Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, jika sekitar 10 juta masyarakat kelas atas alias orang kaya masih gemar membelanjakan uanganya di luar negeri.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri di tengah upaya pemerintah dalam mendongkrak tingkat daya beli masyarakat. "Nah ini kebanyakan mereka belanjanya tidak di Indonesia. Padahal itu daya belinya kuat. Nah itu yang sebetulnya kita perlu tarik (belanja) juga di sini," kata Airlangga melansir Antara di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Tukang Becak yang Miskin Lebih Hebat dari Orang Kaya, Gus Baha Ungkap Fakta Ini
Kaleidoskop 2024: Kala Pernikahan Pangeran Abdul Mateen, Putri Kim Jong Un hingga Ulah Orang Terkaya Dunia Jadi Sorotan
Top 3 Islami: Kisah Ayahanda Takjub dengan Tanda Kewalian Gus Miek Kecil, Orang Miskin Lebih Hebat dari Orang Kaya Kata Gus Baha
Airlangga menjelaskan, sebenarnya selama ini tingkat daya beli masyarakat Indonesia tercatat relatif baik. Hal ini tercermin dari konsumsi rumah tangga yang masih jadi penopang pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2024 yang sebesar 4,95 persen (yoy).
Advertisement
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III tumbuh sebesar 2,55 persen (yoy).
Pertumbuhan itu didorong oleh peningkatan konsumsi untuk restoran dan hotel. Selaras dengan meningkatnya perjalanan wisatawan nusantara dan tingkat penghunian kamar hotel
Selain itu, menurut Airlangga, daya beli masyarakat dapat diukur dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat.
Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2024 sebesar 127,7 lebih tinggi dibandingkan dengan indeks pada bulan sebelumnya yang sebesar 125,9. Meningkatnya indeks tersebut mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat.
Jurus Pemerintah
Sebagai salah satu strategi mendongkrak daya beli masyarakat, Pemerintah telah menyelenggarakan beragam program belanja murah pada akhir 2024. Program tersebut membukukan transaksi yang mencapai Rp71,5 triliun.
Nilai itu merupakan akumulasi dari total transaksi Program Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), Program Belanja di Indonesia Aja (BINA), dan Program Every Purchase is Cheap (EPIC) Sale 2024.
Sejumlah program tersebut juga didominasi oleh produk-produk UMKM dalam negeri.
“Dalam kurun waktu tanggal 11 sampai tanggal 29 (Desember 2024), terserap Rp71 juta. Dan itu dibandingkan tahun yang lalu naik 15 persen. Artinya daya beli dan daya dorong (masyarakat) ada," ucap Menko.
Advertisement
BI Pangkas Ramalan Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia (BI) menurunkan perkiraannya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025. Namun, BI melihat pertumbuhan ekonomi domestik akan tetap baik dengan kecenderungan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya.
“Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai kisaran 4,7–5,5%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,8–5,6%,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Januari 2025, Rabu (15/1/2025).
Perry mencatat, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2024 sedikit di bawah prakiraan dipengaruhi oleh lebih rendahnya permintaan domestik, baik konsumsi maupun investasi. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7–5,5%.
BI juga memperkirakan kinerja ekspor lebih rendah sehubungan dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat
“Konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja,” Perry memaparkan.
Investasi Swasta
Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor.
“Bank Indonesia terus mengoptimalkan bauran kebijakannya untuk tetap menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui optimalisasi stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah,” jelas Perry.
Perry lebih lanjut menuturkan, BI mendukung penuh implementasi program-program Pemerintah dalam Asta Cita, termasuk untuk ketahanan pangan, pembiayaan ekonomi, serta akselerasi ekonomi dan keuangan digital.
Sementara itu, ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan konsumen dan tertahannya produktivitas, sementara ekonomi India masih tertahan akibat sektor manufaktur yang terbatas.
Sejalan dengan itu, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya menjadi 3,2%.
Advertisement