Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi dari Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P. Sasmita, menilai kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang mewajibkan eksportir untuk menyimpan 100 persen devisa hasil ekspor mereka selama satu tahun, memberikan dampak langsung terhadap nilai tukar rupiah.
Menurutnya, dengan adanya DHE yang diparkir di Indonesia, cadangan devisa negara akan meningkat, yang berpotensi menguatkan nilai tukar rupiah.
Advertisement
Baca Juga
"Nah, untuk nilai tukar dan devisa tentu akan langsung berpengaruh. Semakin banyak DHE yang diparkir di Indonesia akan menambah devisa mata uang asing kita di satu sisi yang imbasnya akan menguatkan mata uang rupiah," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/2/2025).
Advertisement
Rugikan Eksportir?
Meskipun demikian, kebijakan ini tidak terlalu disukai oleh eksportir. Sebab, dalam konteks perdagangan internasional, eksportir cenderung mengharapkan mata uang rupiah melemah untuk memperoleh keuntungan lebih besar.
Semakin lemah rupiah, semakin menguntungkan bagi eksportir karena pendapatan mereka dalam mata uang asing akan lebih bernilai ketika dikonversi ke rupiah.
"Namun, imbas dari DHE di tahan lama ini kurang disukai oleh eksportir tentunya. Eksportir mengharapkan mata uang rupiah melemah selemah-lemahnya, agar keutungan eksportir semakin besar," katanya.
Sebaliknya, jika rupiah menguat, eksportir akan merasa tertekan, karena daya saing produk mereka akan menurun di pasar global. Nilai jual produk Indonesia menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri, yang dapat mengurangi volume ekspor.
Oleh karena itu, kebijakan DHE yang mengharuskan eksportir menyimpan devisa mereka dalam negeri selama satu tahun, dapat berpotensi menambah ketidakpastian bagi sektor ekspor.
"Logika lainya, jika mata uang rupiah menguat, maka peluang eksportir untuk meningkatkan cuan semakin berkurang," ujarnya.
Kebijakan DHE SDA Tak Terlalu Berpengaruh Terhadap Daya Saing Produk Ekspor RI
Disisi lain, Ronny menilai kebijakan DHE SDA justru tidak terlalu berpengaruh pada daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.
Menurut Ronny, kebijakan tersebut tidak berdampak langsung pada peningkatan keunggulan kompetitif produk dan jasa Indonesia di pasar internasional.
"Sebenarnya tak terlalu berpengaruh terhadap daya saing produk Indonesia di pasar global, karena tak terkait langsung dengan peningkatan competitive advantages produk dan jasa Indonesia di pasar interrnasional," ujarnya.
Dalam jangka pendek, meskipun kebijakan ini mungkin akan memperbaiki neraca devisa dan memperkuat nilai tukar rupiah, tidak ada dampak signifikan terhadap daya saing produk ekspor.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kebijakan tersebut tidak berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas atau inovasi produk ekspor Indonesia.
"Boleh jadi dalam jangka panjang, jika dalam jangka panjang DHE memang digunakan untuk memperbaiki daya saing industri nasional, akan ada pengaruhnya kepada daya saing produk atau komoditas ekspor Indonesia," ujarnya.
Namun, Ronny, menilai dampak dalam jangka panjang, jika Devisa Hasil Ekspor (DHE) digunakan secara bijaksana untuk meningkatkan daya saing industri nasional, kebijakan ini dapat memiliki dampak positif.
Salah satu contoh penerapannya adalah dengan mengalokasikan DHE untuk investasi dalam riset dan pengembangan (R&D) atau peningkatan kapasitas produksi yang lebih efisien, yang pada gilirannya akan memperbaiki daya saing produk Indonesia di pasar global.
Advertisement
Pengusaha Minta Aturan Turunan yang jelas
Sebelumnya, Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI/ICMA), Gita Mahyarani, menekankan pentingnya bagaimana aturan turunan yang disiapkan oleh Bank Indonesia (BI) nanti dapat mempermudah pelaku usaha, khususnya dalam hal administrasi.
Penyederhanaan proses administratif dan kemudahan akses ke bank sangat diperlukan agar perusahaan tidak terhambat dalam memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Yang penting juga adalah bagaimana nantinya aturan turunan yang disiapkan Bank Sentral (BI), termasuk detail proses administrasi yang tidak menyulitkan pelaku usaha, karena kembali lagi dana tersebut dibutuhkan untuk biaya operasional perusahaan," jelasnya.
Selain itu, Mahyarani mengingatkan perlunya sosialisasi terkait implementasi aturan ini, baik dari segi waktu pelaksanaannya maupun mekanisme teknis yang lebih rinci.
Sosialisasi yang efektif akan memastikan bahwa pelaku usaha memiliki pemahaman yang jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini tanpa menimbulkan kerugian yang berlebihan.
"Perlu sosialisasi untuk implementasinya (waktunya)," ujarnya.
Maka dengan mempertimbangkan beberapa faktor ini, diharapkan kebijakan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tidak merugikan perusahaan, terutama dalam sektor yang sudah terdampak oleh berbagai tantangan ekonomi global dan domestik.
