Rupiah Amblas, Harga Obat Sakit Kepala Naik

Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir ini turut memukul sejumlah sektor usaha, termasuk industri farmasi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Des 2013, 10:09 WIB
Diterbitkan 02 Des 2013, 10:09 WIB
obat-tewas-130926c.jpg

Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir ini turut memukul sejumlah sektor usaha, termasuk industri farmasi. Akibatnya harga jual obat mengalami kenaikan hingga 5% karena lonjakan harga bahan baku.

Salah satu pemilik Distributor Obat di Jakarta, Ramon mengaku, harga jual obat bebas (over the counter/ OTC) selalu naik setiap tahun dengan rata-rata 2%-5%.

"Karena tahun ini nilai tukar rupiah terus melemah, maka kami terpaksa naikkan harga obat bebas 5%. Misalnya obat batuk, obat sakit kepala dan lainnya," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (2/12/2013).

Ramon menjelaskan, kondisi ini dipicu tingginya harga produksi obat di tingkat pabrikan besar akibat pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Sebab, pabrik obat di Indonesia masih sangat bergantung dengan impor sehingga saat dolar menguat, harga bahan baku menjadi lebih mahal. Selain itu, inflasi juga merupakan pemicu lain kenaikan harga jual obat tahun ini.

"Bahan baku mayoritas impor, kalau dolar naik dan inflasi tinggi, ya berpengaruh. Kami mengambil obat dari pabrik, harganya sudah mahal dan akhirnya menaikkan harga jual obat ke konsumen," terangnya.

Meski begitu, dia mengaku, tak bisa menaikkan harga obat bebas terlalu tinggi karena keterbatasan daya beli masyarakat. "Kami harus pikirkan kalau harganya terlalu mahal, konsumen kuat tidak," ujar dia.

Jika kondisinya seperti ini terus, menurut Ramon, industri farmasi Indonesia akan tergerus dalam persaingan bebas di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 karena kurang berdaya saing.

"Produk yang mahal membuat kita tidak bisa bersaing dengan negara-negara di ASEAN, contohnya Malaysia yang lebih efisien karena punya bahan baku sendiri. Sedangkan kita mayoritas masih impor dan tidak bisa produksi sendiri," tuturnya.

Dia berharap, industri farmasi lokal mampu bertumbuh lebih agresif mengingat ceruk pasar yang masih menganga lebar. Namun mimpi itu harus diiringi dengan kebijakan atau aturan yang mendukung dari pemerintah pusat maupun daerah.

"Aturan harus jelas, dan transparan, misalnya regulasi pajak jangan terlalu memberatkan pengusaha. Kalau terlalu berat, bikin tambah susah," pungkas Ramon. (Fik/Ndw)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya