John Sculley, CEO yang `Menusuk` Steve Jobs dari Belakang

John Sculley dituding banyak pihak telah menusuk Steve Jobs dari belakang dan mendepaknya dari Apple.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 24 Sep 2013, 18:30 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2013, 18:30 WIB
john-sculley-130924c.jpg

Memecat seseorang yang merekrut Anda di sebuah perusahaan tentu akan mengundang kritik dari sejumlah pihak. Anda akan dituduh sebagai orang yang lupa daratan dan tidak tahu terima kasih. Begitulah kiranya yang dialami John Sculley, mantan CEO PepsiCo dan Apple .

Pria kelahiran 1939 ini dituding banyak pihak telah menusuk Steve Jobs dari belakang dan mendepaknya dari Apple. Padahal Jobs adalah orang yang merekrut dan mengajaknya pindah ke Apple. Hal ini karena setelah Jobs keluar dari Apple, Sculley memimpin sendiri perusahaan teknologi tersebut. Padahal dia sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang komputer.

Saat itu, keduanya bersahabat sangat baik, sampai akhirnya penjualan Macintosh yang diluncurkan Jobs nyaris menemukan jalan buntu. Penjualannya anjlok jauh dari yang diprediksi. Jobs saat itu menyalahkan semua orang termasuk Sculley sebagai orang nomor satu di bidang pemasaran dan penjualan Apple.

Saat ini, Sculley menganggap karir kontroversialnya di Apple sebagai kenangan lama. Benarkah Sculley adalah orang yang memecat Jobs yang secara baik-baik merekrutnya bekerja di Apple?

Sejak lima tahun sudah gemar elektronik

John Sculley lahir pada 6 April 1939 di New York. Ayahnya merupakan pengacara di Wall Street, Jack Sculley dan ibunya Margareth bekerja sebagai holtikulturis. Ayahnya merupakan seorang yang sangat tegas dan selalu memasang standar yang sangat tinggi bagi kehidupan Sculley.

Sejak kecil, dia sangat menyukai elektronik. Saat usianya masih lima tahun dia meminta Santa memberikan hadiah natal berupa baterai, alarm dan gulungan kabel. Di usianya yang ke-10 dia membongkar pasang radio dan menyulapnya menjadi alat komunikasi jarak pendek.

Kecintaannya mengotak-atik barang elektronik terbawa hingga remaja. Saat masih berusia belasan tahun, dia sudah menciptakan ia menemukan tabung sinar katoda berwarna. Barang tersebut bisa menjadi prototyope tabung TV berwarna Triniton saat itu.

Namun Sculley berhenti menggali bakatnya karena dia lebih memilih jurusan arsitektur dan desain ketika mendaftar di  perguruan tinggi, University of Pennsylvania’s School of Architecture

Si jago iklan yang awalnya sangat pemalu

Mendengar kesuksesannya di bidang marketing, tentu tak ada yang aneh dengan kemampuan komunikasi Sculley sebagai pembicara andal yang sangat terkenal. Dia ahli dan pandai bicara tentang peralatan berteknologi canggih untuk misalnya mengatasi berbagai tantangan perusahaan. Namun yang mungkin mengejutkan adalah jalannya menuju kesuksesannya tersebut.

Siapa sangka, Sculley yang terkenal dengan kehebatan pemasarannya ternyata merupakan orang yang takut berkumpul dengan banyak orang. Baginya bergaul merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Dia lalu melatih dirinya sendiri untuk bergaul dengan orang lain.

Sculley berupaya keras mengatasi kepanikannya bertemu orang lain. Menjadi pembicara yang inspiratif kemudian menjadi mimpi yang memotivasinya untuk berubah.

Untuk mempelajari bahasa tubuh yang tepat dia menonton banyak film. Berbagai pose aktor dipelajari dan diingatnya baik-baik. Caranya ternyata berhasil. Kemampuan bicaranya berkembang meski belum sempurna.

Dia masih takut dan sangat gugup jika berada di tengah banyak orang dan selalu mundur menjauh. Bahkan saat sudah bekerja, dia memilih makan sendiri di kantin kantornya sampai karyawan lain menghampirinya.

Berhasil menjadi CEO PepsiCo

Meski sekolah di jurusan arsitektur, saat magang di libur musim panas di sebuah perusahaan desain industri New York, Sculley lebih tertarik untuk bergerak di bidang pemasaran. Keyakinannya tersebut membuat dia mengurungkan mimpinya sebagai desainer. Sekolah bisnis Wharton pun lalu menjadi pilihannya untuk menekuni bidang tersebut.

Sculley lalu bergabung dengan Pepsi-Cola Company sebagai seorang karyawan magang pada 1967. Perusahaan tersebut mengangkatnya sebagai wakil presiden bagian marketing tiga tahun kemudian. Dia dengan cepat memahami persaingan seng yang terjadi antara PepsiCo dengan Coca Cola Company saat itu.

Pria yang masih berusia 31 tahun itu lalu meluncurkan dua kampanye periklanan besar yang kemudian menentukan strategi pasar Pepsi selama 30 tahun setelahnya.

Dia bertanggung jawab mensukseskan kampanye `Pepsi Chalengge` di mana para konsumen diminta mencicipi Pepsi atau Coca Cola dengan mata tertutup.Eksperimen yang petama kali dilakukan di Texas itu meminta para konsumen memilih salah satu minuman yang disukanya. Hampir di semua eksperimen, Pepsi menang sebagai produk yang paling sering dipilih konsumen.

Saham PepsiCo pun melonjak tajam sejak saat itu, Sculley meneruskan kampanyenya ke seluruh Amerika Serikat (AS) dan bahkan ke dunia internasioal. Keberhasilan lain yang digagas Sculley adalah `Pepsi Generation`. Iklannya menunjukan para pemuda tengah berpesta dengan suasana pantai. Pepsi pun menggunakan slogan yang sangat ternama `Come alive, you're in the Pepsi Generation!`.

Pada 1977, dia diangkat menjadi presiden sekaligus CEO termuda hingga saat ini. Di posisi tersebutlah karirnya begitu bersinar.

Berbagai gagasan periklanan Sculley berhasil memperluas lahan bisis PepsiCo. Perusahaan tersebut menciptakan dan memodifikasi formula Coca Cola. Setelah berbagai perubahan dilakukannya, PepsiCo pun menjadi manufaktur minuman terbesar di AS saat itu, dan hanya berbeda 0,04% di atas Coca Cola.

Lonjakan saham di pasaran praktis menjamin posisi Sculley sebagai CEO PepsiCo. Sayangnya dia tidak sabaran.

Direkrut Steve Jobs, Sculley pindah ke Apple

"Kamu ingin menjual minuman soda sepanjang hidupmu? atau kamu mau ikut saya mengubah dunia?"

Perkataan Steve Jobs tersebut menjadi ajakan maut yang berhasil membuat Sculley meninggalkan jabatan CEO di PepsiCo dan beralih ke Apple. Di rapat kerja pertamanya sebagai CEO Apple, dia sempat menjadi bahan pembicaraan para karyawan. Bagaimana tidak, para pegawai hanya berpakaian casual sementara Sculley memakai jas rapih ala pengusaha lengkap dengan dasinya.

Hari-hari pertamanya di Apple dia banyak berusaha bergaul dengan Jobs dan para senior eksekutif lainnya. Apple berkembang pesat selama 1983 sejak dia bergabung dengan Jobs yang berusia jauh lebih muda darinya. Penjualan di perusahaan teknologi tersebut meningkat dari US$ 800 juta menjadi US$ 8 miliar di bawah manajemen Sculley.

Meski demikian kesuksesannya tersebut banyak dipengaruhi visi dan karya Jobs yang mulai meroket. Hubungannya dengan Jobs sangat baik. Keduanya sering jalan-jalan bahkan naik gunung bersama.

Keduanya sejak awal memang diminta untuk bekerja sama membangun Apple. Sculley yang tidak tahu apa-apa soal komputer bertanggung jawab di bidang pemasaran sementara Job di bidang teknik.Jobs merupakan pimpinan direksi, pemegang saham terbesar Apple serta pengelola divisi Mancintosh yang saat itu posisinya berada di atas Sculley.

Sculley yakin dia mampu melatih Jobs dan membuat Apple lebih kuat dalam lima tahun kemudian. Hal ini karena Sculley berencana untuk ke luar dari Apple pada 1987 dan hanya Jobs yang mengetahuinya. Dalam sebuah pesta makan malam menjelang peluncuran Macintosh dia bahkan mengatakan bahwa Apple punya satu pemimpin yaitu saya dan Steve.

Pecat Steve Jobs

Hubungan kerja yang baik tersebut ternyata tak bertahan lama saat Sculley ternyata tak bisa memenuhi ekspektasi Jobs dalam penjualan Macintosh yang diluncurkannya. Awalnya Jobs berpikir dapat menjual 80 ribu unit Mac pada akhir 1985. Kenyataannya, Apple hanya mampu menjual 20 ribu unit dengan kecenderungan penurunan volume penjualan.

Alasan penurunan penjualan tersebut menurut Sculley karena Mac tidak sesempurna yang diperkirakan konsumen. Tak sampai di situ, pada rapat tahunan 1985, Sculley dan Jobs harus menelan kenyataan pahit saat penjualan perusahaan Mac hanya berkisar 30% dari seluruh produk Apple.

Jobs merasa sangat marah dan lebih agresif menghadapi penurunan penjualan yang hanya berjumlah 2.500 unit pada Maret 1985. Menurut Sculley, Jobs menyalahkan semua orang atas krisis yang dialami perusahaan. Sampai akhirnya Jobs menuding Sculley dan ingin memimpin perusahaan sendiri tanpa bantuannya.

Tak lama kabar Jobs ingin menggeser posisinya pun terdengar sampai ke telinganya. Dia sangat kaget dengan ketidaksetiaan dan langkah bodoh yang diambil sahabatnya, Jobs. Sculley yang saat itu hendak berangkat ke China membatalkan kepergiannya dan kembali ke Apple.

Sculley yang biasanya pendiam menjadi sangat marah karena merasa ditusuk dari belakang. Menurutnya, saat itu Jobs menantangnya untuk membiarkan dewan direksi memutuskan siapa yang akan memimpin Apple. Hasil pemungutan suara direksi pun memenangkan Sculley dan Jobs didepak dari Apple.

Menuai kritik karena memecat Steve Jobs

Jobs merasa sangat terluka dipecat dari perusahaan yang didirikannya sendiri. Sementara Sculley berdalih lebih memilih menyelamatkan perusahaan tempatnya bekerja dan mengorbankan persahabatannya dengan Jobs. Tanpa berbekal pengetahuan soal komputer, dia pun memimpin divisi Mac. Jobs pun kehilangan kekuatan manajerialnya.

Pengangkatannya sebagai CEO terkenal sebagai salah satu keputusan yang paling kontroversial. Keputusan Sculley menerima jabatan tersebut menuai banyak kritik. Dia sendiri mengaku tak paham soal komputer, yang ada dipikirannya adalah bagaimana mengembalikan saham perusahaan ke posisi normal.

Beberapa minggu setelah dikeluarkan dari divisi Mac, Jobs menjual seluruh sahamnya di Apple dan mengajukan surat pengunduran diri. Setiap orang yang melihatnya meerasa simpati dan membuat Sculley seolah menjadi orang yang lupa daratan. Dia membuang orang yang merekrutnya.

Bagi Sculley, andai saja saat itu dewan direksi lebih memilih untuk memikirkan perusahaan dibandingkan menentukan pemimpin Apple, tentu hubungannya dengan Jobs akan baik-baik saja. Diakui Sculley, seluruh kesukseannya saat itu banyak dipengaruhi gagasan Jobs. Menurutnya orang yang pantas menjadi CEO Apple saat itu bukan dirinya melainkan Jobs.

Pada 1993, Sculley dipaksa keluar setelah saham dan laba Apple mengalami penurunan tajam. Sejak saat itu, Jobs dan Sculley tak pernah berhubungan lagi. Dia mengatakan, Jobs tampaknya masih sangat marah dan menganggap Sculley sebagai orang yang mendepaknya dari Apple.

Dia tetap menyangkal bahwa dirinya yang memecat Jobs.Di matanya, Jobs tetaplah seorang yang sangat jenius. Meski demkian bagi Sculley, karirnya sebagai CEO di Apple hanya merupakan kenangan lama yang tak perlu diungkit-ungkit lagi.

Menikah lagi di usia ke 74 tahun

Pada 1960, secara tiba-tiba Sculley menikahi Ruth Kendall. Wanita tersebut merupakan putri dari CEO PepsiCo tempatnya bekerja. Keduanya dianugerahi satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Sayangnya pasangan tersebut memutuskan untuk bercerai setelah lima tahun berumahtangga.

Meski telah bercerai, Sculley tetap dekat dengan mantan ayah mertuanya. Don Kendall bahkan tetap mengganjarnya sebagai CEO PepsiCo saat itu.

13 tahun setelah perceraiannya dengan anak bos PepsiCo, dia menikahi Carol Lee Adams pada 1978. Pernikahannya tersebut juga menuai kontroversi mengingat Carol merupakan mantan istri wakil presiden PepsiCo. Carol saat itu merupakan janda dengan anak perempuan yang masih berusia 10 tahun. Perpisahan keduanya tak banyak diberitakan media.

Cinta memang tak memandang usia. Terbukti Maret tahun ini di usianya yang ke-74, Sculley menikah kembali dengan Diane Gibbs Poli. Keduanya saling bertukar cincin di Boca Grande, Florida. Meski sudah memiliki 3 anak dan cucu, Sculley tetap bahagia dengan pasangannya yang berusia 64 tahun ini. (Sis/Igw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya