Football Bloody Hell Jilid 2 Manchester United

Ketika semua memprediksi satu hal, sepak bola membalikkan semuanya menyusul kemenangan Manchester United atas PSG.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 07 Mar 2019, 17:15 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2019, 17:15 WIB
Manchester United
Pemain Manchester United merayakan gol Marcus Rashford di depan suporter pada laga Liga Champions melawan Paris Saint-Germain di Parc des Princes, Kamis (7/3/2019) dini hari WIB. (AP Photo/Thibault Camus)

Liputan6.com, Jakarta - Manajer legendaris Manchester United Sir Alex Ferguson melontarkan frase ini usai kemenangan dramatis pada final Liga Champions, musim panas 1999. Menyaksikan anak asuhnya mencetak dua gol pada injury time untuk mengalahkan Bayern Munchen, dia berkata "Football, bloody hell!".

Istilah ini kembali terucap hampir 20 tahun berselang. Ketika semua memprediksi satu hal, sepak bola membalikkan semuanya menyusul kemenangan Manchester United atas Paris Saint-Germain (PSG) 3-1 di Parc des Princes, Rabu (6/3/2019) atau Kamis dini hari WIB.

Hasil 3-1 membawa pasukan Ole Gunnar Solskjaer, salah satu pencetak gol MU di Camp Nou dua dekade silam, ke putaran berikutnya. Mereka unggul agregat gol tandang 3-3 setelah tumbang 0-2 di kandang sendiri, tiga pekan lalu.

Peristiwa ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Tercatat sudah 106 kali tim gagal membalikkan kedudukan karena tumbang 0-2 di kandang pada laga pertama dalam kompetisi Eropa, 34 di antaranya pada panggung Liga Champions.

Capaian The Red Devils makin luar biasa karena tampil dalam keadaan pincang. Mereka kehilangan 10 pemain akibat berbagai alasan pada laga ini, tiga di antaranya merupakan gelandang pilihan utama.

Nyatanya, dalam kondisi itu, Manchester United sukses melewati semua rintangan. Mereka mencapainya mengandalkan bangku cadangan dengan total nomor punggung 240.

Sebanyak lima di antara pelapis tersebut adalah remaja, tiga di antaranya berkesempatan unjuk gigi. Trio tersebut adalah Diogo Dalot, Tahith Chong, dan Mason Greenwood.

Karakter Rashford

Marcus Rashford
Striker Manchester United Marcus Rashford (kiri) sukses mengeksekusi penalti pada laga Liga Champions melawan Paris Saint-Germain di Parc des Princes, Kamis (7/3/2019) dini hari WIB. (AFP/Frank Fife)

Di Parc des Princes, Manchester United memang tampil bertahan demi mengantisipasi kecepatan Kylian Mbappe dan possession football arahan Marco Verratti. Namun, mereka sukses menjaga nyawa berkat dua gol Romelu Lukaku memanfaatkan kesalahan Thilo Kehler dan Gianluigi Buffon.

Baru pada lima menit terakhir The Red Devils melepas rem dan mencari satu gol yang dibutuhkan untuk mencapai perempat final. Usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil berkat bantuan video assistant referee.

Wasit Damir Skomina menganggap Presnel Kimpembe sengaja memblok tendangan Dalot menggunakan tangan di area terlarang. Banyak yang mengganggap keputusan ini kontroversial karena Kimpembe membalikkan badan.

Namun, Skomina berpegang pada sikap. Penalti dilakukan pada menit keempat injury time. Marcus Rashford maju sebagai algojo.

Dia belum pernah mengambil penalti bagi Manchester United. Berusia 21 tahun, dia menghadapi salah satu kiper terhebat sepanjang masa.

Di bawah tekanan itu, Rashford menunjukkan ketenangan dan melesakkan tendangan keras yang merobek sudut kanan gawang Buffon. "Tidak ada ketegangan, dia anak muda berani," kata Solskjaer, dilansir Guardian.

Kualitas Solskjaer

Ole Gunnar Solskjaer
Germain di Parc des Princes, Kamis (7/3/2019) dini hari WIB. (AP Photo/Francois Mori)

Hasil ini pun memperkuat daya tawar Solskjaer untuk mengamankan jabatan manajer permanen Manchester United. Bagaimana tidak, dia sudah membuktikan kualitas lewat catatan 14 pertandingan tidak terkalahkan di pentas domestik, 12 di antaranya berupa kemenangan. Kini mantan manajer Cardiff City itu menunjukkan kemampuan bisa bicara banyak di pentas Eropa.

Meski begitu, Solskjaer menyatakan fokusnya saat ini hanya tertuju hingga akhir musim sesuai kesepakatan ketika dipercaya menggantikan Jose Mourinho pertengahan Desember silam.

"Saya coba menjalankan tugas sebaik mungkin dan kita lihat ke mana capaian tadi membawa kita nanti. Saya menjalani periode fantastis dan menikmati keberadaan di sini," kata sosok asal Norwegia itu.

Apapun yang berlangsung selanjutnya, Manchester United dan pecinta sepak bola dunia akan mengingat malam di Paris sebagai salah satu comeback terbaik sepanjang masa. Sebuah pertandingan yang membuat mengapa cabang olahraga ini bakal dan tetap menjadi yang terpopuler di muka bumi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya