Larangan ekspor mineral mentah diyakini dapat menggerus penerimaan negara di sektor perpajakan. Apalagi setelah diterapkan mulai 12 Januari 2014, bakal banyak perusahaan tambang yang berhenti operasi karena tidak dapat mengekspor bahan mineral yang belum diolah di dalam negeri.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany memprediksi kehilangan pemasukan pajak akibat kebijakan yang diambil pemeritnah berkisar antara Rp 3 triliun-Rp 4 triliun.Â
"Jika ditambah dengan bea keluar mungkin Rp 5 triliun, kalau ditotal mungkin sekitar Rp 12 triliun-Rp 14 triliun," jelas Fuad di Jakarta, Sabtu (11/1/2014).
Menurut Fuad, jumlah itu tidak besar jika dibandingkan dari manfaat dari penerapan kebijakan ini. Fuad menyebut, kebijakan larangan ekspor mineral mentah jangan hanya dilihat dari aspek ekonomi. Pemerintah lebih rela kehilangan uang belasan triliun rupiah daripada harus membiarkan bijih mineral Indonesia dieksploitasi dan diekspor gila-gilaan ke luar negeri.Â
"Karena kami juga tidak mau bahan mineral kita dikeruk dan dibawa ke luar negeri, tapi kalau penerimaan pajaknya berkurang ya tidak masalah," jelas dia.
Fuad mengaku pihaknya bisa mencari tambahan penerimaan pajak untuk menutupi potensi hilangnya pendapatan dari sektor tambang tersebut. Salah satunya yaitu dengan menggenjot penerimaan pajak pribadi dan perusahaan yang selama ini masih belum maksimal.Â
"Undang-undang (UU) Minerba ini bertujuan menyelamatkan negara dari pengerukan dan ekspoitasi bahan tambang kita yang gila-gilaan. Sebaiknya kita tata dulu negeri ini supaya jangan sembarang mereka menggali bahan mineral kita, tata lagi sistemnya," terangnya. (Yas/Ndw)Â
Baca Juga:
Harga Nikel dan Tembaga Naik Jelang Larangan Ekspor Mineral
Stop Ekspor Bijih Mineral, RI Tahan 10 Kapal China
Larangan Ekspor Mineral Dongkak Harga Komoditas Tambang
Mulai 12 Januari Pukul 00.00 WIB, Bea Cukai Cegah Ekspor Mineral
[VIDEO] Larangan Ekspor Mineral, Lebih Banyak Untung atau Rugi?