[Cek Fakta] Fenomena Equinox Disebut Memicu Sunstroke dan Dehidrasi, Ini Faktanya

Benarkah fenomena Equinox berbahaya dan menyebabkan sunstroke serta dehidrasi?

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 27 Mar 2019, 17:18 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2019, 17:18 WIB
[Cek Fakta] Fenomena Equinox
[Cek Fakta] Fenomena Equinox

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah wilayah Indonesia mengalami fenomena equinox. Beberapa wilayah dilaporkan mengalami kenaikkan suhu udara.

Kabar ini ternyata menjadi perhatian warganet di media sosial. Kabar tersebut kemudian dikaitkan dengan serangan sunstroke dan dehidrasi yang bisa mengancam warga.

Misalnya seperti yang diunggah oleh akun Ceramah Syeikh Ali Jaber pada 24 Maret 2019. Ia meminta kepada warga untuk mengurangi aktivitas di luar rumah selama fenomena equinox berlangsung. Sebab dikhawatirkan bakal menyebabkan sunstroke dan dehidrasi.

"Assalamualaikum. Info BMKG neh. Dear Bapak/Ibu jangan lupa untuk minum lebih banyak air, makan lebih banyak buah, dan mengurangi aktifitas diluar rumah yahh dari tanggal 22 s/d 28 Maret.Tau nggak knp? karena adanya yg dinamakan EQUINOX.EQUINOX disebabkan Matahari mencapai titik terdekat dengan bumi serta suhu udara akan naik beberapa derajat..Jangan sampai dehidrasi atau sun stroke yah sahabat...

Membagikan pengetahuan ini ke 3 grup facebookmu , insyallah bermanfaat dan akan menjadi pahala bagimu," tulis Ceramah Syeikh Ali Jaber.

Konten ini telah 471 kali dibagikan dan mendapat 44 komentar warganet.

 

Fakta

Dari hasil penelusuran, fenomena Equinox ternyata tidak menyebabkan sunstroke dan dehidrasi. Selain itu tak ada kenaikkan suhu ekstrem akibat fenomena ini.

Hal ini sebagaimana artikel yang dimuat Liputan6.com dengan judul 'BMKG Imbau Masyarakat Tenang Hadapi Fenomena Equinox' pada 25 Maret 2019.

Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat tenang dalam menghadapi fenomena Equinox. Imbauan itu diterbitkan oleh BMKG akibat beredarnya informasi yang menyebutkan Equinox menjadi penyebab meningkatnya suhu ekstrem serta berakibat sun stroke dan dehidrasi.

Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, Equinox dapat dijelaskan sebagai salah satu fenomena astronomi di mana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September.

"Saat fenomena ini berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat konsekuensinya wilayah tropis sekitar ekuator akan mendapatkan penyinaran matahari maksimum. Namun, fenomena ini tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrem," kata Mulyono, Senin (25/3/2019).

Mulyono menjelaskan, diketahui rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia saat fenomena Equinox berlangsung, berada dalam kisaran 32-36 derajat Celcius. Namun tutur Mulyono, suhu maksimum tertinggi pada hari kemarin 23 Maret 2019 berdasakan pengamatan BMKG, terjadi di Meulaboh, Aceh mencapai 37,6 derajat Celcius.

Mulyono menegaskan Equinox bukan merupakan fenomena seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika dan Amerika. Gelombang panas yang terjadi di tiga benua itu merupakan kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

"Secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang memasuki masa atau periode transisi (pancaroba)," ujar Mulyono.

Maka ada baiknya saran Mulyono, masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.

Selain itu, dijelaskan juga bahwa fenomena Equinox merupakan peristiwa di mana matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik. Fenomena ini berlangsung dua kali setahun, yakni 21 Maret dan 23 September.

Fakta ini juga bisa dilihat dalam artikel Liputan6.com dengan judul 'Apa itu Equinox?' yang dipublikasikan pada 21 Maret 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa Equinox kembali terjadi pada tahun ini. Namun, Equinox yang berlangsung di bulan Maret biasanya dikenal sebagai Vernal Equinox atau Equinox musim.

Maret ini juga terasa unik karena bersamaan dengan Super Moon di wilayah bumi bagian utara. Bagi Bumi belahan utara, peristiwa semacam ini terakhir terjadi pada tahun 2000.

Menurut situs EarthSky.org, peristiwa langka ini baru akan terulang lagi pada 2030. Adapun peristiwa Super Moon ini akan menjadi yang terakhir sepanjang 2019.

Lalu, apa itu Equinox? Nama Equinox sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni aequus (sama) dan nox (malam).

Jadi, saat peristiwa Equinox biasanya seluruh belahan Bumi akan merasakan malam dan siang yang sama panjang, yakni 12 jam.

Equinox merupakan fenomena astronomi, yakni saat matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali setahun, yakni 21 Maret dan 23 September.

Dikutip dari Express, Kamis (21/3/2019), sementara Vernal Equinox merupakan pergerakan Matahari (dari sudut pandang Bumi) yang berada tepat di atas titik ekuator. Pergerakan itu terjadi dari selatan ke utara.

Dengan demikian, wilayah utara Bumi akan merasakan terbitnya Matahari yang lebih awal, tetapi terbenam lebih belakangan.

Berbanding terbalik, wilayah selatan Bumi, akan mengalami terbitnya Matahari lebih belakangan, tapi terbenam lebih cepat.

Perlu diketahui, peristiwa Equinox pada Maret tahun ini terjadi pada 20 Maret 2019 pukul 21:58 UTC. Jika diubah ke waktu Indonesia, peristiwa itu berarti terjadi pada 21 Maret 2019 pukul 04.58 WIB.

Kesimpulan

Fenomena Equinox yang terjadi beberapa hari ini ternyata merupakan fenomena alam biasa. Peristiwa tersebut tidak membahayakan bagi manusia yang beraktiftas di luar ruangan. Apalagi, bila disebut bakal terkena sunstroke atau dehidrasi.

Narasi yang dibangun dan disebarkan di media sosial tersebut, tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya