Trump Bikin Ulah, Harga Minyak Siap Tinggalkan USD 70 per Barel

Departemen Keuangan AS mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka akan mengenakan sanksi baru pada beberapa individu dan perusahaan pengelola kapal tanker yang membantu mengirimkan jutaan barel minyak mentah Iran ke Tiongkok.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Feb 2025, 10:20 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2025, 10:20 WIB
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Secara mingguan, harga minyak dunia turun karena investor khawatir tentang perang dagang yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump terhadap Tiongkok dan ancaman tarif pada negara lain. Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia ditutup naik pada perdagangan Jumat setelah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru kepada siapa saja yang membantu ekspor minyak mentah Iran.

Namun jika dilihat secara mingguan, harga minyak dunia turun karena investor khawatir tentang perang dagang yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump terhadap Tiongkok dan ancaman tarif pada negara lain.

Mengutip CNBC, Sabtu (8/2/2025), harga minyak mentah Brent berjangka ditutup pada USD 74,66 per barel, naik 37 sen atau 0,5% pada Jumat tetapi turun hampir 3% minggu ini.

Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup pada USD 71,00 per barel, naik 39 sen atau 0,55% tetapi turun sekitar 2% minggu ini.

Departemen Keuangan AS mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka akan mengenakan sanksi baru pada beberapa individu dan perusahaan pengelola kapal tanker yang membantu mengirimkan jutaan barel minyak mentah Iran ke Tiongkok. Sanksi ini merupakan langkah bertahap untuk meningkatkan tekanan pada pemerintahan Iran di Teheran.

“Trump telah berbicara tentang tekanan maksimum (pada Iran). Pasar menanggapinya dengan sangat serius,” kata Kepala Riset Komoditas Global Societe Generale Michael Haigh.

Bank Prancis tersebut memproyeksikan bahwa ekspor minyak Iran akan berkurang setengahnya.

“Pemberlakuan tarif dan jeda tersebut seharusnya menguntungkan pasar minyak karena menambah ketidakpastian. Namun, Anda belum melihat respons ini karena kekhawatiran permintaan. Tarif dan respons saling balas dari negara-negara, itu merugikan PDB global dan permintaan minyak,” tambah Haigh.

Tarif China

Trump telah mengumumkan tarif 10% untuk impor Tiongkok sebagai bagian dari rencana luas untuk meningkatkan neraca perdagangan AS, tetapi menangguhkan rencana untuk mengenakan tarif tinggi pada Meksiko dan Kanada.

“Tekanan negatif berasal dari berita seputar tarif, dengan kekhawatiran atas potensi perang dagang yang memicu ketakutan akan melemahnya permintaan minyak,” kata analis BMI dalam sebuah catatan pada hari Jumat.

Dongkrak Produksi

Harga minyak turun pada hari Kamis setelah Trump mengulangi janjinya untuk meningkatkan produksi minyak AS, yang membuat pedagang gelisah sehari setelah negara itu melaporkan lonjakan stok minyak mentah yang jauh lebih besar dari yang diantisipasi.

Harga acuan juga tertekan oleh membengkaknya persediaan minyak mentah AS, yang meningkat tajam minggu lalu karena permintaan melemah akibat perawatan kilang yang sedang berlangsung.

Trump Ingin Harga Minyak di Bawah USD 60 per Barel, Lobi OPEC+ hingga Genjot Produksi

Ilustrasi harga minyak dunia
Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)... Selengkapnya

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pekan pertama menjabat langsung meninta kepada organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya atau biasa disebut OPEC+ untuk menurunkan harga minyak mentah. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS. 

Sementara itu, Menteri Ekonomi Arab Saudi, Faisal al-Ibrahim mengatakan bahwa mereka dan OPEC+ tengah mencari kestabilan harga minyak secara jangka panjang.

"Posisi kerajaan, posisi OPEC, adalah tentang stabilitas pasar jangka panjang untuk memastikan ada cukup pasokan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat," kata Faisal dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, dikutip dari US News, Kamis (6/2/2025).

Pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati mengungkapkan, AS menggenjot produksi minyak dari 13,2 Juta barrel per day (bpd) di 2024 menjadi 13,5 juta bpd tahun 2025 dan berlanjut ke 13,6 bpd pada 2026.

“Artinya AS akan terus menurunkan harga minyak sampai ke titik di bawah USD 70 barel,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).

“Maka Jika Trump melobi OPEC saat ini, Trump tidak sabar ingin menurunkan harga minyak hingga USD 70 pada tahun 2025, dengan meningkatkan produksi minyak agar harga minyak segera turun,” paparnya.

Upaya penurunan harga minyak dilakukan Trump untuk menurunkan biaya transportasi dan Global Value Chain sehingga berdampak terhadap penurunan inflasi di negara tersebut.

“Tapi apakah negara OPEC mau, ini menjadi lobby politik Trump dengan negara-negara OPEC. Seberapa besar dampaknya? Saya kira relatif besar dengan harga minyak mentah hingga ditekan hingga di kisaran USD 60,” bebernya.

Berisiko bagi Pendapatan Indonesia

Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP... Selengkapnya

Di sisi lain, Yayan memperkirakan penurunan harga minyak OPEC bisa menurunkan harga BBM dalam negeri tetapi akan menurunkan pendapatan negara.

Pasalnya, pendapatan PNBP dari lifting minyak dan gas Indonesia diekspor ke pasar internasional, menurut pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati.

“Jadi (penurunan harga minyak dunia) ada positif nya dan negatifnya,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta.

“Tapi jika kita melihat pada dampak, konsumsi kita lebih besar daripada produksi migas. Penurunan harga minyak memberikan dampak positif lebih besar,” jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya