Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi dari Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P. Sasmita, menilai investasi asing biasanya tak menyukai Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang ditahan terlalu lama.
"Investasi asing biasanya tak menyukai DHE yang ditahan terlalu lama," kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
Baca Juga
Investor asing tentu menyukai DHE mereka dibawa kembali ke negara asalnya atau ke kantor pusat di mana investor tersebut berkantor, alias ke headquarternya.
Advertisement
Bagi investor asing, kebijakan menahan DHE setidaknya selama satu tahun dapat mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi.
"Artinya, bagi investor asing, kebijakan menahan DHE setidaknya setahun ini akan mengurangi daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi, karena akan membuat mereka kurang fleksibel di dalam bertransaksi," ujarnya.
Kurangi Fleksibilitas Investor
Hal ini karena dana yang ditahan tersebut mengurangi fleksibilitas investor dalam menggunakan atau mentransfer dana mereka, yang pada gilirannya dapat mengurangi efektivitas keputusan investasi mereka.
Jika dana tersebut diperlukan untuk belanja modal atau pembelian bahan baku yang harus dibayar di pasar global, hal ini dapat memperumit proses transaksi, karena dana tersebut tidak bisa segera digunakan.
Selain itu, ada potensi kerugian nilai tukar yang dapat terjadi apabila DHE yang ditahan mengalami pelemahan nilai tukar saat akhirnya dapat dipergunakan.
Kerugian nilai tukar ini menjadi risiko tambahan bagi investor asing, yang umumnya lebih memilih untuk menyimpan DHE SDA mereka di negara dengan pajak yang lebih rendah dan risiko nilai tukar yang lebih terkendali.
"Karena itulah eksportir dan investor asing lebih memilih menyimpan di luar yang pajaknya rendah dan fleksibilitasnya tinggi, serta risiko nilai tukarnya rendah," ujarnya.
Alternatif Penggunaan DHE yang Lebih Produktif
Disisi lain, menurut Ronny, kebijakan menahan DHE dapat memberikan dampak positif jika digunakan dengan bijak. Jika dana tersebut dimanfaatkan untuk mendorong pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) atau untuk membiayai sektor ekstraktif, maka kebijakan tersebut dapat berkontribusi pada peningkatan produktivitas ekonomi.
Misalnya DHE dari eksportir batu bara dipakai untuk eksploitasi tambang baru atau dipakai untuk hilirisasi komoditas lain, yang mana akan membutuhkan impor barang modal sangat banyak, maka sebenarnya jauh lebih produktif dibanding sekedar ditahan atas alasan devisa dan daya tahan mata uang.
"Jika dipakai untuk mendorong perbaikan pengelolaan SDA kita atau untuk digelontorkan kepada sektor ekstraktif, tentu akan berpengaruh," ujarnya.
Dengan demikian, penggunaan DHE untuk tujuan investasi baru atau ekspansi bisnis jauh lebih produktif dibandingkan hanya untuk sekedar menahan devisa demi menjaga kestabilan nilai tukar.
Namun, jika kebijakan tersebut hanya diterapkan untuk menjaga stabilitas devisa dan menguatkan kurs mata uang tanpa disertai dengan pengelolaan yang produktif, maka dampaknya akan kurang optimal.
"Tapi jika hanya untuk ditahan agar devisa aman dan kurs stabil serta menguat, tentu ceritanya akan lain," ujarnya.
Kebijakan yang lebih fleksibel, di mana DHE dapat digunakan kapan saja namun dengan ketentuan ketat bahwa dana tersebut harus digunakan untuk investasi atau ekspansi bisnis baru, bisa memberikan efek yang lebih positif.
Advertisement
Prabowo Wajibkan 100 Persen DHE SDA Disimpan di Indonesia
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mewajibkan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) disimpan di bank dalam negeri. Aturan ini berlaku mulai 1 Maret 2025.
"Pemerintah menetapkan bahwa kewajiban penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam dalam sistem keuangan Indonesia akan ditingkatkan menjadi 100 persen dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan. Dalam rekening khusus DHE SDA di dalam bank-bank nasional," jelas Prabowo dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Senin (17/2/2025).
"Ketentuan masa berlaku ditetapkan pada tanggal 1 Maret 2025," sambungnya.
Adapun ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2025. Prabowo menetapkan kewajiban DHE ini berlaku untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.
"Untuk sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dengan tetap mengacu pada ketentuan PP nomor 36 tahun 2023," ujarnya.
Prabowo menuturkan selama ini dana devisa hasil ekspor Indonesia banyak disimpan di bank-bank luar negeri, terutama SDA. Untuk itu, dia menetapkan kebijakan baru untuk memperkuat pengelolaan DHE SDA yang akan memberikan keuntungan untuk Indonesia.
"Dalam rangka memperkuat dan memperbesar dampak dari pengelolaan devisa hasil ekspor sumber daya alam, maka pemerintah menetapkan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2025," tutur Prabowo.
