Liputan6.com, Jakarta - Joanna Palani adalah mahasiswa biasa berusia 23 tahun yang mengambil kuliah jurusan politik dari Denmark. Yang tidak biasa adalah kepalanya dihargai satu juta dolar Amerika. Mengapa?
Baca Juga
Advertisement
Percaya atau tidak, ia diperkirakan telah menewaskan lebih dari 100 militan ISIS saat berperang bersama Peshmerga Kurdi di Irak dan Suriah. Turut berperang bersama tentara Kurdi membuatnya jadi buruan di negerinya sendiri.
Joanna merupakan keturunan Iran-Kurdi yang lahir di sebuah perkemahan pengungsi di Ramadi, Irak dan tumbuh di Denmark. Lahir setelah Perang Teluk pertama membuat ia berani menembakkan pistol untuk pertama kalinya pada usia sembilan tahun.
Pada tahun 2014, Joanna putus kuliah dan meninggalkan Kopenhagen menuju Suriah. Di sana, ia bergabung dengan pasukan pemberontak yang sedang bertempur melawan rezim Assad.
Â
Setelah rezim Assad tumbang, ia melanjutkan perjuangannya dengan melawan ISIS. Joanna melawan mereka di Kobane, sebuah kota di Suriah di perbatasan dengn Turki.
Tak hanya itu, ia juga membantu membebaskan gadis Yazidi yang dipenjarakan sebagai budak seks saat berperang bersama pasukan Peshmerg di Irak.
Melansir dari Boredpanda, Jumat (10/02/2017), sepak-terjangnya mencuri perhatian pemerintah Denmark. Joanna dilarang melakukan perjalanan ke daerah Timur Tengah saat kembali ke Kopenhagen pada tahun 2015.
Joanna sempat dikurung di Vestre Faengsel, penjara terbesar di Denmark, karena melanggar pelarangan dengan bepergian ke Qatar. Ia menghabiskan tiga minggu di balik jeruji besi sebelum dibebaskan dan paspornya disita.
Joanna dianggap sebagai teroris di negara sendiri. Namun hal tersebut tak menghentikannya untuk tetap berperang.
Jadi Buronan
Ia kabur, kembali ke Timur Tengah. Hal ini memicu murka pemerintah Denmark yang kemudian menawarkan hadiah atas kepalanya. Sejak saat itu, ia tinggal di persembunyian harus berpindah-pindah.
"Ada hadiah satu juta dolar untuk kepala saya. Bila saya kembali ke Denmark, pasti saya ditangkap dan dibunuh," ujar dia seperti dikutip dari Unilad.
Ia diduga telah menewaskan lebih dari 100 militer saat berperang bersama Psehmerga Kurdi di Irak dan Suriah.
"Sebagai penembak jitu, saya berada di garis depan selama sembilan hari pada satu waktu Anda harus sabar dan ekstra f0kus," tutur Joanne.
Ia juga meminta telah melanggar hukum. Namun, ia tak punya pilihan lain saat itu. Hingga kini, Joanne masih hidup berpindah-pindah untuk menghindari musuh dan pemburu dari negaranya sendiri.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Advertisement