Negara Maju Membaik, Indonesia Ketinggalan Antisipasi Krisis

Pengusaha memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 5%-5,2% pada 2014 dari pertumbuhan ekonomi pemerintah 6%.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Des 2013, 14:55 WIB
Diterbitkan 19 Des 2013, 14:55 WIB
ekonomi-indonesia-131028-b.jpg
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih melanjutkan perlambatan pada 2014. Ekonomi melambat itu didorong sejumlah sentimen eksternal seperti langkah penarikan dana stimulus moneter (tapering off)  yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia  (APINDO), Sofjan Wanandi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan berkisar 5%-5,2%. Hal ini jauh dari perkiraan pemerintah yang memprediksi bisa tumbuh lebih dari 6%.

Dia mengatakan, alasan pertumbuhan ekonomi ini tidak bisa sebesar apa yang diprediksi oleh pemerintah karena faktor eksternal dengan bank sentral AS akan melakukan tapering off.

"Kita khawatir pada 2014 karena melihat masalah-masalah dalam negeri ditambah dengan situasi luar negeri, globalisasi ini akan menghadapi tapering off, sehingga rupiah terhadap dolar tidak tahu akan kemana," ujarnya di saat konferensi pers Outlook 2014 di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2013).

Dia menilai, di antara negara-negara lai, Indonesia dinilai paling ketinggalan dalam mempersiapkan diri menghadapi globalisasi. Di saat negara lain mulai melakukan pembenahan, Indonesia masih berkutat pada masalah yang ada di dalam negeri.

"Kalau di Eropa sudah lebih baik, neraca pembayar mereka sudah suplus 400 miliar Euro. Amerika Serikat juga membaik, sedang kita malah masih menghadapi masalah pada balance of payment. semua negara lebih baik dari kita, itu yang pengusaha rasakan saat harus bersaing di luar," lanjutnya.

Selain itu, jelang tahun politik tahun depan, pemerintah dan parlemen juga dianggap tidak serius dalam mengatasi masalah ekonomi yang terjadi dan hanya sibuk menyiapkan diri menghadapi Pemilu.

Dia juga merasa, dalam 10 bulan sisa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah hanya akan mengeluarkan kebijakan yang bersifat politis ketimbang rasional yang bisa menyelamatkan perekonomian nasional.

"Kalau sudah begini, yang paling bahaya dari segi ekonomi nantinya. Ini sudah kita rasakan betul," kata Sofyan.

Pasalnya dalam segi ekonomi, sektor usaha memerlukan kepercayaan tinggi kepada pemerintah untuk membantu mengatasi masalah defisit neraca berjalan.

"Selain itu menarik investasi untuk memperkuat balance of payments juga sudah cukup sulit," tandasnya. (Dny/Ahm)

Baca Juga:

Hatta Rajasa: RI Jangan Selalu Dihantui Tapering The Fed

RI Penuh Percaya Diri Hadapi Tapering Off The Fed

Pekerja Indonesia Hanya Unggul Kuantitas, Bukan Kualitas



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya