Imbas PPN 12%, Sejumlah Hotel Bakal Gulung Tikar

kenaikan harga dampak kenaikan PPN jadi 12% turut berpengaruh pada tingkat okupansi hotel. Dengan harga yang tinggi, maka permintaan dari masyarakat akan turun.

oleh Arief Rahman H diperbarui 19 Des 2024, 22:00 WIB
Diterbitkan 19 Des 2024, 22:00 WIB
hotel
Ilustrasi hotel. (Foto: Dok.)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menyebut harga hotel akan meningkat imbas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Bahkan, beberapa kategori hotel atau restoran diprediksi bisa bangkrut.

Dia menerangkan, beban PPN 12 persen itu secara langsung akan menjadi tanggungan konsumen. Pasalnya, setiap pasokan yang digunakan oleh hotel dan restoran turut terkena PPN. Alhasil, angka kenaikannya bisa lebih tinggi.

"Soal hotel itu kan suplainya macam-macam ya, yang suplai ke hotel dan restoran itu, dan itu pasti kena PPN semua," kata Sutrisno, ditemui di Kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Dia mengatakan, kenaikan harga itu turut berpengaruh pada tingkat okupansi hotel. Dengan harga yang tinggi, maka permintaan dari masyarakat akan turun.

Belum lagi, hotel dihadapkan dengan pemangkasan anggaran perjalanan dinas 50 persen. Artinya, kegiatan dinas instansi di hotel akan berkurang.

"Jadi implikasinya apa? Kalau kemudian PPN naik itu kan pasti dibebankan kepada harga. Kalau harga naik, permintaan akan turun. Sementara dari sisi permintaan sekarang ini, adanya pembatasan 50% perjalanan dinas itu dihilangkan, itu saja sudah sangat memukul, ditambah lagi dengan harga naik," terangnya.

Dengan kenaikan harga tadi, biaya yang ditanggung konsumen juga meningkat. Dari sisi pengusaha, hal tersebut akan membebani operasional.

"Semakin tidak ada orang yang kemudian menginap atau mengunjungi objek pariwisata. Itu implikasi dari PPN itu, belum lagi nanti kerumitan dari sisi administrasinya," ucapnya.

 

Hotel Bisa Bangkrut

Contoh ilustrasi tempat tidur dengan penataan sprei ala hotel yang cantik
Contoh ilustrasi tempat tidur dengan penataan sprei ala hotel yang cantik (Foto: Pexels.com/ Max Rahubovskiy)

Lebih lanjut, Sutrisno menyampaikan ada kemungkin hotel dan restoran kategori tertentu bisa bangkrut karena tingginya beban operasional. Mulai dari kenaikan PPN hingha kewajiban pembayaran upah pegawai.

"Itu pasti, pasti (jumlah hotel berkurang). Kalau harga naik, permintaan akan turun. Itu hukum ekonominya akan begitu," ucapnya.

Dia menerangkan, beban perusahaan dimulai dari kenaikan upah yang bisa mencapai 9 persen sebagai efek dari penetapan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen. Kemudian, dengan penerapan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang.

"Harga kan pasti akan naik. Naiknya karena apa? Satu, karena beban PPN. Dua, karena beban upah yang terlalu tinggi, 9 perse . Itu mau dibebankan ke mana kalau tidak dibebankan kepada harga? Kalau harga naik, orang tidak beli," jelas dia.

 

Okupansi Cuma 50 Persen

Ilustrasi hotel
Ilustrasi hotel (Dok.Unsplash)

Dia mencatat, okupansi hotel kategori bintang 4 dan bintang 5 saat ini saja hanya sekitar 55 persen. Sementara itu, hotel dengan kelas dibawahnya hanya terisi 40 persen.

Hotel-hotel ini yang diprediksi kena dampak lebih berat. Risikonya tadi adalah bangkrutnya usaha tersebut.

"Jadi yang terkena itu kan hotel-hotel kecil itu. Yang ternyata di situ memang pedat karya. Yang gede lumayan (bisa bertahan), karena hotel-hotel gede itu kan yang datang kan orang berduit, sehingga kenaikan harga sedikit tidak terlalu terasa. Tapi hotel yang bawah, yang datang kan kelas menengah ke bawah. Jadi harga naik sedikit, ya sudah, dia tidak beli, tidak nginep lagi," urainya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya