Prabowo Perlu Siapkan Langkah Strategis Hadapi Sejumlah Tantangan Ekonomi

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Maju, Airlangga Hartarto, mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia terjaga solid.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Okt 2024, 20:45 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2024, 20:45 WIB
Resmi, Presiden Prabowo Subianto Lantik 48 Menteri dan Lima Kepala Lembaga dalam Kabinet Merah Putih
Selain melantik para menteri, Presiden Prabowo Subianto juga melantik pejabat setingkat menteri, yaitu Jaksa Agung, Kepala dan Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto diharapkan menyiapkan langkah-langkah strategis untuk merespon sejumlah tantangan ekonomi yang akan dihadapi. Langkah kesiapan perlu dilakukan kendati kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai masih baik dan stabil.

Hal itu diungkapkan ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto, terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini, seiring transisi pemerintahan dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kepada Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto.

“Kondisi perekonomian Indonesia sampai saat ini masih baik dan stabil, tetapi harus mulai meningkatkan kewaspadaan. Perlu langkah-langkah strategis untuk merespon penurunan harga (deflasi) selama 5 bulan berturut, penurunan sekitar 9,5 juta orang kelas menengah, terjadinya PHK, dan ditambahkan kondisi ketidakpastian di luar negeri. Waspada lebih baik daripada terlena,” ujar Teguh yang juga menjabat sebagai Dekan FEB UI.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Maju, Airlangga Hartarto, mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia terjaga solid.

Inflasi terbilang rendah dan stabil, namun volatile food diturunkan ke level rendah. Kondisi pasar keuangan Indonesia pun relatif terjaga.

Nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia lainnya yakni -1,05% year to date (ytd).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bertumbuh 3,94% ytd, bahkan mencapai all-time high pada level 7.905,39 pada 19 September 2024 lalu. Rating investasi Indonesia pun positif.

Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mengafirmasi Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada peringkat BBB+, dua tingkat di atas investment grade dengan outlook positif.

Di sisi lain, sejumlah tantangan dihadapi pemerintah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi Indonesia sebesar 0,12% pada September 2024.

Deflasi ini menjadi yang kelima berturut-turut sepanjang tahun berjalan dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Hal ini dinilai sebagai indikator pendapatan atau uang di masyarakat semakin sedikit atau pendapatannya menurun. Salah satu pendorongnya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sekitar 53.993 tenaga kerja di-PHK per Oktober 2024.

PHK tersebut sebagian besar terjadi di industri manufaktur dengan 3 provinsi mencatatkan angka terbesar yaitu Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta.  Jumlah penduduk kelas menengah yang selalu dibanggakan sebagai salah satu kemajuan ekonomi pun menurun.

BPS mencatat persentase penduduk kelas menengah berdasarkan pengeluaran telah menurun dari 21,4% pada 2019 menjadi 17,1% pada 2024.

 

 

Kondisi Lainnya

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto

Selain itu, konflik geopolitik di Eropa antara Rusia-Ukraina masih menjadi tantangan bagi perekonomian global. Hal itu diperparah dengan perang di kawasan Timur Tengah yaitu masalah Israel-Palestina yang kian melebar ke negara-negara di sekitarnya.

Teguh lanjut menjelaskan, berbagai tantangan tersebut harus segera diantisipasi dari sekarang. Harapannya antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah baru bisa menciptakan rebound pertumbuhan ekonomi pada 2025.

“Kebijakan jangka pendek bisa dengan penundaan implementasi PPN 12% serta perluasan bantuan sosial untuk kelompok kelas menengah yang terkena PHK. Setelah itu, jangka panjang, pemerintahan Prabowo-Gibran harus fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal,” lanjut Teguh.

Selain itu, kata dia, dana bantuan sosial sampai saat ini masih dibutuhkan bukan hanya bagi kelompok ekonomi bawah. Namun bantuan sosial diperlukan juga bagi kelas menengah yang terkena PHK agar mereka tidak jatuh miskin. Dalam konteks saat ini, penyaluran bantuan sosial non tunai dan melalui by name dan by address adalah salah satu solusi yang baik agar tidak terjadi kebocoran.

Bisa juga penyaluran bantuan sosial dilakukan dengan ditawarkan seperti melalui skema on demand application. Di mana kelompok kelas menengah dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan bantuan sosial ketika mereka terkena PHK.

 

Jaga Optimisme Masyarakat

Teguh pun mengungkapkan, pemerintah ke depan harus mampu menjaga optimisme masyarakat. Caranya, pemerintah baru harus melakukan transisi yang smooth dan berkelanjutan tanpa ada gejolak yang berarti. Terobosan-terobosan ekonomi yang dilakukan harus dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan.

“Pemerintah baru sebaiknya tidak banyak melontarkan janji-janji yang tidak realistis serta melontarkan berbagai statement yang tidak produktif. Selain itu, pemerintah harus dalam waktu cepat memberikan solusi terhadap penurunan jumlah kelas menengah dan juga protes kelas menengah dengan program yang realistis,” katanya.

Teguh pun berharap pemerintah dapat menjaga data rill ekonomi hingga ke daerah untuk menjaga stabilitas ke depan. Pasalnya, saat ini ada sejumlah daerah yang diduga memanipulasi data inflasi di daerah.

Padahal, data ekonomi yang rill dari daerah dapat membantu pemerintah di pusat untuk merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat.

 

Berbahaya

Menurutnya, kepala daerah yang melakukan gaming the system terkait dengan manipulasi data inflasi sangat berbahaya untuk pengambilan keputusan karena data yang kurang tepat.

Langkah yang perlu diambil adalah punishment kepada daerah yang melakukan manipulasi data melalui pencabutan insentif atau bahkan penurunan DAU.

“Cara lainnya penggunaan teknologi big data memantau dan mencatat data transaksi di suatu wilayah, sehingga akurasi bisa lebih mudah diperoleh serta dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran pemerintah,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya