Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait penghapusan buku dan tagih utang untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Sedang disiapkan yang terkait dengan UMKM, yaitu RPP hapus buku fan hapus tagih dari Bank dan KL," kata Airlangga dalam konferensi pers Pembahasan Usulan Program Quick Win Kementerian di Bidang Perekonomian, di Jakarta, Minggu (3/11/2024).
Baca Juga
Airlangga menjelaskan, apabila tidak dilakukan hapus buku dan hapus tagih, maka kepada daftar masyarakat, petani, pelayan yang mendapatkan program dan bermasalah masuk di dalam database Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Alhasil, dampaknya mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas perbankan lagi.
Advertisement
Menurutnya, skema tersebut semacam “moratorium” kepada mereka yang pernah bermasalah. Sementara, bagi Bank BUMN, hapus buku bisa dilakukan tetapi hapus tagih tidak bisa.
"Sehingga dengan hapus buku, hapus tagih ini diharapkan kredit untuk masyarakat bisa bergulir kembali. Dan kalau Bank Swasta bisa melakukan setuju, karena itu swasta, sehingga mereka bisa menghapus buku sekaligus menghapus tagih," ujarnya.
Dukung Perbankan
Lebih lanjut Airlangga pun menegaskan, bahwa melalui hapus buku dan hapus tagih ini murni untuk mendukung Bank Himbara sekaligus kredit untuk masyarakat bisa kembali bergulir.
"Jadi, ini murni untuk mendukung Himbara, karena jumlahnya sudah cukup besar, dia bisa hapus buku tapi tak bisa hapus tagih. Dan ini dalam proses, jadi mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama ini bisa diselesaikan," pungkas Menko Airlangga.
Prabowo Bakal Hapus Utang Petani hingga Nelayan, Begini Skemanya
Presiden Prabowo Subianto berencana menghapus utang kredit macet bagi petani dan nelayan. Dengan penghapusan utang ini, sehingga mereka dapat kembali mengakses pembiayaan untuk keberlanjutan usaha.
Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menyatakan bahwa regulasi penghapusan kredit macet tersebut akan segera ditandatangani oleh Prabowo. Menurutnya, kebijakan pemutihan utang ini akan memberikan dampak positif dengan mengurangi beban keuangan masa lalu, sehingga petani dan nelayan bisa kembali produktif.
“Sejarah menunjukkan bahwa petani kita mampu bertahan dari krisis ekonomi 1997-1998, terutama di pedesaan. Kekuatan mereka terbukti menjadi benteng dari dampak krisis moneter,” ujar Ferry dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Ferry menjelaskan bahwa program penghapusan utang ini tidak akan diberikan kepada semua petani, nelayan, dan UMKM, melainkan hanya kepada mereka yang memenuhi kriteria tertentu.
Setelah menerima pemutihan utang, para petani, nelayan, dan UMKM akan kembali mendapatkan akses pembiayaan untuk mendukung usaha mereka.
Namun, guna mencegah kredit macet di masa depan, pemerintah merencanakan pemberian pembiayaan melalui koperasi, sehingga anggota koperasi dapat saling mengawasi.
“Ke depan, pembiayaan harus disalurkan melalui kelompok koperasi dan tidak langsung ke individu. Kami akan segera mengusulkan aturan ini kepada Presiden,” tambah Ferry.
Advertisement
Libatkan di Program Makan Bergizi Gratis
Kementerian Koperasi (Kemenkop) juga mengusulkan agar koperasi-koperasi yang memproduksi pangan dapat terlibat dalam program makan bergizi, salah satu prioritas Presiden Prabowo. Peran koperasi diharapkan kembali menjadi penopang ekonomi nasional.
“Koperasi kami harapkan dapat berperan dalam pelaksanaan program swasembada pangan hingga program makan bergizi. Kami yakin ini bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat,” tutur Ferry.
Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo, menyambut baik rencana ini. Dengan penghapusan kredit macet, akses pembiayaan akan lebih mudah tanpa beban utang lama.
“Kami berharap program ini cepat terealisasi untuk mempermudah kredit bagi kelompok-kelompok yang ingin berusaha di sektor pangan, dengan kredit tanpa agunan yang bisa dibayar setelah panen,” ujar Sadar.
Sadar juga menekankan pentingnya pemberian kredit melalui kelompok seperti koperasi untuk mencegah moral hazard di masa depan. “Kita perlu belajar dari pengalaman lalu, sehingga kredit harus dikelola dalam kelompok untuk saling mengawasi,” kata Sadar.