Liputan6.com, Jakarta Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki terutama bagian telapak. Alas kaki melindungi kaki agar tidak cedera dari kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yang berbatu-batu, berair, udara panas, maupun dingin. Alas kaki membuat kaki tetap bersih, melindungi dari cedera sewaktu bekerja dan berjalan.
Baca Juga
Advertisement
Di Afrika, penggunaan alas kaki masih jarang. Jikalau ada pun masih dengan alas kaki yang sangat minim, dari ukurannya kekecilan, kebesaran atau alas kaki yang berasal dari sebuah botol bekas.
Kenton Lee seorang warga Amerika Serikat pernah tinggal di Kenya. Lee melihat seorang anak perempuan mengenakan sepatu yang kekecilan dan jempol kakinya sudah mencuat keluar. Hal ini membuat ia merasa prihatin dan mencari sebuah solusi untuk masalah tersebut.
Pada tahun 2012, sebuah solusi untuk permasalah ini pun terpecahkan. Lee bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk membuat sepatu yang dapat diubah ukurannya sesuai kebutuhan pemilik.
Ide dari Kenton Lee
Expandals, adalah nama sebuah sepatu sandal yang dikembangkan oleh Kenton Lee untuk anak-anak. Sepatu ini dapat tumbuh besar mengikuti pemiliknya. Ya, sepatu ini dapat diatur panjang dan besarnya sesuai ukuran kaki pemakainya.
Semenjak itu, Lee mendistribusikan hampir ke 100 negara berkembang dan ke 175.000 pasang sepatu untuk anak anak. Sepatu ini diklaim mampu bertahan sampai 5 tahun.
Sepatu desain unik ini memiliki tiga sisi yang dapat diperbesar, bagian depan dapat memanjang, bagian samping dapat membesar, dan bagian belakang dapat menyesuaikan besarnya sesuai tumit pada kaki.
Seperti Liputan6.com lansir dari Insider, Selasa (26/3/2019), sepatu Expandals ini tentu saja menjadi salah satu inovasi yang sangat berguna. Selain bisa dipakai terus menerus mengikuti ukuran pemiliknya, sepatu ini juga bisa mengurangi penggunaan sepatu yang berlebihan.
These shoes grow as your children do pic.twitter.com/2X2UXfH9f6
— INSIDER (@thisisinsider) March 24, 2019
Advertisement
Inovasi Sepatu Berteknologi GPS
Sebuah inovasi sepatu dari mahasiswa jurusan Sistem Komputer, Universitas Diponegoro (UNDIP) menggunakan teknologi GPS berhasil memecahkan persoalan kasus orang hilang.
Di tangan lima mahasiswa; Destia Arti W, Muhammad Salma Nabila A, Niken Dwi S, Wenny Situmorang, dan Romadoni Kevin Julian membuat Sepatu Ergonomis Anti Orang Hilang (SEAOH). Kegiatan yang berasal dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dapat berujung inovasi baru dalam pembuatan sepatu.
Sepatu didukung teknologi yang murah dan digunakan secara praktis. Di antaranya, GPS tracking dengan energi mandiri piezo elektrik yang ramah lingkungan. GPS tracking pada sepatu akan melacak posisi pemakai sepatu.
Sementara itu, energi piezo elektrik dapat menghasilkan energi muatan listrik dari tekanan. Energi yang dihasilkan terhubung ke GPS tracking agar GPS tetap terisi.
Pengisian GPS tetap terisi untuk mengantisipasi bila terjadi keadaan darurat. Misalnya, kasus orang hilang dalam kurun waktu yang lama. Orang hilang dapat ditemukan selama GPS masih aktif dan berada di sepatu.
Bukan hanya itu saja, SEAOH juga memiliki fitur untuk menyadap pembicaraan maupun mengirimkan sinyal darurat.
Sepatu yang Terbuat dari Limbah
Produsen produk olahraga ternama, Adidas, hadir dengan gebrakan baru. Bekerja sama dengan Parley for The Oceans, Adidas meluncurkan sepatu baru yang dibuat dari hasil daur ulang limbah plastik.
Parley for The Oceans sendiri merupakan organisasi yang dibentuk pada tahun 2013, didedikasikan untuk proyek usaha melindungi dan melestarikan laut. Sepatu ini sengaja diluncurkan sebagai cara untuk mengajak masyarakat melestarikan laut.
Dilansir dari Cnet (Rabu, 8/7/2015), proyek kolaborasi itu merupakan sepatu prototipe yang seluruh bahannya murni terbuat dari limbah laut. Sepatu olahraga tersebut juga terbuat dari pukat atau jaring besar yang digunakan untuk menangkap ikan dari kapal pemburu hasil laut ilegal.
Pukat tersebut diambil oleh Parley for The Oceans dari mitranya, Sea Shepherd, yang menghabiskan 110 hari untuk melacak kapal perburuan ilegal yang akhirnya berhasil ditangkap di lepas pantai Afrika Barat.
Menurut data UNESCO pada tahun 2006, setidaknya ada 46.000 sampah plastik yang terbuang dan mengambang setiap milnya di lautan luas. Hal ini menyebabkan ekosistem alam terganggu, karena membuat lebih dari satu juta burung laut dan 100 ribu mamalia mati setiap tahunnya.
Sementara itu, juru bicara Adidas, Erick Liedtke, mengungkapkan bahwa Adidas sangat bersemangat dalam proyek ini untuk mendukung Parley for The Oceans menyadarkan masyarakat mengenai efek limbah plastik bagi lingkungan.
Nama dan harga sepatu daur ulang plastik ini masih belum diumumkan. Diperkirakan konsumen dapat membeli sepatu tersebut pada akhir tahun 2015.
Advertisement