Bola Ganjil: Bela Negara di Perang Dunia, Tidak Kembali ke Lapangan Hijau

Simak kisah pemain sepak bola yang meninggalkan lapangan hijau untuk ikut bertempur di Perang Dunia.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 08 Jan 2022, 16:26 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2021, 00:30 WIB
ilustrasi BOLA GANJIL
Simak kisah pemain sepak bola yang meninggalkan lapangan hijau untuk ikut bertempur di Perang Dunia. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Meledaknya Perang Dunia membatasi pilihan masyarakat, termasuk pesepak bola. Mayoritas terpaksa meninggalkan lapangan hijau dan berangkat ke medan pertempuran untuk membela negara.

Italia adalah salah satu negara yang memiliki ambisi besar menguasai Bumi. Seperti leluhurnya Bangsa Romawi, mereka bertekad menguasai berbagai penjuru dunia.

Pemerintah pun merekrut seluruh warga, termasuk pemain sepak bola. Bisa ditebak, kebanyakan tidak selamat dan tewas di tangan musuh.

Salah satunya Alberto Picco. Hidupnya singkat tapi berpengaruh besar. Tidak hanya mendirikan Spezia, dia juga menjadi kapten dan mencetak gol pertama klub tersebut. Picco turut menjabat direktur dan bendahara Aquilotti.

Namun, kewajiban militer memanggil. Picco baru berusia 21 tahun ketika tewas di Perang Dunia I. Dia tewas usai ditembak dua kali, pertama di kaki dan kedua di perut.

Kisah Picco jadi inspirasi sampai sekarang. Spezia pun mencapai sukses dengan menembus kasta tertinggi sepak bola Italia untuk pertama kali sepanjang sejarah pada 2020/2021. Mereka jadi kisah sukses setelah mampu bertahan di Serie A.

Saksikan Video Berikut Ini

Eks Kapten Genoa

ilustrasi bola ganjil
bola ganjil (Liputan6.com/Abdillah)

Hanya dua bulan setelah kematian Picco, eks kapten Genoa Luigi Ferraris menerima nasib serupa. Menginjak 27 tahun, Ferraris tengah menjalani misi di Val Posina saat ajal menjemput.

Dia menerima medali kehormatan pada 2015. Penghargaan tersebut dikubur di tribune utara markas Genoa tahun 1933 ketika identitasnya diabadikan menjadi nama stadion.

Dikirim ke Kamp Konsentrasi

ilustrasi BOLA GANJIL
BOLA GANJIL (Liputan6.com/Abdillah)

Carlo Castellani mencatatkan diri sebagai top skor Empoli berkat ketajamannya di depan gawang lawan. Setelah pensiun pada 1940, Castellani terus mendukung keuangan klub menggunakan bisnis keluarga.

Pada musim semi 1944, rezim fasis Italia mulai menahan mereka yang membangkang. Ayah Castellani termasuk ke dalam kelompok tersebut. Namun, karena kesehatannya sudah buruk, Castellani junior mengambil tempatnya untuk diberangkatkan ke kamp konsentrasi di Austria. Dia tidak pernah kembali dari sana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya