Untuk mengembangkan industri furniture di Indonesia dibutuhkan lebih banyak Kementerian/lembaga di kabinet untuk ikut terlibat. Hal itu karena satu sama lain saling berkaitan.
"Untuk mengembangkan industri furniture Indonesia di pentas internasional, maka lebih dari separuh jumlah kabinet harus ikut terlibat," ujar Ketua Umum Asosiasi Mebel, Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) Soenoto, di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2013).
Dia mencontohkan, Kementerian PU dapat berperan dalam pengadaan infrastruktur, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk penerapan teknologi tepat guna, kepolisian untuk mengamankan aliran bahan dari pulau ke pulau.
Sementara itu, Bea Cukai untuk memberikan kemudahan ketika melakukan ekspor-impor, Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan dukungan birokrasi di daerah dan lain-lain. "Atas dasar itu kami dari AMKRI membuat road map yang mengarah ke sana," tutur Soenoto.
Misalnya, lanjut Soenoto, wilayah Cirebon dapat dibangun pelabuhan ekspor dengan catatan tidak perlu lagi ada ke khawatiran tanah di pelabuhan memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi atau rendah.
"Karena kapal yang kita tarik ke pelabuhan tidak perlu kapal besar (mother ship), tetapi cukup feader-feader, nanti mother ship-nya itu di Singapura, baru ekspor ke internasional," ujar Soenoto.
Selain itu, dia juga meminta pihak kepolisian untuk lebih memperketat pengawasan terhadap penyelundupan yang masih cukup tinggi.
"Kami minta pada kepolisian untuk mencegah adanya penyelundupan karena itu rawan dan akan mengganggu pertumbuhan ekspor furniture indonesia, kalau tidak mampu mengamankan 'tikus-tikus' itu ya suruh turun saja,"Â kata Soenoto. (Dny/Ahm)
"Untuk mengembangkan industri furniture Indonesia di pentas internasional, maka lebih dari separuh jumlah kabinet harus ikut terlibat," ujar Ketua Umum Asosiasi Mebel, Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) Soenoto, di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2013).
Dia mencontohkan, Kementerian PU dapat berperan dalam pengadaan infrastruktur, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk penerapan teknologi tepat guna, kepolisian untuk mengamankan aliran bahan dari pulau ke pulau.
Sementara itu, Bea Cukai untuk memberikan kemudahan ketika melakukan ekspor-impor, Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan dukungan birokrasi di daerah dan lain-lain. "Atas dasar itu kami dari AMKRI membuat road map yang mengarah ke sana," tutur Soenoto.
Misalnya, lanjut Soenoto, wilayah Cirebon dapat dibangun pelabuhan ekspor dengan catatan tidak perlu lagi ada ke khawatiran tanah di pelabuhan memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi atau rendah.
"Karena kapal yang kita tarik ke pelabuhan tidak perlu kapal besar (mother ship), tetapi cukup feader-feader, nanti mother ship-nya itu di Singapura, baru ekspor ke internasional," ujar Soenoto.
Selain itu, dia juga meminta pihak kepolisian untuk lebih memperketat pengawasan terhadap penyelundupan yang masih cukup tinggi.
"Kami minta pada kepolisian untuk mencegah adanya penyelundupan karena itu rawan dan akan mengganggu pertumbuhan ekspor furniture indonesia, kalau tidak mampu mengamankan 'tikus-tikus' itu ya suruh turun saja,"Â kata Soenoto. (Dny/Ahm)