh WNA, sementara WNI hanya dipekerjakan sebagai staf.

"Kami heran, tidak ada penduduk lokal. Semua resor diisi oleh orang asing, dan WNI hanya bekerja sebagai pegawai," jelasnya.

 

Pelanggaran Dokumen

Arsitek Inggris Berencana Bangun Resor Terapung Mewah dari Plastik Laut
Ilustrasi gambar pulau (dok Julius_Silver/pixabay.com)

Terkait temuan ini, Pung Nugroho menyatakan bahwa ada pelanggaran dokumen yang dilakukan oleh dua resor milik WNA tersebut.

"Kami melakukan pemeriksaan dokumen, dan ternyata mereka tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah. Oleh karena itu, kami melakukan penyegelan," tuturnya.

Dua resor tersebut diduga tidak memiliki tiga dokumen perizinan penting, yaitu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin kegiatan wisata tirta lainnya tanpa perizinan berusaha, dan perizinan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya