Nelayan Indonesia Masih Boleh Pakai Solar

Pemerintah menyatakan, kapal laut dengan bobot di atas 30 GT masih dapat mengkonsumsi bahan bakar solar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Feb 2014, 19:48 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2014, 19:48 WIB
nelayan-140209b.jpg
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kapal-kapal laut dengan bobot di atas 30 GT (gross tonase) masih boleh mengkonsumsi bahan bakar solar.

Pernyataan ini meluruskan kabar yang beredar bahwa pemerintah benar-benar melarang penggunaan bahan bakar tertentu bagi kapal-kapal yang didominasi milik nelayan itu.

"Masih boleh (konsumsi solar) sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen)," tegas Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo saat berbincang dengan wartawan usai Kunjungan Pengembangan Kemiri Sunan di Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (9/2/2014).

Namun, dia menambahkan, pemerintah hanya membatasi konsumsi solar pada kapal-kapal di atas 30 GT itu. Batasan tersebut juga tertuang dalam Permen.

"Boleh, tapi ada batasnya. Batasannya itu berapa kilo liter per tahun. Saya tidak hafal permennya," ujar Susilo.

Sebelumnya, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas bumi (BPH Migas) mengeluarkan Surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan, Yugi Prayatna mengatakan, masalah ini telah menimbulkan keresahan dan kemarahan para nelayan pemilik maupun nelayan pekerja kapal ikan di atas 30 GT.

"Saat ini ada lebih kurang 10 ribu kapal ikan di atas 30 GT yang tidak bisa melaut karena harus membeli BBM solar non-subsidi yang harganya tidak terjangkau, yakni dua kali lipat dari harga subsidi," ujar Yugi.

Pihaknya akan menunggu kebijakan pemerintah untuk memberikan solusi yang terbaik karena masalah seperti itu akan berdampak negatif pada produktivitas dan penghasilan para nelayan.

Selain itu pada akhirnya akan berpengaruh pada kegiatan perdagangan ikan di pasar ikan, industri perikanan dan pengolahan ikan tradisional serta usaha kecil yang berkaitan dengan hasil perikanan.

“Memang ironis, pemerintah masih bisa melakukan subsidi konsumsi BBM jenis premium milik pribadi di darat, sementara nelayan yang sangat memerlukan justru dihapus dari prioritas,” ungkap dia.

Yugi menambahkan, KADIN beserta asosiasi-asosiasi terkait akan melakukan pendekatan kembali dengan pemerintah, terutama dengan Menteri Koordinator Perekonomian untuk menindaklanjuti permasalahan itu. (Fik/Ahm)

Baca juga:

Dilarang Pakai Solar, 500 Ribu Nelayan Terancam Tak Bisa Melaut

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya