Penundaan penerapan sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk industri mebel dan furnitur skala kecil dan menengah (UKM) yang seharusnya diterapkan sejak awal tahun ini disambut baik dari pengusaha.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI), Abdul Sobur bahkan menyatakan penundaan selama satu hingga dua tahun ke depan ini memberikan angin segar bagi industri mebel dalam negeri.
Dia menilai keputusan penundaan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut sebagai keputusan yang bijak, dengan pertimbangan potensi kerugian ekspor yang cukup besar lantaran UKM dinilai belum siap sepenuhnya akan penerapan sistem ini.
Jika SVLK tersebut dipaksakan berlaku mulai 1 Januari 2014 maka akan hilang lebih dari US$ 1 miliar potensi ekspor dari produksi kayu dalam negeri.
Sobur menjelaskan, sebagian besar pengusaha yang belum memiliki SVLK berada pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang masih kesulitan mendapatkan sertifikasi tersebut karena terhambat dalam hal biaya maupun masalah administrasi di tingkat pemerintah daerah (pemda).
"Unsur-unsur perizinan lainnya untuk dapat memperoleh SVLK dianggap sangat berat, beban-beban biaya yang cukup besar dan hal ini masih menjadi hambatan utama bagi mereka (UKM) untuk dapat melaksanakan mandatori pemberlakuan SVLK dimaksud," ujar dia kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat (17/1/2014).
Dia melihat, China yang juga sebagai produsen produk mebel di dunia pun belum menerapkan aturan serupa sehingga dikhawatirkan dengan penerapan aturan ini hanya akan semakin menguntungkan kompetitor mebel dan berdampak pada penurunan daya saing industri mebel dan kerajinan dalam negeri di pasar global.
"Perlu dipertimbangkan pula dengan seksama bahwa penyerapan tenaga kerja paling terbesar berada di kelompok Industri Kecil Menengah, lebih dari 400 ribu pekerja yang langsung bekerja di sektor industri mebel," tutur dia.
Menurut dia, jika aturan ini dipaksakan juga akan berdampak luas pada penurunan kinerja ekspor sehingga bukan tidak mungkin menambah defisit neraca perdagangan nasional.
Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan atas kebijakan ini adalah penurunan yang drastis kinerja industri dan pengurangan lapangan kerja.
"Dalam satu tahun ke depan pemerintah harus fokus membantu UMKM untuk memverifikasi dan membantu atau menyubsidi proses untuk mendapatkan SVLK. Bila pemerintah yakin dengan SVLK illegal logging bisa di atasi. Kami melihat illegal logging itu inti masalahnya lebih di penegakan hukum," tandas dia.
Seperti diketahui, Kemendag telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.‬ Salah satu tujuan pemberlakuan SVLK untuk mencegah maraknya pencurian kayu ke luar negeri. (Dny/Nrm)
Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI), Abdul Sobur bahkan menyatakan penundaan selama satu hingga dua tahun ke depan ini memberikan angin segar bagi industri mebel dalam negeri.
Dia menilai keputusan penundaan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut sebagai keputusan yang bijak, dengan pertimbangan potensi kerugian ekspor yang cukup besar lantaran UKM dinilai belum siap sepenuhnya akan penerapan sistem ini.
Jika SVLK tersebut dipaksakan berlaku mulai 1 Januari 2014 maka akan hilang lebih dari US$ 1 miliar potensi ekspor dari produksi kayu dalam negeri.
Sobur menjelaskan, sebagian besar pengusaha yang belum memiliki SVLK berada pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang masih kesulitan mendapatkan sertifikasi tersebut karena terhambat dalam hal biaya maupun masalah administrasi di tingkat pemerintah daerah (pemda).
"Unsur-unsur perizinan lainnya untuk dapat memperoleh SVLK dianggap sangat berat, beban-beban biaya yang cukup besar dan hal ini masih menjadi hambatan utama bagi mereka (UKM) untuk dapat melaksanakan mandatori pemberlakuan SVLK dimaksud," ujar dia kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat (17/1/2014).
Dia melihat, China yang juga sebagai produsen produk mebel di dunia pun belum menerapkan aturan serupa sehingga dikhawatirkan dengan penerapan aturan ini hanya akan semakin menguntungkan kompetitor mebel dan berdampak pada penurunan daya saing industri mebel dan kerajinan dalam negeri di pasar global.
"Perlu dipertimbangkan pula dengan seksama bahwa penyerapan tenaga kerja paling terbesar berada di kelompok Industri Kecil Menengah, lebih dari 400 ribu pekerja yang langsung bekerja di sektor industri mebel," tutur dia.
Menurut dia, jika aturan ini dipaksakan juga akan berdampak luas pada penurunan kinerja ekspor sehingga bukan tidak mungkin menambah defisit neraca perdagangan nasional.
Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan atas kebijakan ini adalah penurunan yang drastis kinerja industri dan pengurangan lapangan kerja.
"Dalam satu tahun ke depan pemerintah harus fokus membantu UMKM untuk memverifikasi dan membantu atau menyubsidi proses untuk mendapatkan SVLK. Bila pemerintah yakin dengan SVLK illegal logging bisa di atasi. Kami melihat illegal logging itu inti masalahnya lebih di penegakan hukum," tandas dia.
Seperti diketahui, Kemendag telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.‬ Salah satu tujuan pemberlakuan SVLK untuk mencegah maraknya pencurian kayu ke luar negeri. (Dny/Nrm)