Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso tengah menyiapkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Revisi Permendag 8/2024 akan dilakukan mengacu pada pengaturan untuk tiap komoditas. Terutama untuk pakaian jadi, yang dianggap telah membuat industri tekstil dalam negeri megap-megap, seperti dialami PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Baca Juga
"Kita akan selalu review per komoditi. Misalnya pakaian jadi dulu, besok apa, dan sebagainya. Kemarin kan pembahasannya baru pakaian jadi. Jadi kita evaluasi," ujar Mendag di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Advertisement
Dalam penyusunan revisi Permendag 8/2024, Mendag mengajak seluruh stakeholder terkait ikut terlibat. Baik dari industri hulu, hilir, hingga pihak konsumen.
"Jadi semua harus bicarakan bareng-bareng, solusinya seperti apa. Jangan sampai nanti hanya beberapa pihak yang diuntungkan, tapi bareng-bareng lah kita selesaikan," ungkapnya.
Berdasarkan hasil pembahasan terakhir dengan stakeholder, Kementerian Perdagangan tengah mencari formulasi yang tepat sebagai peraturan pengganti. Dengan harapan, pelaku usaha bisa menerima tata cara, prosedur, hingga persyaratan baru itu dengan baik.
"Jangan sampai nanti Permendag keluar, ada banyak yang enggak setuju. Jadi kita bicara di depan aja," seru Mendag.
Mendag Lepas Ekspor Baja Rp 24,4 Miliar dari Cikarang ke Selandia Baru
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso (Busan) melepas ekspor baja welded beam sebesar 1.200 metrik ton milik PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP). Ekspor baja ini dikirimkan dari pabrik GPR di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi menuju Selandia Baru.
Mendag Busan menyampaikan, total nilai ekspor baja yang dilepas GPR ke Selandia Baru mencapai USD 1,5 juta, atau setara Rp 24,45 miliar (kurs Rp 16.300 per dolar AS).
"Ekspor ke New Zealand ini USD 1,5 juta. Sementara ekspor kita ke New Zealand itu USD 10,9 juta. Jadi GRP sudah memberikan kontribusi USD 1,5 juta," ujar Mendag dalam acara pelepasan ekspor produk baja welded beam GRP di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Rabu (15/1/2025).
Menurut pemaparannya, permintaan dunia untuk produk baja Indonesia konsisten tumbuh positif selama 5 tahun terakhir, sebesar 9,13 persen. Adapun total permintaan pasar global untuk produk baja mencapai USD 866 miliar.
Saat ini, kata Mendag, Indonesia masih menjadi eksportir baja nomor 7 terbesar di dunia. Namun, rupanya kebutuhan produk baja di dalam negeri masih belum mencukupi, sehingga masih membutuhkan suplai impor.
"Di dalam negeri kita masih butuh 4 juta ton. Ya makanya kita juga masih impor, masih impor baja. Tapi kita kalau ada pasar besar untuk ekspor, ya kita tetap ekspor," ungkap dia.
Advertisement
Produk Baja
Pada kesempatan sama, Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi Tbk (GPR) Fedaus mengutarakan, produk baja welded beam milik perusahaannya telah mendapat sertifikasi Environmental Product Declaration (EPD), dan dipakai untuk green building di New Zeland dan Australia.
Untuk ekspor kali ini, GPR akan mengirimkan produk baja ke Selandia Baru secara bertahap, dengan total nilai USD 1,5 juta. Jika dihitung selama 3 tahun terakhir, perseroan telah membukukan total nilai ekspor mencapai USD 87 juta atau setara Rp 1,4 triliun (kurs Rp 16.300 per dolar AS).
"Ekspor yang kami kirimkan ini bertahap, dari Desember 2024 sampai Maret 2025. Dengan nilai total mencapai USD 1,5 juta," kata Fedaus.
"Tahun lalu, GRP berhasil membukukan nilai ekspor sebesar USD 20 juta. Selama 3 tahun berturut-turut, akumulasi ekspor kita mencapai hampir USD 87 juta," dia membeberkan.