Kisah Valentino Rossi: Mengendarai Motor itu Seni [3]

Peran orangtua bagi pembalap kelas wahid Valentino Rossi sangat besar. Rossi sangat kagum dan bangga pada sang ayah Graziano Rossi.

oleh Bagusthira Evan Pratama diperbarui 01 Okt 2013, 13:00 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2013, 13:00 WIB
valentino-rossi-6-131001b.jpg

Pembalap dunia Valentino Rossi mempunyai masa lalu yang sangat indah bersama orangtuanya. Valentino Rossi sangat bangga pada ayahnya Graziano Rossi. Pembalap kelas dunia itu bahkan amat bersyukur telah mendapatkan banyak pembelajaran dari sang ayah.

"Saya beruntung memiliki ayah yang berpacu dengan sepeda motor. Dia memberi saya gairah sejak awal. Dan saya punya sepeda motor pertama saat saya berumur tiga - empat tahun," ungkap Rossi yang menjuluki dirinya sendiri sebagai The Doctor saat mengenang masa lalunya.

Darah pembalap Rossi mengalir dari sang ayah Graziano Rossi yang juga pembalap motor kelas 125 cc di era 1970-an. Sejak mencintai dunia balap motor, motivasi dan dukungan penuh terus mengalir dari orangtuanya yang sangat dicintai dan dikaguminya. Spirit itu hadir hingga kini.



Motivasi Kuat Jadi Dasar Rossi ke Pentas Dunia

Berkat dukungan dan motivasi yang diberikan sang ayah, Rossi akhirnya tumbuh sebagai pembalap nomor wahid di dunia. Meski awalnya memilih untuk balapan gokart, Rossi akhirnya kini menjelma sebagai pembalap terbesar sepanjang sejarah.

Kegemilangan Rossi diawali pada tahun 1997. Kala itu Rossi remaja berhasil menjuarai grandprix kelas 125 cc bersama tim Nastro Azzurro Aprilia. Setelah itu prestasi seakan setia mengiringi pria yang lahir di kawasan Tavullia, Italia.

Pada tahun 1999 Rossi membawa tim Aprilia Grand Prix Racing menyabet juara dunia GP 250 cc. Dua tahun setelahnya Rossi kembali menobatkan dirinya sebagai yang terdepan di arena balap. Kali ini, ia bersama tim Nastro Azzurro Honda juara di kelas 500 cc.

Tahun 2002 sampai 2005, arena balap seakan jadi milik Rossi pribadi. Pembalap yang dikenal humoris itu mampu menjadi juara empat musim berturut-turut. Pada masa itu, Rossi dua kali meraih predikat juara dengan tim Repsol Honda (2002 dan 2003) serta Yamaha (2004 dan 2005).

"Mengendarai sepeda motor bagaikan seni, karena apa yang Anda lakukan pasti Anda merasakan sesuatu di dalamnya. Saya berlomba untuk menang. Akan sama saja, jika saya mengendarai motor ataupun mobil," tuturnya.



Menjajal Tantangan Baru

Tetapi, prestasi sang jawara terhenti sejenak di tahun 2006. Di bulan pertama, Rossi coba menjajal balapan lain. Ia memberanikan diri untuk turun ke arena balap Formula 1. Meski belum ikut balapan secara resmi, Rossi sudah mendapat kesempatan untuk mengendarai mobil Ferrari yang saat itu masih diperkuat Michael Schumacher dan Felipe Massa.

Fakta itu langsung menjadi perbincangan di dunia otomotif. Rossi disebut-sebut bakal pindah haluan ke ajang F1 dan mewujudkan mimpi masa kecilnya yang masih tertunda. Namun Rossi menyanggah spekulasi tersebut. Dengan tegas, ia menyatakan bakal tetap berada di kompetisi MotoGP.

"Bagaimana Ferrari tahu apa yang akan saya lakukan tahun depan jika saya belum tahu apa yang akan saya lakukan di minggu depan? Ini adalah masalah besar dan saya tidak tahu pasti apakah bisa mengatakan ya atau tidak ke Ferrari. Saya masih memiliki kontrak dengan Yamaha sampai tahun 2008. Ketika itu selesai, kita semua akan melihat apa yang bakal terjadi. Yang saya yakini, saya hanya bisa berada di sana pada usia 31 sampai 32. Setelah itu saya ingin mencari tantangan baru," ungkapnya.



Kondisi Rossi yang saat itu sedikit terpengaruh dengan godaan sirkuit F1 sepertinya jadi batu sandungan dalam kariernya di ajang MotoGP. Di tahun 2006, Rossi gagal mempertahankan gelar juara. Begitupun yang terjadi di tahun berikutnya. Ia kembali kalah dalam perebutan gelar juara dunia.

Tapi bukan Rossi namanya kalau ia sampai menyerah dari keadaan. Pembalap kurus ini sukses merebut kembali gelar juara yang hilang dua tahun sebelumnya. Dalam dua musim berturut-turut, The Doctor juara MotoGP 2008 dan 2009.

Pasang Surut Prestasi Sang Jawara

Namun setelah itu karier Rossi seakan menurun. Ia kalah bersaing dari Jorge Lorenzo, pembalap muda yang direkrut Yamaha di awal tahun. Karena kemundurannya tersebut, Rossi memilih untuk mencari petualangan baru bersama tim asal negerinya sendiri, Ducati Corse.

"Saya telah memenangkan gelar juara bersama Honda dan Yamaha. Jadi mungkin menarik untuk bisa menang dengan tim ketiga, Ducati, yang berasal dari Italia," ucapnya.

Namun harapan hanyalah harapan. Mimpi tak jua tercapai. Selama dua tahun menunggangi Ducati, Rossi malah semakin anjlok dan tergeser oleh pembalap-pembalap muda lainnya.



Tahun 2011, bagaikan mimpi buruk yang jadi kenyataan buat Rossi. Di klasemen akhir, ia tercecer hingga ke peringkat ketujuh. Hal yang tak jauh berbeda dirasakannya di tahun 2012. Pada klasemen akhir, mantan juara gokart tingkat regional itu hanya mampu menempati peringkat ke-6.

Rossi: Hubungan dengan Motor Seperti Relasi dengan Wanita

Awal tahun ini, Rossi kembali dipekerjakan Yamaha. Harapan tinggi pun ada di pundak pembalap berusia 34 tahun ini. Walaupun belum menampatkan diri di puncak klasemen, Rossi setidaknya bisa memperbaiki posisi dari yang didapatnya dua tahun lalu.

Untuk sementara, Rossi berada di urutan keempat. Dari 14 kali balapan yang telah dijalani, Rossi sudah bisa mengantungi raihan 169 poin. Di empat balapan tersisa, Rossi bisa saja membuat kejutan yang tidak terduga. Namun sepertinya ia ingin realistis. Rossi merasa tahu kemampuan motornya dan ia tak mau memaksakan untuk memacu tunggangannya lebih dari batasan.



"Pertarungan besar dengan rival terkuat Anda akan selalu jadi motivasi yang juga besar. Ketika Anda menang mudah, tentu rasanya tidak akan sama. Namun yang paling penting adalah memiliki hubungan yang baik dengan motor sendiri. Anda harus memahami apa yang diinginkannya. Saya pikir motor seperti seorang wanita. Memang terdengar konyol, tapi bagi saya itu benar," pungkasnya. (Vin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya