Literasi Media Kunci Perlindungan Diri dari Disinformasi

Suatu misinformasi dan disinformasi dapat membagi masyarakat ke dalam beberapa kelompok.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mar 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2022, 16:00 WIB
ilustrasi Hoax
ilustrasi Hoax {Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Suatu disinformasi disebarkan dengan tujuan menakut-nakuti dan memicu rasa tidak aman masyarakat. Penguatan literasi media dan digital menjadi salah satu upaya perlindungan diri dari disinformasi tersebut.

Dilansir dari Truthmeter, sudah bukan hal baru lagi suatu narasi terkait pandemi tersebar di media sosial. Banyak di antaranya merupakan narasi yang sengaja dibuat dengan tujuan yang memecah belah masyarakat.

Menurut pakar komunikasi, Sead Jigal, suatu misinformasi dan disinformasi dapat membagi masyarakat ke dalam beberapa kelompok dan membuatnya mudah untuk dipengaruhi oleh suatu informasi. Ia juga mengacu pada istilah "perang informasi" yang dijelaskan sebagai perang yang tidak melibatkan perang fisik, tetapi melibatkan uoaya penyebaran misinformasi.

Dalam bersosial media, penting bagi kita untuk mampu berpikir kritis dan berketerampilan literasi digital. Hal ini menjadi krusial di tengah maraknya disinformasi.

Menurut Sead, dengan memiliki keterampilan tersebut, masyarakat lebih mampu mengenali mana konten yang benar dan mana yang janggal. Alhasil, masyarakat pun cenderung akan mencari tahu kebenaran suatu informasi yang ia terima.

Untuk diketahui, negara-negara di dunia memiliki permasalahan yang sama, yaitu disinformasi Covid-19. Mulai dari isu vaksin, hingga cara pengobatan Covid-19 yang belum terbukti kebenarannya bahkan menyesatkan.

Tentu saja hal tersebut dapat membahayakan masyarakat yang kurang paham mengenai kesehatan, meski informais tersebut dibuat tanpa tujuan jahat.

Hal ini senada dengan pernyataan Amer Kapetanovikj, Kepala Departemen Politik untuk Regional Cooperation Council (RCC). Ia menyatakan, misinformasi dan disinformasi tersebut sama bahayanya dengan infeksi Covid-19.

Apalagi, terkadang suatu informasi yang salah justru lebih mudah tersebar ketimbang informasi yang sudah dipastikan kebenarannya.

"Ketika suatu informasi salah dan misinformasi terulang dan diperdalam, bahaya yang muncul adalah informasi yang berdasarkan fakta akan memiliki dampak yang terbatas," ucap Amer.

Penulis: Viona Pricilla/Universitas Multimedia Nusantara

Sumber: https://truthmeter.mk/covid-disinformation-as-dangerous-as-the-coronavirus/

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya