Tingginya harga kedelai membuat banyak perajin tahu dan tempe gulung tikar. Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menyebutkan sekitar 15 ribu dari total 115 ribu perajin tempe tahu telah berhenti berproduksi karena tak kuat menanggung mahalnya harga kedelai.
"Yang banyak berhenti itu di wilayah Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Kalau di Jakarta sendiri kebanyakan hanya mengurangi ukuran dari tempe tahunya," ujar Sekjen Gakoptindo Suyanto, Jumat (6/9/2013).
Sebab itu, dia mengatakan perajin akan tetap kukuh menggelar aksi mogok produksi pada 9-11 September mendatang. Mogok dilakukan untuk menuntut pemerintah menstabilkan harga kedelai yang tak kunjung menurun.
"Kalau setelah 3 hari itu harga masih tinggi, kami akan melakukan rapat lagi, bisa jadi kita akan turun ke jalan. Sebenarnya dari kemarin kawan-kawan itu sudah mau turun ke jalan, tetapi masih kita tahan. Ini menuntut kejelasan Perpres (nomor 32 tahun 2013), karena ini terkesan masih setengah hati pelaksanaannya," tegas dia.
Dia menyebutkan, harga jual kedelai yang kini sudah berada di atas Rp 9.000 per kilogram (kg) tidak wajar. Seharusnya, harga kedelai berada di level Rp 8.200 per kg. Level harga ini dipastikan sudah membuat para importir meraup keuntungan.
"Kalau alasanya untuk modal supaya bisa beli kedelai lagi, saya rasa tidak bisa begitu. Sekarang di Jakarta sudah Rp 9.300, sedang di daerah sudah berhenti produksi. Ini tidak menutup kemungkinan sampai Rp 10.000," tambah dia.
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin mengaku heran beberapa pemasok kedelai yang mengaku kehabisan stok kedelai. Padahal Kementerian Pedagangan sendiri mengatakan bahwa stok kedelai di dalam negeri ini masih tersedia.
"Kemarin saya beli ke beberapa pemasok, seperti ke PT Jakarta Sereal tetapi mereka bilang sedang tidak ada barang, kemudia saya ke FKS (PT FKS Multi Agro), itu ada barang, tetapi harganya?," keluh dia. (Dny/Nur)
"Yang banyak berhenti itu di wilayah Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Kalau di Jakarta sendiri kebanyakan hanya mengurangi ukuran dari tempe tahunya," ujar Sekjen Gakoptindo Suyanto, Jumat (6/9/2013).
Sebab itu, dia mengatakan perajin akan tetap kukuh menggelar aksi mogok produksi pada 9-11 September mendatang. Mogok dilakukan untuk menuntut pemerintah menstabilkan harga kedelai yang tak kunjung menurun.
"Kalau setelah 3 hari itu harga masih tinggi, kami akan melakukan rapat lagi, bisa jadi kita akan turun ke jalan. Sebenarnya dari kemarin kawan-kawan itu sudah mau turun ke jalan, tetapi masih kita tahan. Ini menuntut kejelasan Perpres (nomor 32 tahun 2013), karena ini terkesan masih setengah hati pelaksanaannya," tegas dia.
Dia menyebutkan, harga jual kedelai yang kini sudah berada di atas Rp 9.000 per kilogram (kg) tidak wajar. Seharusnya, harga kedelai berada di level Rp 8.200 per kg. Level harga ini dipastikan sudah membuat para importir meraup keuntungan.
"Kalau alasanya untuk modal supaya bisa beli kedelai lagi, saya rasa tidak bisa begitu. Sekarang di Jakarta sudah Rp 9.300, sedang di daerah sudah berhenti produksi. Ini tidak menutup kemungkinan sampai Rp 10.000," tambah dia.
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin mengaku heran beberapa pemasok kedelai yang mengaku kehabisan stok kedelai. Padahal Kementerian Pedagangan sendiri mengatakan bahwa stok kedelai di dalam negeri ini masih tersedia.
"Kemarin saya beli ke beberapa pemasok, seperti ke PT Jakarta Sereal tetapi mereka bilang sedang tidak ada barang, kemudia saya ke FKS (PT FKS Multi Agro), itu ada barang, tetapi harganya?," keluh dia. (Dny/Nur)