Indonesia Resmi Anggota BRICS, Ekspor RI Wajib Naik

Keberadaan BRICS sebagai aliansi ekonomi strategis semakin diperhitungkan seiring dengan meningkatnya kontribusi blok ini terhadap perekonomian dunia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Jan 2025, 16:15 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 16:15 WIB
FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengungkapkan bahwa pihaknya berharap Pemerintah dapat memaksimalkan peluang yang hadir dari keanggotaan Indonesia di kelompok ekonomi BRICS, salah satunya dengan peningkatan ekspor.

Dengan akses ke pasar negara-negara BRICS, diharapkan ekspor Indonesia, khususnya produk unggulan seperti komoditas, manufaktur, dan produk kreatif, dapat meningkat signifikan,” ungkap Sektretaris Jenderal HIPMI, Anggawira kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Anggawira melanjutkan, pengusaha juga berharap adanya dukungan dari Pemerintah untuk memfasilitasi diplomasi dengan pengusaha-pengusaha negara BRICS.

Pengusaha berharap pemerintah aktif memanfaatkan keanggotaan BRICS untuk membuka jalur diplomasi ekonomi yang lebih strategis dan memfasilitasi kerja sama dengan anggota lainnya,” tuturnya.

Stabilitas Ekonomi

HIPMI juga berharap, kehadiran BRICS dapat mewujudkan upaya stabilitas ekonomi, termasuk pada Indonesia.

“Dengan BRICS sebagai wadah kerja sama multilateral, pengusaha berharap ada stabilitas ekonomi global yang lebih terjaga, terutama di tengah dinamika geopolitik dan ketidakpastian ekonomi dunia,” jelas Angga.

“Masuknya Indonesia ke BRICS memberikan harapan besar, tetapi juga menuntut kesiapan pengusaha untuk bersaing di pasar yang lebih luas. Dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia memaksimalkan peluang ini,” ucapnya.

 

Strategi Pengusaha

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Dalam mempersiapkan daya saing untuk memanfaatkan peluang, Angga mengungkapkan, sejumlah pengusaha mulai mempersiapkan strategi diversifikasi produk dan pasar untuk menjangkau negara-negara anggota BRICS seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Persiapan lainnya, adalah mencari peluang kerja sama dengan mitra di negara anggota BRICS, baik dalam hal investasi, perdagangan, maupun transfer teknologi.

Terkait pemanfaatan Infrastruktur dan kebijakan, Angga menuturkan, “Pelaku usaha menantikan adanya kebijakan pendukung dari pemerintah, seperti akses permodalan melalui BRICS New Development Bank (NDB), insentif perdagangan, dan dukungan untuk ekspor”.

Luhut Bongkar Keuntungan Indonesia Gabung BRICS

Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono dan sejumlah pemimpin negara/utusan khusus berpose saat menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, (24/10/2024).
Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono dan sejumlah pemimpin negara/utusan khusus berpose saat menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, (24/10/2024). (Alexander Nemenov, Pool Photo via AP)... Selengkapnya

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, buka suara terkait keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS. Menurutnya, bergabungnya Indonesia dengan blok tersebut akan memperluas pasar nasional dan memberikan peluang ekonomi yang lebih besar.

Namun demikian, bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS bukanlah keputusan yang diambil sembarangan. Luhut menekankan pentingnya kehati-hatian mengingat persoalan yang tengah dihadapi Tiongkok saat ini, serta situasi di Eropa terkait pasokan gas yang sebagian besar berasal dari Rusia dan kondisi stoknya.

"Ya market kita lebih besar. Ya market kita lebih besar. Karena ini masalah kalau kita enggak hati-hati dengan persoalan yang ada di China sekarang, dan juga persoalan di mana di Eropa, di mana gas sekarang dari mana dari Rusia di stok mereka," kata Luhut dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (9/1).

Menurutnya hal tersebut dapat menyebabkan krisis energi di Eropa, yang kemudian berdampak pada Cina. Selain itu, ekonomi Cina saat ini sedang kurang baik, sementara di Amerika tingkat ketidakpastian tinggi karena tarif yang belum jelas berapa persen akan dinaikkan oleh Presiden Trump.

"Itu akan terjadi nanti masalah krisis energi di mana? Di Eropa. Dan dia turunkan ke Cina. Dan Cina masalah ekonominya juga sekarang lagi kurang baik. Dan Amerika kita uncertainty-nya tinggi karena tarif itu yang baru jelas mau berapa persen dinaikkan oleh Presiden Trump," tegas Luhut.

Dia menyatakan bahwa pemerintah telah menimbang dengan cermat terkait masalah-masalah yang hingga saat ini terjadi. "Jadi kombinasi masalah ini memang betul-betul kami cermatin dengan baik," imbuh Luhut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya