Bagaimana Cara Penyebaran Hoaks dan Disinformasi Online? Simak Penjelasannya

Salah satu informasi atau konten yang cukup meresahkan masyarakat adalah disinformasi dan hoaks.

oleh Anasthasia Yuliana Winata diperbarui 26 Apr 2023, 17:13 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2023, 19:30 WIB
Ilustrasi penipuan di internet
Ilustrasi penipuan di internet. Kredit: Pixabay/Mohammed Hasan

Liputan6.com, Jakarta - Luasnya jangkauan internet dan media sosial tidak luput dengan adanya informasi atau konten yang bernuansa negatif di dalamnya. Misalnya seperti informasi menyesatkan, hoaks, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, misinformasi, hingga disinformasi.

Hal ini terjadi karena internet dan media sosial membuka gerbang konektivitas dengan luas. Salah satu informasi atau konten yang cukup meresahkan masyarakat adalah disinformasi.

Pasalnya, disinformasi merupakan informasi palsu (hoaks) yang disebarkan dengan maksud untuk menipu atau menyesatkan orang lain. Biasanya disebarkan oleh oknum yang ingin menggiring opini dan melaksanakan agenda kepentingannya sehingga dengan sengaja menyebarkannya untuk memenuhi tujuan atau motif tertentu.

Nyatanya, disinformasi dapat disebarkan oleh oknum seperti pemerintah, etnitas yang didukung negara, kelompok ekstrem, serta individu. Dilansir dari weforum.org, dalam aktivitas online terdapat empat cara penyebaran disinformasi 

Mari Cermati Agar Terhindar dari Disinformasi

Ilustrasi Cek Fakta Hoaks di Tahun Politik Kian Marak
Banner Infografis Hoaks di Tahun Politik Kian Marak. (Liputan6.com/Abdillah)

Doowan Lee dan Adean Mills Golub, dua pakar analisis disinformasi dan salah satu pendiri Veracity Authentication Systems Technology (VAST) dilansir dari weforum.org memantau lebih dari 10 miliar situs web dalam 75 bahasa dan melacak penyebaran konten secara daring.

Lee dan Golub menemukan bahwa terdapat empat cara utama penyebaran disinformasi secara online

Social engineering (Rekayasa Sosial), dengan melakukan kerangka kerja untuk salah mengartikan serta memanipulasi sebuah peristiwa, insiden, isu, dan wacana publik. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi opini publik demi kepentingan agenda tertentu.

Lalu, inauthentic amplification dengan menggunakan troll, bot spam, serta akun identitas palsu. Biasanya menggunakan akun berbayar dan influencer sensasional untuk meningkatkan volume konten jahat.

Micro-targeting yang mengeksploitasi alat penargetan yang dirancang untuk penempatan iklan dan keterlibatan pengguna di platform media sosial. Dilakukan untuk mengidentifikasi dan melibatkan audiens yang paling mungkin akan membagikan dan memperkuat disinformasi.

Harassment and abuse yang menggunakan audiens yang terimobilisasi, akun palsu, dan troll untuk mengaburkan, meminggirkan dan menghilangkan jurnalis, pandangan yang berlawanan, dan konten yang transparan.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya