[Cek Fakta] Viral Kabar Mahapatih Gajah Mada Beragama Islam, Ini Faktanya

Mahapatih Majapahit, Gajah Mada disebut beragama Islam. Nama aslinya, Gaj Ahmada. Benarkah?

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 24 Jun 2019, 19:10 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2019, 19:10 WIB
[Cek Fakta] Gambar Tangkapan Layar Berita Tentang Gajah Mada
[Cek Fakta] Gambar Tangkapan Layar Berita Tentang Gajah Mada

Liputan6.com, Jakarta - Kabar lama yang menyebut bahwa Mahapatih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada menganut agama Islam kembali viral di media sosial. Konon, nama aslinya adalah 'Gaj Ahmada'. 

Kabar itu beredar disertai gambar. Dalam gambar tersebut, terdapat foto patung Gajah Mada. Foto itu kemudian disandingkan dengan sebuah sketsa wajah seorang pria berjanggut dan berkopiah.

Di foto patung Gajah Mada tertulis nama Gajahmada, kemudian pada gambar sketsa wajah terdapat tulisan Gaj Ahmada. Gambar ini kemudian diunggah oleh pemilik akun Facebook Sri Suparwati Khanzaru pada Minggu 23 Juni 2019.

Dalam konten yang diunggahnya, akun facebook Sri Suparwati Khanzaru menambahkan sebuah narasi. Akun ini mengklaim bahwa nama asli Gajah Mada adalah Gaj Ahmada.

"MELURUSKAN SEJARAH !!!

Siapa yang tidak kenal GAj Ahmada (Gajahmada). Agama apa sebenarnya yang dianut Gaj Ahmada ? Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta sengaja melakukan penelitian untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis .

Maka tim ini kemudian menerbitkan hasil penelitiannya dalam sebuah buku awal berjudul KESULTANAN MAJAPAHIT .

Fakta Sejarah Yang Tersembunyi . Berikut diantara hasil penelitian tersebut :

1.Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Sebagaimana kita ketahui, koin merupakan sebuah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Maka sungguhlah mustahil jika dikatakan bahwa sebuah kerajaan Hindu memiliki koin yang bertuliskan kalimat tauhid seperti ini.

2. Pada batu nisan Syaikh Maulana Malik Ibrabim (Sunan Gresik) terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang Qadhi (hakim agama Islam) kerajaan Majapahit. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Islam merupakan agama resmi kerajaan tersebut.

3.Lambang kerajaan Majapahit berupa delapan sinar matahari dengan beberapa tulisan arab yakni sifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan Dzat. Mungkinkah sebuah kerajaan Hindu memiliki logo/lambang resmi bertuliskan kata-kata arab seperti in?

4.Pendiri kerajaan Majapahit yakni Raden Wijaya ternyata seorang muslim. Beliau adalah cucu dari Prabu Guru Dharmasiksa, seorang Raja Sunda sekaligus ulama Islam Pasundan yang hidup selayaknya seorang sufi. Sedangkan neneknya merupakan seorang muslimah keturunan penguasa Kerajaan Sriwijaya. Meskipun Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana (menggunakan bahasa sansekerta yang lazim digunakan saat itu), tidak lantas menjadikan beliau seorang pemeluk Hindu. Gelar seperti ini (menggunakan bahasa sansekerta) ternyata masih juga digunakan oleh raja-raja muslim jawa zaman sekarang seperti Hamengkubuwono dan Paku Alam di Yogyakarta serta Pakubuwono di Surakarta/Solo.

4.Patih kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya, Patih Gajah Mada juga seorang muslim. Nama aslinya adalah Gaj Ahmada (terlihat lebih Islami, bukan?). Hanya saja, orang jawa saat itu sulit mengucapkan nama tersebut. Mereka menyebutnya Gajahmada untuk memudahkan pengucapan dan belakangan ditulis terpisah menjadi Gajah Mada (walaupun hal ini salah). Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasan pada masa Patih Gaj Ahmada. Konon, kekuasaannya sampai ke Malaka (sekarang masuk wilayah Malaysia). Setelah mengundurkan diri dari kerajaan, Patih Gaj Ahmada lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mada oleh masyarakat sekitar. Pernyataan ini diperkuat dengan bukti fisik yaitu pada nisan makam Gaj Ahmada di Mojokerto terdapat tulisan ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’.

5.Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Timur tengah pun berada dalam situasi konflik yang tidak menentu. Terjadilah eksodus besar-besaran (pengungsian) kaum muslim dari Timur Tengah (tetutama keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan sebutan alawiyah). Mereka menuju kawasan Nuswantara (atau Nusantara) yang kaya akan sumber daya alamnya. Mereka pun menetap dan melanjutkan keturunan yang sebagian besar menjadi penguasa kerajaan-kerajaan di nusantara, termasuk kerajaan Majapahit.

Itulah beberapa fakta mengejutkan yang tersembunyi dari kerajaan Majapahit. Anda terkejut? Saya pun demikian. Mengapa bisa terjadi kesalahan seperti ini? Kita tahu, kawasan nusantara saat itu dikuasai penjajah Belanda yang kafir. Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.Ttd ARIF BARATA," tulis akun facebook Sri Suparwati Khanzaru.

Konten yang diunggah akun facebook Sri Suparwati Khanzaru telah 6.200 kali dibagikan dan mendapat 2.700 komentar warganet.

Selain itu, kabar serupa juga diunggah oleh akun facebook Gayuh Rahayu Utami pada Sabtu, 23 Juni 2019. Konten yang diunggah tersebut telah 731 kali dibagikan dan mendapat 130 komentar warganet.

 

Penelusuran Fakta

Dari penelusuran, itu adalah kabar lama, pernah bikin heboh pada 2017 silam. 

Dan, kabar tentang Gajah Mada yang beragama Islam sama sekali tak didukung bukti sahih, termasuk klaim tentang nama asli Gajah Mada, Gaj Ahmada.

Fakta ini sebagaimana dikutip dari situs Liputan6.com dengan judul artikel "Benarkah Gajah Mada Pemeluk Islam?".

Liputan6.com, Jakarta - Ini gelar resmi pria tersebut: rakyan san mantri mukyapatih i Majapahit sang praneleng kadatwan. Maknanya, 'rakian sang perdana menteri patih Majapahit, perantara keraton'.

Mpu Prapanca, penulis Nagarakretagama, melukiskan sosoknya sebagai, "...seorang menteri bijaksana, setia bakti pada raja, fasih bicara, jujur, pandai, tenang, teguh tangkas, tegas, tangan kanan maharaja yang melindungi hidup penggerak dunia."

Khalayak ramai sekarang jauh lebih mengenalnya sebagai Gajah Mada, mahapatih yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaan. Beberapa hari ini, media sosial hiruk pikuk lagi dengan kabar bahwa Gajah Mada beragama Islam.

Bahwa ada segelintir kaum muslim di lingkungan Majapahit, sejumlah makam di Trowulan membuktikan. Tapi raja dan para pejabat kerajaan sama sekali tak pernah disebut memeluk Islam.

Berdasarkan sumber tertulis seperti Pararaton dan Nagarakretagama, Siwa (cabang dari Hindu) dan Buddha merupakan agama resmi kerajaan. Raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwa, kecuali Tribuana Tunggadewi, ibunda Hayam Wuruk, yang beragama Buddha.

Nagarakretagama mencatat, tulis Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, pejabat resmi keagamaan di Majapahit ada dua. Yaitu dharmadyaksa ring kasaiwan (pejabat tinggi Siwa) dan dharmadyaksa ring kasogatan (petinggi besar Buddha).

Majapahit banyak mewariskan tempat-tempat suci, lokasi ritual pada masa itu. Bentuknya candi, pemandian, dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan suci di Majapahit ini kebanyakan dibangun penganut Siwa dan sebagian kecil didirikan pemeluk Buddha.

Dalam Nagarakratagama tertulis, "...tersebutlah dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan yang indah, tanahnya anugerah Baginda kepada Gajah Mada".

Dengan dibubuhkannya "kasogatan", sejumlah pakar percaya bahwa Gajah Mada adalah pemeluk Buddha

Di luar itu semua, Gajah Mada bukan pemuka agama. Ia adalah konseptor politik dan pengendali pemerintahan Majapahit.

Ia terkenal dengan Sumpah Palapa: tekad untuk mempersatukan wilayah-wilayah Nusantara di bawah otoritas Majapahit. Program itu berlangsung selama 21 tahun, dari tahun Saka 1258 (1336 Masehi) sampai 1279 (1357 Masehi).

Ketika Gajah Mada wafat pada tahun Saka 1286 setelah sakit keras, istana Majapahit berunding demi mencari pengganti. Hasilnya diputuskan: Gajah Mada tak tergantikan. Hayam Wuruk memimpin langsung roda pemerintahan sehari-hari.

"Demikianlah kegemilangan Majapahit...pada hakikatnya adalah sejarah kehidupan patih amangku bumi Gajah Mada," tulis Slamet Muljana, guru besar filologi itu.

Selain itu, Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Ashad Kusuma Djaya yang membawahi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) selaku penerbit buku menegaskan, kutipan yang menjadi viral media sosial banyak tidak sesuai dengan di buku tulisan Herman Sinung Janutama, misalnya saja soal nama Gaj Ahmada.

Terakhir Ashad mengaku, tidak mengenal Arif Barata yang menjadi rujukan soal Gaj Ahmada sehingga viral di media sosial. Fakta ini sebagaimana dikutip dari situs kompas.com dengan judul artikel "Penjelasan Muhammadiyah Kota Yogyakarta soal Gaj Ahmada yang Viral".

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir netizen di media sosial ramai memperbincangkan nama asli Patih Kerajaan Majapahit yang selama ini di kenal dengan Gajah Mada menjadi Gaj Ahmada.

Selain itu, terjadi pula perdebatan di media sosial bahwa Kerajaan Majapahit adalah kesultanan dan Gaj Ahmada beragama Islam.

Dari informasi yang viral di media sosial disebut bahwa kesultanan Majapahit berasal dari penelitian yang kemudian dijadikan buku dengan judul "Kesultanan Majapahit: Fakta Sejarah yang Tersembunyi".

Buku tersebut diterbitkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta.

Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta yang membawahi LHKP, Ashad Kusuma Djaya menegaskan, tidak ada campur tangan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta dalam penulisan buku Kesultanan Majapahit.

"LHKP hanya memfasilitasi kajian, kemudian yang ikut diskusi dan kajian itu patungan untuk menerbitkan buku. Tidak ada dana dari Muhamamdiyah," ujar Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Ashad Kusuma Djaya saat ditemui Kompas.com, Sabtu (17/06/2017) malam.

Diceritakannya, kegiatan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta adalah berdiskusi dan melakukan kajian bersama dengan berbagai komunitas.

"LHKP isinya adalah komunitas anak muda yang senang dengan isu-isu alternatif," ucapnya.

Ashad mengaku mengenal baik Herman Sinung Janutama, penulis buku "Kesultanan Majapahit" karena sama-sama pemerhati budaya Jawa. Herman Sinung Janutama memiliki komunitas dan menjadi salah satu yang diundang dalam kegiatan diskusi LHKP.

Sebab, lanjutnya, metode penelitian yang dilakukan oleh Herman Sinung Janutama menarik untuk didiskusikan dan dikaji.

"Itu bukan kegiatan tunggal, artinya kita ada juga diskusi dan kajian dengan lainnya. Kita juga ada kajian dengan Sifu Yonatan, Biksu Budha," jelasnya.

Hanya saja, karena lembaga diskusi dan kajian tersebut tidak mempunyai legalitas, maka buku tulisan Herman Sinung Janutama diterbitkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta.

Buku tersebut diterbitkan pada tahun 2010 lalu sebanyak 1.000 eksemplar dan hanya untuk kalangan sendiri.

"Saya juga kaget, sudah buku Mas Herman itu terbit tahub 2010 lalu, sekarang viralnya," tuturnya.

Dikatakannya, kutipan yang menjadi viral media sosial banyak tidak sesuai dengan di buku tulisan Herman Sinung Janutama. Seperti nama Gaj Ahmada itu tidak ada di buku yang ditulis Herman Sinung Janutama.

"Adanya Gajah Ahmada, misalnya dalam bahasa Sansekerta itu kan Nusantara itu sesungguhnya Nusa Antara, Gajah Mada dalam terminologi yang ditemukan Mas Herman itu Gajah Ahmada, kalau Gaj Ahmada itu menyalahi susatra jawa," tandasnya.

Ashad mengaku, tidak mengenal Arif Barata yang menjadi rujukan soal Gaj Ahmada sehingga viral di media sosial.

"Arif Barata yang menjadi sumber banyak viral itu saya tidak kenal, selama kegiatan kajian-kajian itu juga tidak nampak. Ada nama Arif Barata, tetapi lain. Saya kenal dan saat ini masih menjadi staf saya," pungkasnya.

Fakta tentang bantahan bahwa Gajah Mada beragama muslim dan memiliki nama asli Gaj Ahmada juga bisa dilihat di konten yang diunggah oleh akun facebook Lesbumi PBNU.

Akun facebook Lesbumi PBNU mengunggah tulisan tentang bantahan tentang kabar yang kembali viral di media sosial.

Viral "Gaj Ahmada" Hoax Sejarah

Belakangan ini cukup banyak repost dan viral sebuah tulisan dengan judul MELURUSKAN SEJARAH!! (dengan tanda seru) yang justru berisi sebuah distorsi luar biasa, bahkan bisa diartikan sebagai dongeng menyesatkan. Tulisan tersebut berisi sebuah narasi yang pada intinya ingin mengatakan bahwa Mahapatih Gajah Mada adalah seorang sosok Muslim luar biasa yang sebenarnya bernama Gaj Ahmada. Dalam kaitan tersebut kita harus dapat dengan jernih melihat bahwa sejarah bukanlah dongeng yang cukup hanya dibuktikan dengan argumen otak atik matuk alias dengan nalar cocoklogi berdasarkan kemauan sendiri atau tujuan-tujuan tendensius. Masyarakat Nusantara harus cerdas dalam menangkap informasi yang tidak jelas latar kesejarahannya dengan berbagai bukti yang melingkupinya.

Viral tulisan tersebut sangat dimungkinkan didasarkan pada buku berjudul Kesultanan Majapahit ditulis oleh Herman Sinung Janutama, lulusan UMY Yogyakarta yang menulis buku tersebut tanpa didasari keilmuan selain otak-atik gathuk alias cocoklogi. Jika nama GAJAH MADA dipaksakan menjadi bahasa Arab Gaj Ahmada, pertanyaannya adalah memangnya hal tersebut dapat ditemui ada dalam prasasti, naskah kuno Negara kretagama? Atau ada dalan kitab Pararaton, Kidung Sunda, Usana Jawa? Apakah ada satu saja yg menulis Kosa Kata Jawa "Gaj" dan "Ahmada" ? Lalu apa arti kosa kata "Gaj" ? Ia merupakan kosa kata Jawa atau Arab?. Lalu apa arti dari kata Ahmada? Adakah orang Arab memakai nama Ahmada?

Dalam buku yang cenderung awur-awuran itu, penulis secara tegas menyatakan bahwa Raden Wijaya adalah dzuriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAW dan beragama lslam. Pertanyaanya simpel saja, apa dasarnya? tidakkah penulis itu tahu bahwa Sanggrama Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawarddhana itu saat mangkat jenazahnya dibakar dan abunya dicandikan di Simping dan Weleri? Memangnya Dzuriyah Rasulullah SAW yang muslim matinya dibakar?

Mari kita baca naskah-naskah Majapahit mulai Negara kretagama, Kutaramanawa Dharmasastra, Kidung Banawa Sekar, Kidung Ranggalawe, Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Sudamala, Kakawin Sutasoma, dll, termasuk prasasti-prasasti. Adakah pengaruh bahasa Arab dalam naskah-naskah tersebut?

Tulisan Bodoh Yang Membodohkan Bangsa

Tulisan-tulisan bodoh yang tanpa dasar ilmu tentang sejarah bangsa, sepintas bisa dianggap sebagai tulisan picisan yg tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap sejarah mainstream bangsa lndonesia. Tapi jika tulisan "sampah" dalam keilmuan itu ditopang oleh organisasi besar dan institusi negara dan akademisi, bisa merubah eksistensi dan citra bangsa.

Jika Borobudur bikinan Nabi Sulaiman dan Majapahit didirikan orang Arab keturunan Nabi SAW, akan terdapat simpulan bahwa pribumi lndonesia itu kumpulan manusia primitif yang tidak memiliki peradaban dan kebudayaan. Bagaimana bangsa lndonesia disebut beradab jika membikin candi saja tidak becus, menunggu kedatangan Bani lsrael. Nah, jika Bani lsrael dapat membangun candi yg sangat megah di negeri seberang lautan, adakah situs bangunan candi seperti borobudur di lsrael?

Jika Majapahit didirikan oleh dzuriyah Rasul SAW, maka tentu terbukti bangsa ini primitif dan tolol sampai sampai untuk membangun sistem pemerintahan saja tidak mampu, dan harus menunggu kedatangan orang Arab yang lebih beradab dan memiliki iptek canggih.

Jika itu benar bahwa bangsa ini tolol primitif sehingga untuk membangun kerajaan saja musti menunggu kedatangan orang Arab, adakah data sejarah yg menunjuk bahwa di jazirah Arab pernah ada kerajaan nasional seluas Majapahit dengan administratif sangat canggih?

 

Kesimpulan

Kabar tentang tokoh Kerajaan Majapahit, Gajah Mada yang beragama Islam ternyata tidak benar alias salah, termasuk juga nama aslinya Gaj Ahmada.

Kabar ini sempat viral pada 2017 silam, kemudian pada tahun ini kembali ramai diperbincangkan. Kabar ini tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 49 media massa lainnya di seluruh dunia.

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.

Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya