Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah menguat pada perdagangan Selasa, 28 Januari 2025. Harga minyak kembali bangkit dari posisi terendah dalam beberapa minggu setelah Gedung Putih menyebutkan rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengenakan tarif impor Kanada dan Meksiko pada pekan ini masih berlaku.
Mengutip CNBC, Rabu (29/1/2025), kekhawatiran akan melemahnya permintaan yang terkait dengan data ekonomi yang lemah dari China dan meningkatnya suhu di tempat lain membatasi kenaikan itu.
Baca Juga
Harga minyak Brent berjangka ditutup naik 41 sen atau 0,53 persen ke posisi USD 77,49 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate w(TI) AS menguat 60 sen atau 0,82 persen ke posisi USD 73,77.
Advertisement
Harga minyak Brent ditutup di level terendah sejak 9 Januari pada Senin, 27 Januari 2025. Harga minyak WTI mencapai level terendah sejak 2 Januari.
Sementara itu, Gedung Putih menuturkan, Trump masih berencana untuk mengenakan tarif 25 persen pada Kanada dan Meksiko pada Sabtu, 1 Februari 2025 sambil mempertimbangkan tarif baru pada China.
“Komentar Donald Trump tentang tarif membuat pasar gelisah,” ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Tarif itu dapat menganggu aliran produk energi melintasi perbatasan AS dengan Kanada Meksiko.
Di Libya, pengunjuk rasa setempat mencegah pemuatan minyak mentah pada Selasa di pelabuhan Es Sider dan Ras Lanuf, yang membahayakan sekitar 450.000 barel ekspor per hari.
Namun, kekhawatiran akan gangguan pasokan mereda setelah National Oil Corp yang dikelola negara Libya mengatakan aktivitas ekspor berjalan normal setelah mengadakan pembicaraan dengan para pengunjuk rasa.
Risiko Gangguan Pasokan Minyak
"Pasar memperhitungkan risiko gangguan pasokan minyak Libya sebelum menjadi jelas bahwa aliran untuk saat ini tidak terganggu, dengan premi risiko menguap lagi," kata Analis Komoditas UBS Giovanni Staunovo.
"Masih ada risiko gangguan baru di kemudian hari," ia menambahkan.
Di Tiongkok, importir minyak mentah terbesar di dunia, melaporkan pada Senin kontraksi tak terduga dalam aktivitas manufaktur Januari, yang menekan harga minyak.
"Nada peringatan umum dalam lingkungan risiko, ditambah dengan angka PMI Tiongkok yang lebih lemah yang menimbulkan keraguan lebih lanjut pada prospek permintaan minyak Tiongkok, dapat menjadi penghambat harga minyak," kata analis IG Yeap Jun Rong.
Permintaan minyak mentah Tiongkok juga diperkirakan terpukul oleh sanksi terbaru AS terhadap perdagangan minyak Rusia.
Advertisement
Pasar Masih Gelisah
Analis FGE melihat kilang di Shandong kehilangan hingga 1 juta barel per hari pasokan minyak mentah dalam waktu dekat di tengah larangan yang diberlakukan oleh Shandong Port Group pada kapal tanker yang dikenai sanksi AS.
Beberapa kilang independen di Tiongkok telah menghentikan operasi, atau berencana untuk melakukannya, untuk periode pemeliharaan yang tidak terbatas. Sumber mengatakan kepada Reuters, karena kebijakan tarif dan pajak Tiongkok yang baru membuat pabrik semakin merugi.
Di AS, prakiraan cuaca menunjukkan suhu yang lebih hangat dari biasanya sepanjang minggu ini, yang juga membebani permintaan bahan bakar pemanas setelah cuaca dingin yang ekstrem memicu reli gas alam dan solar pada sesi sebelumnya.
Analis Panmure Liberum, Ashley Kelty menuturkan, pasar minyak masih gelisah, dan perlu waktu sebelum ada kejelasan tentang konsekuensi kebijakan AS yang melibatkan tarif dan sanksi.