Curhat Sri Mulyani Jelang Pensiun: Kumpulkan Pajak Tidak Mudah

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa mengumpulkan pajak bukanlah tugas yang mudah.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Okt 2024, 15:45 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2024, 15:45 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, Jakarta, pada Selasa (8/10/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, Jakarta, pada Selasa (8/10/2024). (dok: Tira)

Liputan6.com, Jakarta Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa mengumpulkan pajak bukanlah tugas yang mudah.

Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, Jakarta, pada Selasa (8/10/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga membahas postur APBN 2025, di mana pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.996,9 triliun pada tahun 2025. Salah satu sumber utama pendapatan ini berasal dari pemungutan pajak.

"Ini adalah rekor terbaru penerimaan negara, mendekati Rp3.000 triliun. Boleh lah diberi tepuk tangan, karena mengumpulkan pajak itu sulit. Kalau mudah, tidak perlu tepuk tangan," ujarnya.

Pendapatan Negara 2025

Bendahara negara ini pun merinci bahwa total pendapatan negara pada tahun 2025 terdiri dari penerimaan perpajakan, yang mencakup pajak dan cukai sebesar Rp2.490,9 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp505,4 triliun.

Sri Mulyani menilai bahwa target tersebut sangat ambisius namun tetap realistis, didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di kisaran 5 persen.

"Target ini cukup ambisius namun realistis, sehingga bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di satu sisi, dan di sisi lain mampu memenuhi kebutuhan belanja pemerintah baru," tutup Menkeu.


Penerimaan Pajak hingga Agustus 2024 Sentuh Rp1.196,54 triliun

Koin Peduli untuk Ditjen Pajak
Massa melakukan aksi simbolik 'Koin Peduli untuk Ditjen Pajak' di depan Kantor Di depan Kantor Direktorat Jendral Pajak, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (3/3/2023). Aksi koin peduli ini digelar sebagai wujud kekecewaan karena bobroknya birokrasi lembaga keuangan dan perpajakan saat ini. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

 Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, menyampaikan penerimaan pajak sejak Januari - Agustus 2024  telah mencapai Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari target APBN.

Untuk rinciannya, PPh non migas realisasinya mencapai Rp665,52 triliun atau 62,58 persen dari target APBN, dengan pertumbuhan bruto negatif 2,46 persen. PPh non migas terkontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama pada sektor terkait komoditas.

"Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kinerjanya menunjukkan perbaikan. Terlihat negatif growthnya yang melandai dibanding bulan sebelumnya," kata Thomas dalam konferensi pers APBN KiTa Agustus 2024, Senin (23/9/2024).

Selanjutnya, PPN dan PPnBM realisasinya mencapai Rp470,8 triliun atau 58,03 persen dari target APBN. Pertumbuhan brutonya mencapai 7,36 persen.

"Pertumbuhan bruto yang positif ini memberikan sinyal positif ekonomi kita sedang tumbuh," ujarnya.

Lalu, realisasi penerimaan pajak PBB dan pajak lainnya hingga AGustus 2024 mencapai Rp15,76 triliun atau 41,78 persen dari target. Pertumbuhan brutonya mencapai 34,18 persen. Untuk PPh Migas realisasinya mencapai Rp44,45 triliun atau 58,20 persen dari target. Pertumbuhan brutonya minus 10,23 persen, yang terkontraksi akibat penurunan lifting minyak bumi.

Penerimaan Pajak Capai Rp 1.045 Triliun per Juli 2024

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.045,32 triliun sampai Juli 2024. Realisasi pajak ini setara 52,56 persen dari total target.

"Pajak kita hingga Juli terkumpul Rp1.045,32 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juli 2024 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.

Dia merinci, penerimaan pajak terbesar disumbang Pajak penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp593,76 triliun. Namun, realisasi tersebut turun-3,04 persen atau setara 55,84 persen dari target.


PPN dan PPh

20160925-Wajib Pajak Antusias Ikut Program Tax Amnesty di Hari Minggu-Jakarta
Suasana di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Mengantisipasi lonjakan peserta tax amnesty, DJP membuka tempat pendaftaran program pada Sabtu-Minggu pukul 08.00-14.00. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sama halnya dengan PPh non migas, PPh migas juga mengalami kontraksi, yakni sebesar -13,21 persen. Realisasi penyerapan PPh migas hingga Juli tercatat sebesar Rp39,32 triliun atau 51,49 persen dari target. 

Dia mengatakan, PPh non-migas terkontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas turun. Sedangkan, perlambatan serapan PPh migas utamanya dipengaruhi oleh penurunan lifting migas.

PPN

Berbanding terbalik, kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mencatatkan peningkatan hingga 7,34 persen. Realisasi serapan dari komponen ini tercatat sebesar Rp402,16 triliun atau 49,57 persen.

Adapun, realisasi pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencapai Rp10,07 triliun. Nilai tersebut mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,14 persen.

Sri Mulyani mengatakan, penerimaan bruto PPN dan  PPnBM mencatatkan kinerja positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga. Sementara peningkatan kinerja PBB dan pajak lainnya ini ditopang oleh penerimaan PBB dari sektor pertambangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya