Sederet Risiko Harga Gas Bumi Naik bagi Industri

Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yang berakhir pada Desember 2024, sebelumnya memberikan harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU kepada tujuh sektor industri strategis.

oleh Arief Rahman H diperbarui 13 Jan 2025, 20:45 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 20:45 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan agar harga gas untuk industri tetap rendah guna mendukung kinerja sektor industri nasional. Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yang berakhir pada Desember 2024, sebelumnya memberikan harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU kepada tujuh sektor industri strategis.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa proses perpanjangan HGBT masih dalam pembahasan.

Ia menyoroti hasil riset ekonomi Universitas Indonesia (UI) yang menunjukkan hubungan erat antara harga gas dengan Purchasing Managers Index (PMI) dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI).

"Hasil riset UI menunjukkan adanya korelasi negatif antara harga gas dan PMI serta IKI. Ketika harga gas naik, PMI dan IKI cenderung turun, dan sebaliknya," ujar Febri.

Menurutnya, kenaikan harga gas dapat menyebabkan PMI dan IKI anjlok hingga di bawah angka 50, yang mengindikasikan kontraksi industri.

Dampak Harga Gas Mahal terhadap Industri

Kemenperin menilai bahwa jika harga gas meningkat, daya saing industri akan melemah, memengaruhi efisiensi produksi dan mendorong biaya operasional yang lebih tinggi.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga berharap agar cakupan penerima HGBT dapat diperluas di 2025 untuk mendukung pertumbuhan industri yang berkelanjutan.

"Kami berharap harga gas tetap berada di level USD 6 per MMBTU dan distribusinya berjalan lancar," kata Febri.

 

Pelaku Usaha Serukan Kelanjutan HGBT

ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)... Selengkapnya

Direktur Kemitraan Dalam Negeri dan Internasional Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Budi Susanto, menyatakan bahwa HGBT sangat membantu industri petrokimia dalam meningkatkan daya saing.

Ia juga menyoroti tingginya harga gas di Indonesia dibandingkan negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia (USD 4,5 per MMBTU), Thailand (USD 5,5 per MMBTU), dan Vietnam (USD 6,39 per MMBTU).

"Gas murah memungkinkan industri fokus pada perluasan kapasitas produksi dan investasi, sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional," ujarnya.

 

Hambatan Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)... Selengkapnya

Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, menekankan bahwa harga gas yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional di 2025.

"Kondisi ini perlu dikendalikan oleh pemerintah, khususnya melalui koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian," kata Yustinus.

Keberlanjutan kebijakan HGBT diharapkan dapat mendukung efisiensi biaya produksi, meningkatkan daya saing, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tahun 2025.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya