Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) prediksi pertumbuhan ekonomi global stabil. Akan tetapi, pertumbuhan global itu masih di bawah rata-rata historis yang dilaporkan IMF sekitar 3,7 persen.
Berdasarkan laporan terbaru IMF yang dirilis Jumat, 17 Januari 2025 di Washington DC, seperti dikutip Sabtu (18/1/2025), pertumbuhan ekonomi global stabil di 3,3 persen.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, inflasi kembali turun menuju target bank sentral. Diprediksi inflasi global turun menjadi 4,2 persen pada 2025 dan 3,5 persen pada 2026. Namun, IMF menyebutkan ada risiko dan ketidakpastian jelang rilis pembaruan prospek ekonomi global triwulanan.
Advertisement
"Pertumbuhan global diproyeksikan tetap stabil di 3,3 persen tahun ini dan tahun depan, sejalan dengan potensi pertumbuhan yang melemah sejak pandemi,” ujar Chief Economist dan Direktur Riset IMF, Pierre-Olivier Gourinchas.
Ia menambahkan, inflasi terus menurun mencapai 4,2 persen pada 2025, dan 3,5 persen pada 2026. Inflasi itu mendekati target bank sentral. "Ini adalah akhir dari sebuah siklus, dan awal dari yang baru. Tetapi perbedaan di antara negara-negara semakin melebar,” ujar dia.
Gourinchas menuturkan, ekonomi Amerika Serikat melampaui harapan dengan permintaan domestik yang lebih kuat, sedangkan Eropa hadapi pertumbuhan yang lamban. Di sisi lain, harga energi juga tetap tinggi. "Pasar negara berkembang menunjukkan ketahanan, dan China bersiap untuk pemulihan yang moderat,” ujar Gourinchas.
Adapun perbedaan itu berarti berbagai ekonomi dari China, Eropa dan Amerika Serikat (AS) menghadapi tantangan untuk diatasi.
"Risiko utama termasuk perlambatan yang lebih tajam di Eropa karena biaya energi dan masalah utang publik, dan di China di mana dukungan kebijakan yang tidak memadai dapat memicu perangkap stagnasi,” ujar dia.
Kondisi AS
IMF menyebutkan, di Amerika Serikat (AS), pergeseran kebijakan fiskal dan perdagangan serta kemungkinan pembatasan imigrasi atau ledakan kepercayaan yang dipicu oleh deregulasi yang diharapkan dapat bertindak dalam arah berlawanan untuk pengaruhi output. Namun, secara keseluruhan dapat memicu tekanan inflasi yang membutuhkan kebijakan moneter lebih ketat.
"Dinamika ini dapat bebani pasar negara berkembang melalui kondisi keuangan yang lebih ketat dan dolar AS yang lebih kuat,” ujar Gourinchas.
Lalu apa yang dapat dilakukan? IMF memiliki tiga rekomendasi utama kepada pembuat kebijakan.
"Kebijakan moneter harus tetap gesit untuk mengatasi risiko inflasi sambil mencegah ekspektasi dari de-anchoring,” ujar Gourinchas.
Ia menambahkan, kebijakan fiskal perlu diletakkan pada landasan yang stabil. Hal ini memerlukan penerapan upaya konsolidasi yang kredibel jika diperlukan.
“Pada saat yang sama, reformasi struktural merupakan kunci untuk melindungi pertumbuhan pada jalur penyesuaian ini dan harus ditujukan untuk mendorong inovasi dan persaingan,” ujar Gourinchas.
IMF juga beri saran kebijakan untuk pasar negara berkembang. “Untuk pasar negara berkembang, nilai tukar yang fleksibel dan respons fiskal dan moneter yang tepat sasaran sangatlah penting,” kata dia.
IMF juga kembali menekankan manfaat bagi pertumbuhan dan kesejahteraan kerja sama dalam perdagangan internasional.
“Kerja sama multilateral yang lebih kuat, terutama dalam kebijakan perdagangan sangat penting untuk membangun ekonomi global yang tangguh,” Gourinchas mencatat.
Advertisement
Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 versi IMF, Indonesia Tumbuh Berapa?
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan stabil dengan disinflasi yang berkelanjutan di tahun 2025.
Perkiraan itu akan dirilis dalam Prospek Ekonomi Dunia IMF pada 17 Januari mendatang.
Mengutip Channel News Asia, Selasa (14/1/2025) Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan kepada wartawan bahwa ekonomi Amerika Serikat berjalan sedikit lebih baik dari yang diperkirakan, meskipun masih ada ketidakpastian yang tinggi seputar kebijakan perdagangan Presiden terpilih Donald Trump yang menambah hambatan pada ekonomi global dan mendorong suku bunga jangka panjang lebih tinggi.
Dengan inflasi yang bergerak mendekati target Federal Reserve AS, dan data yang menunjukkan pasar tenaga kerja yang stabil, The Fed dapat menunggu lebih banyak data sebelum melakukan pemotongan suku bunga lebih lanjut, menurut Georgieva.
"Secara keseluruhan, suku bunga diperkirakan akan tetap agak lebih tinggi untuk beberapa waktu," ungkapnya.
Sebelumnya, IMF pada Oktober 2024 memprediksi ekonomi global akan tumbuh stagnan 3,2 persen di 2025.
Bagi negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi 2025 diprediksi berada pada level 1,8% serta bagi negara-negara emerging market dan developing economies diproyeksikan pada 2025 berada pada level 4,2%.
Sementara itu, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5,1% tahun ini.
Dalam unggahan resmi akun Instagram @the_imf pada 29 Desember 2024 lalu, IMF menyebut Indonesia berhasil melakukan transformasi ekonomi dengan luar biasa pada dua dekade terakhir.
IMF juga menilai, Indonesia berhasil meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) empat kali lipat dan menurunkan tingkat kemiskinan sepuluh kali lipat selama dua dekade terakhir.
"Hal ini mengafirmasi keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan fundamental ekonomi untuk tetap kokoh dan sekaligus memberikan sinyal bagi dunia untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan yang baik bagi investasi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam tanggapannya terhadal unggahan IMF.
Ekonomi Negara ASEAN Paling Cuan dari Geopolitik dan Perang Dagang AS-Tiongkok
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa Asia Tenggara (ASEAN) kini menjadi pemenang ekonomi dari meningkatnya ketegangan geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat, meskipun adanya risiko dari fragmentasi.
Melansir CNBC International, IMF dalam laporan Prospek Ekonomi Asia-Pasifik menilai kawasan tersebut telah lama diuntungkan oleh globalisasi selama beberapa dekade, membangun hubungan dagang yang kuat dengan Tiongkok dan Amerika Serikat, dua negara ekonomi terbesar di dunia.
Meskipun ketegangan AS-Tiongkok telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, menurut IMF, negara ASEAN telah beradaptasi dan terus berintegrasi dengan ekonomi global.
"Meskipun ada ketegangan geopolitik, ASEAN terus memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan Tiongkok dan AS," kata laporan itu.
Data dari IMF menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, ekonomi ASEAN telah meningkatkan pangsa pasar mereka atas impor Tiongkok dan AS, dengan negara-negara adikuasa tersebut menyerap bagian yang lebih besar dari nilai tambah kawasan tersebut.
Investasi langsung asing dari kedua negara juga meningkat di ASEAN.
"Kawasan ini bahkan mampu memanfaatkan peluang pengalihan perdagangan yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan AS-Tiongkok," tambah IMF dalam laporannya.
Analisis empiris IMF juga menunjukkan bahwa beberapa negara ASEAN telah melihat ekspor produk yang menjadi sasaran tarif Tiongkok atau AS tumbuh lebih cepat daripada ekspor lainnya.
Ditambahkannya, ASEAN telah melihat peningkatan ekspor barang-barang yang dikenakan tarif ini ke negara-negara di luar Tiongkok dan AS, yang menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya diuntungkan dari pengalihan perdagangan tetapi juga mewujudkan skala ekonomi.
Perdagangan antara anggota serikat politik dan ekonomi juga meningkat, menurut laporan tersebut.
Advertisement
Jadi Peningkatan Pasar ASEAN
Secara keseluruhan, IMF mengatakan tren ini telah berkontribusi pada peningkatan pangsa ASEAN dalam investasi langsung asing masuk, ekspor dunia, dan nilai tambah global.
Namun, lembaga keuangan tersebut mencatat bahwa keuntungan dari tarif Tiongkok-AS belum menghasilkan ekspor keseluruhan yang lebih kuat untuk semua anggota ASEAN.
Sementara beberapa anggota, seperti Vietnam, mengalami pertumbuhan ekspor yang kuat dibandingkan dengan rata-rata global sejak 2018, pertumbuhan ekspor melambat di negara lain, seperti Thailand, atau mandek, seperti dalam kasus Filipina dan Singapura.