Liputan6.com, Jogjakarta - Sebagian orang hanya mengira bahwa Aceh hanyalah sebuah provinsi yang kulturalnya dibumbuhi oleh syariat Islam, sehingga banyak pengunjung dari luar daerah maupun luar negeri enggan melancong ke Aceh karena merasa tertekan dengan peraturan adat dan syariat Islam.
Dilema tersebut langsung hilang ketika hadirnya pesona Aceh, di kota-kota besar yang saat ini dimulai dari kota pendidikan, Aula Hartono Mall, Yogyakarta pada 14 April 2017.
Advertisement
Baca Juga
Acara yang terselenggara atas kerjasama Disbudpar Aceh dengan Kemenpar RI dan Dispar DIY, tersebut tentunya menarik perhatian masyarakat Jogjakarta, yang antusias ingin mengunjungi kota Serambi Mekah itu. Dalam acara tersebut, hadir pula asisten gubernur Aceh, asisten Kemenpar RI dan Pocut Haslinda yaitu sejarawan Aceh.Â
Mereka menilai bahwa pariwisata Aceh sudah sangat bagus, hanya saja belum di eksplor dan didukung sepenuhnya baik dari pemerintah sendiri maupun masyarakat. Seperti banyaknya pemikiran yang berbau fanatisme di daerah pedalaman yang membuah pemerintah atau pihak yang memiliki kewenangan kewalahan dalam mengatur hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata seperti pengembangan infrastruktur, pengembangan kemampuan warga, pembentukan sarana ekonomi kreatif dan kreatifitas lokal lainnya untuk pendukung pasar destinasi.
Hal-hal seperti ini membuat wisatawan enggan maupun acuh tak acuh untuk berkunjung ke Aceh. Maka hadirnya pesona Aceh di berbagai provinsi yang tahun depan akan digelar di Batam dan Bali ini berupaya untuk mempromosikan bahwa Aceh sudah punya itu semua. Dari segi distinasi wisata bahari, Pulau Sabang bisa jauh lebih indah dari Bali karena kejernihan air laut serta ekosistemnya masih sangat alami dan sama sekali belum tercemar limbah karena memang tidak ada pabrik-pabrik besar yang beroperasi di sana.
Ibu Deta selaku penyelenggara mengatakan jika acara tersebut sangat penting mengingat Aceh adalah satu tujuan pariwisata dunia dari segi destinasi dan culture. Tidak hanya tari saman gayo yang menjadi ikon tarian dunia, tapi ada juga tarian rapai geleng, likok pulo, ratoh duek dan tarek pukat.
Berbeda dengan tarian-tarian Aceh lainnya, tarek pukat lebih membutuhkan kemampuan yang sangat lugas dan lentur karena harus merajut tali dari penari ke penari sehingga membentuk rajutan seperti pukat yang biasa dipakai nelayan berburu ikan.
Para wisatawan non muslim merasa besarnya pengaruh budaya syariat menjadi kekhawatiran terhadap impact dan pengekangan menjadi problematika yang tidak bisa dipisahkan. Untuk itu perlunya kerjasama dari semua pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat agar bersama-sama memajukan wisata bahari Aceh khususnya pulau sabang yang menjadi pulau destinasi paling diincar se-Asia Tenggara menuju World Halal Tourism tahun 2020 mendatang.
Pengirim:
Bustanul Aulia
Magister Ekonomi Uin Yogyakarta
(ul)
Â
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6