UNICEF Sebut Hoaks yang Memicu Emosi Sangat Efektif Menyerang Masyarakat

Ada teknik sederhana diperlukan untuk menangkal hoaks, salah satunya dengan cara memberi jeda untuk tidak langsung terpengaruh dengan emosi.

oleh Rida Rasidi diperbarui 19 Agu 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi Hoaks Berita Bohong (Freepik)
Ilustrasi Hoaks Berita Bohong (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Komunikasi Perubahan Perilaku UNICEF, Rizky Ika Syafitri mengungkap hoaks seperti apa yang efektif membuat orang percaya dibandingkan dengan hoaks lainnya.

“Hoaks itu bermacam-macam. Tapi kalau diperhatikan hoaks yang memicu emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif. Ini yang kita lihat cukup efektif dan cukup punya daya yang membuat orang kemudian percaya dan mengikuti apa yang disarankan di dalam berita buruk atau berita hoaks itu,” ujar Rizky, dalam Virtual Class Liputan6.com yang diadakan Kamis (17/8/2023).

Kiky, panggilan Rizky juga memberikan beberapa contoh yang memenuhi ciri-ciri hoaks tersebut. Salah satunya adalah pesan yang menyatakan kemenangan dengan hadiah yang besar. Bisa juga pesan hoaks yang menyatakan isu yang tidak benar tentang vaksin dengan membawa-bawa negara tertentu untuk menyebarkan kebencian.

Menurut Rizky, beberapa teknik sederhana diperlukan untuk menangkal hoaks dengan model ini. Pertama adalah dengan cara memberi jeda untuk tidak langsung terpengaruh dengan emosi.

Setelah itu, resapi dan pertanyakan emosi yang muncul saat membaca sebuah informasi. Misalnya, “kenapa saya marah setelah membaca informasi itu?” atau “kenapa saya merasa senang sekali?”

Aktifkan Neokorteks

Virtual Class
Rizky Ika Syafitri akar Komunikasi Perubahan Perilaku UNICEF saat tampil sebagai narasumber dalam Virtual Class Cek Fakta Liputan6.com, "Merdeka dari Hoaks Bukan Hal Mustahil", Kamis (17/8). (Istimewa)

Pertanyaan tersebut adalah upaya untuk mengaktifkan neokorteks, bagian otak yang dapat berpikir rasional. “Menamakan dan mempertanyakan emosi-emosi itu sebenarnya adalah upaya untuk mengaktifkan bagian otak kita yang bisa berpikir rasional, neokorteks,” Rizky menjelaskan.

Setelah itu, lakukan cek fakta ke sumber lain yang terverifikasi. Tanyakan juga kepada orang terdekat mengenai kebenaran informasi tersebut.

Rizky juga menjelaskan, ada cara lain untuk mengenali sebuah hoaks. “Bisa juga dengan melihat ciri-ciri hoaks, seperti judulnya yang lebay, ada ajakan memviralkan, terus biasanya ada tanda seru, hurufnya kapital semua, dan ada ancaman ‘kalau tidak disebar, Anda akan mengalami sebuah malapetaka’, dan yang kayak gitu-gitu,” ujarnya. 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya